66| To Vent Feelings (21+)
66| To Vent Feelings (21+)
Ini pukul sepuluh malam, dan ya Sam dan Nayya pasti juga belum pulang karena mereka ingin pergi ke rumah lana yang dulu ditempatkan oleh Felia dan beberapa maid lainnya. Jadi, ya seperti kenyataannya ia sendirian.
"Huh hari yang menyebalkan!"
Gagal move on, bahkan kini pikirannya terus saja memutar bagaimana percakapan dirinya tadi dengan Leo di ruang kerja laki-laki tersebut sebelum pulang ke rumah masing-masing.
'Saya tidak menerima alasan apapun untuk menerima kamu kembali, Azrell.'
'Setahu ku, kalau hubungan yang sudah rusak itu tidak akan pernah bisa utuh kembali hanya dengan balikan saja.'
"Kalau niat mu gampang goyah, bagaimana bisa bertanggung jawab dengan nafsu mu yang mencetak seorang anak dari Rio?'
Wajah lelahnya yang bercampur dengan wajah yang penuh memuakkan pun terlihat di wajahnya. Sungguh, ia kini rasanya ingin meninju apa saja yang berada di hadapannya. Namun ia sadar kalau hal itu akan membuat dirinya cedera, pada detik selanjutnya ia mengurungkan hal itu.
Ia mulai melangkahkan kakinya untuk menaiki satu persatu anak tangga menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Kamar yang tidak pernah di singgahi oleh Leo, bahkan ia tidak menaruh apapun tentang laki-laki itu. Semua foto sejak awal berpacaran hanya di letakkan pada satu album dengan--
Ceklek
"Ini foto-foto kamu sama Leo kenapa di simpan? bukankah kalian sudah tidak memiliki hubungan apapun, ya?"
Azrell membelalakkan kedua bola matanya kala melihat Rio dengan tubuh atas yang telanjang sudah bersandar manis di kepala ranjang miliknya, apalagi kini kedua tangannya tengah memegang satu album yang di maksud dalam benaknya tadi.
Sudah kesal, mungkin sesaat kemudian ia akan merasakan kesal yang memuncak kembali. Ia menatap garang ke arah Leo, lalu menaruh tas kerjanya ke atas nakas. "KAMU NGAPAIN DI KAMAR AKU, HUH?!" pekiknya sambil berkacak pinggang, kedua alisnya menaik dan terlihat jelas sorot mata yang menyeramkan dan tajam.
Rio menolehkan kepalanya, lalu rasanya ingin menggigit gemas pipi Azrell yang tampak menggembung itu. "Jangan marah-marah mulu, lebih baik kamu tanggalkan pakaian dan bersih-bersih sana sebelum aku yang bergerak untuk mu." ucapnya sambil menaik turunkan alisnya.
Sedangkan Azrell? rasa ingin meninju sesuatu seperti sudah menargetkan seorang Rio untuk samak tinjunya. "Keluar!" Namun hanya kalimat itu yang berhasil ia lakukan tanpa bermain fisik.
Rio terkekeh, lalu menaruh album yang terlihat menarik karena di sana terdapat foto yang di cetak dengan ukuran serupa lalu di susun berderet sampai terlihat sangat lucu. "Kamu kenapa sih? mau datang bulan ya? atau gimana kok marah-marah mulu, kan aku sudah bilang cepat bersih-bersih tubuh dan pergi tidur." ucapnya dengan sangat lembut. Menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu mulai beranjak dari kasur milik wanita yang tengah menjadi lawan bicaranya.
Azrell kini menyilangkan tangan ke dadanya, masih menatap Rio dengan garang. "Ngapain kamu di sini? jawab." ucapnya penuh penekanan.
Rio berjalan ke arah Azrell, lalu berhenti tepat di hadapan wanitanya itu. "Hei, kamu di rumah sendirian iya kan? Tuan Sam menyuruhku untuk ke sini dan menjaga mu, kalau tidak percaya kamu bisa meneleponnya." ucapnya dengan nada bicara bersungguh-sungguh karena memang dirinya tidak mengatakan hal penuh kebohongan.
Menatap Rio dengan nyalang, Azrell merogoh saku jasnya untuk mengambil benda pipih supaya bisa menghubungi sang Daddy. "Awas saja kalau bohong aku tendang dari sini," ucapnya dengan nada sebal.
Rio terkekeh, ia sama sekali tidak takut dengan ancaman ringan seperti itu. "Aku tidak peduli, sayang. Kalau aku benar, aku akan gempur kamu malam ini, gimana?" tanyanya dengan kedua alis yang terlihat naik turun.
Hampir saja mulut Azrell menganga karena mendengar apa yang diucapkan oleh Rio. "Yang benar saja?!" pekiknya, protes.
"Apa? kamu takut atau bagaimana, huh?"
"Tidak, tidak takut!"
Azrell langsung saja beralih ke layar ponselnya untuk mencari kontak yang di maksud. Begitu tombol telepon sudah di tekan, berlanjut menekan simbol speaker supaya bisa mendengar dari jarak jauh --tidak di tempelkan pada daun telinga--.
"Halo, sayang?"
"Hai Daddy, ini kenapa di rumah ada laki-laki antah berantah ya?"
Rio membelalakkan kedua bola matanya kala mendengar Azrell yang memanggilnya seperti itu.
"Eh, antah berantah? siapa itu sayang? Rio?"
"Iya lah, memangnya siapa lagi?"
"Oh itu Daddy yang nyuruh dia untuk ke sana buat jagain kamu, lagian kamu sendirian di rumah."
'Poor you, Azrell' batin Azrell berkata seolah-olah mengumpat kasar untuk dirinya sendiri. Menolehkan kepalanya dengan perlahan, ia melihat Rio yang menatapnya penuh gairah.
Ia meneguk salivanya, lalu kembali berusaha fokus pada apa yang sedang di bicarakan Daddy-nya. "K-kalau begitu ya sudah, Azrell baru pulang dan ingin bersih-bersih dulu ya Daddy sampai jumpa. I love you, Dad."
Pip
Buru-buru Azrell mematikan ponselnya, lalu menaruh benda pipi yang berada di tangannya ke atas nakas. Ia menatap Rio dengan kedua pipi yang terlihat memerah, rasanya menyebalkan sekali saat tahu bagaimana ekspresi laki-laki itu pada saat ini. "Y-yasudah aku mau mandi!" serunya sambil menyingkirkan tubuh Rio yang memblokade jalannya, namun tubuh atletis itu enggan menyingkir. "Apa lagi?!" sambungnya sambil menghentakkan kaki.
Rio terkekeh lalu tangannya mulai membuka jas yang melekat di tubuh Azrell, melemparkannya dengan asal ke lantai. Lalu berlanjut dengan kemeja yang seluruh kancingnya masih tertutup rapih, menyembunyikan kedua gunung kembar yang masih menjadi bayangan di otaknya.
Mencondongkan tubuh ke lipatan leher wanita tersebut, lalu bernapas rendah yang menghasilkan hembusan hangat dari dalam hidung mancungnya. "Tubuh indah mu cocok untuk di cicipi malam ini," ucapnya dengan nada rendah.
Azrell tak berkutik, bahkan tatapan garangnya sudah sirna. "Aku tidak habis pikir pada Daddy karena sudah mempekerjakan laki-laki seperti diri mu yang mesum," ucapnya.
Rio masih sibuk dengan kemeja Azrell, membukanya dari bawah lalu lama kelamaan ke atas dan menanggalkan pakaian itu dari tubuh wanitanya. "Begitu lebih baik," ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.
Azrell terfokus pada dada bidang yang menjadi titik pusatnya, lalu meneguk saliva karena terlihat sangat menggiurkan. Ia melihat ke tubuhnya yang menyisakan pakaian dalam, namun bawahannya masih tertutup rok dua jengkal di atas lutut. "Jangan mesum, aku ingin mandi!"
"Yasudah nanti selesai ini baru mandi, gimana?"
"Gak, gak mau! tubuh ku sudah lengket, dan pasti aku bau keringat."
"Tidak, itu justru menambah poin sexy kamu."
Tiba-tiba saja, tubuh Azrell di angkat ala bridal style dan di bawa ke arah single sofa yang terdapat di ruangan kamar ini. Rio menatap wanita yang sudah mendaratkan bokong di sofa tersebut, lalu dirinya berjongkok.
"Jangan macam-macam, Rio."
"Macam-macam juga gak masalah kan? kita sudah beberapa kali melakukan ini."
Azrell bergeming, benar dengan apa yang dikatakan oleh Rio karena memang mereka malah menjadi candu antara satu sama lain. Ia menurunkan pandangan ketika melihat laki-laki yang sudah berjongkok itu mulai menaikkan roknya, lalu mendekatkan wajah ke selangkangannya.
Bersiap-siap untuk kenikmatan.
Rio mengendus wangi kewanitaan Azrell yang khas, lalu menyingkirkan dalaman bawah wanita itu dengan tangannya. "Belum mulai sayang dan kamu sudah basah seperti ini,"
Mendengar apa yang diucapkan oleh Rio, tentu saja membuat kedua pipi Azrell merasa panas. Namun lagi-lagi ia memilih untuk bergeming, memendam desiran malunya.
Rio hanya terkekeh, lalu meminggirkan dalaman Azrell --karena belum di lepas--. Lidahnya langsung bermain di kewanitaan yang sudah menjadi candunya, membuat sang empunya menggelinjang hebat dengan desiran gairah yang mulai menjalar sampai ke telinga.
"Ashhhh, Rio. Kamu membuat ku melayang,"
Dalam diam, Rio tersenyum miring karena selalu bisa membuat Azrell memakan ludahnya sendiri --termakan omongan--. Ia melanjutkan aktifitasnya dengan menjilati kewanitaan itu, sambil menurunkan boxer-nya sampai terlihat kejantanan yang sudah berdiri tegak.
Sebagai pemanasan, Rio memundurkan wajahnya lalu langsung saja memasukkan kedua jemarinya ke kewanitaan Azrell dan memaju mundurkan dengan tempo yang sedang.
Azrell sudah meracau tidak jelas dengan tubuh yang sangat merespon baik setiap sentuhan yang di berikan oleh Leo. "Ashhh damn, faster Rio."
"As you wish, honey."
Rio semakin mempercepat tempo jemarinya, membuat Azrell benar-benar dalam posisi yang seperti kegelisahan namun penuh kenikmatan.
"Ashhhh..."
"Asshhhh... Leo...."
Entah telinga Rio yang salah dengar atau memang sebuah kenyataan, Azrell menyebutkan satu nama laki-laki yang masih menjadi candu wanitanya.
Kalau begitu, Rio langsung mencabut jemarinya dari liang kewanitaan Azrell lalu melucuti semua benang yang berada di di tubuh wanita tersebut. Lalu tanpa sabar, ia langsung memposisikan tubuhnya ah salah lebih tepatnya kejantanannya ke arah Azrell lalu memasukkan benda perkasa itu tepat di dalam kenikmatan tersebut.
Terjadilah penyatuan tubuh yang sangat menguntungkan bagi kedua belah pihak.
"Bersiap aku gempur ya sayang, sebut nama ku bukan sebut nama laki-laki lain."
"Jangan banyak bicara, cepat lakukan aku harus segera bersih-bersih tubuh dan ingin segera tertidur di kasur ku."
Rio menganggukkan kepalanya, lalu mulai menggoyangkan pinggul sampai membuat Azrell merem melek karena tingkahnya yang satu ini.
Dan ya, berhubungan badan adalah hal yang paling nikmat untuk melepas segala penat. Apalagi membayangkan Rio itu adalah Leo, ah jangan tanyakan bagaimana kenikmatan yang ia rasakan.
Kini, entah apa yang ia rasakan. Tubuhnya memilih Tio karena laki-laki itu bisa bertanggung jawab sekaligus menjadi partner seksualnya. Namun hatinya... masih memilih Leo secara utuh tanpa terkecuali sedikitpun.
Kedua insan yang pernah memiliki suatu hubungan, dan kini hanya tinggal kenangan. Membuat mereka yang sama-sama lelah menjalani hari karena yang satu lelah bekerja, dan yang satu lelah hati. Namun obatnya masih sama, seperti apa yang mereka lakukan malam ini pada masing-masing pasangan.
...
Next chapter