Penobatan Raddone Barwest
Penobatan Raddone Barwest
Mereka segera menyudahi pemburuan di Timur setelah raja Wedden mendapat panggilan jiwa untuk segera pulang ke Barat.
Mereka berpisah dengan Raja Gael yang semula hendak mengajak dua rekannya itu ke Kerajaannya.
Raddone dapat merasakan jantungnya berdebar kencang dan seluruh tubuhnya mendadak ngilu.
Wedden memiliki kemampuan untuk melihat hal dari kejauhan, namun dia tidak ingin memberitahu Pangeran Raddone mengenai hal yang terjadi di kerajaan Barat. Dia hanya mengatakan kalau dia memiliki firasat yang kurang baik sehingga membuatnya harus kembali ke Barat dengan segera.
Kedua pria itu bertemu dengan Jana dan pasukannya yang mendapat perintah untuk menyusul, namun belum sempat para prajurit kerajaan memberitahu Pangeran mengenai keadaan sang Raja, Raddone terus berkuda dan melewati para prajurit tanpa menoleh sedikitpun.
Jana sempat bingung, namun saat ia menatap Raja Wedden pria keriting itu memberinya sebuah anggukan dan memerintahkan untuk kembali dan mengiringi pangeran Raddone dari kejauhan.
Pangeran Raddone sama sekali tidak mempedulikan keadaan kuda yang melaju tanpa istirahat. Dia menarik napas panjang dan berharap kalau tidak ada hal buruk yang terjadi saat ia meninggalkan kerajaan.
Dia ingat, terakhir saat ia pergi dia sedikit bersitegang dengan Putri Leidy mengenai sebuah 'rahasia' yang seharusnya tidak dikatakan pada Raja. Selain itu, ia juga sempat tidak berbicara dengan sang ayah karena hal ini.
Dia meninggalkan kerajaan guna mendekatkan diri dan memperbaiki hubungan dengan Raja Selatan, Wedden Northan. Saat itu keadaan Raja memang sudah tidak sehat, hanya menghabiskan waktu diatas tempat tidurnya.
Cukup lama berkuda, Pangeran Raddone dan Raja Wedden akhirnya telah melihat pagar megah bangunan kerajaan yang nampak berkilau.
Wedden memberikan tambahan kekuatan pada kuda yang mereka tunggangi hingga membuat keduanya lebih cepat tiba di kerajaan.
Bruk!
Raddone menjatuhkan diri dan segera berlari memasuki kerajaan yang sangat sepi.
Kuda ditinggalnya begitu saja, Jana dan pasukan lainnya mengikuti langkah Pangerannya.
Setiap langkah Raddone menggema di seluruh ruangan. Kamar Raja adalah tujuan pertamanya. Dia berhenti melangkah dan mengatur napasnya yang tersengal.
Lorong demi lorong ia lewati, semuanya sepi sangat tidak biasa.
Dia berhenti di depan pintu kamar sang Raja. Semua pelayan dan prajurit yang ada di ruangan segera menatap sosok Pangeran dan memberikan jalan untuk Raddone memasuki ruangan.
Pandangan Raddone tertuju pada sosok pria tua yang terbaring kaku diatas tempat tidur. Pucat dan memejamkan kedua mata, pria tua itu tidak lag memberikan respon terhadap semua gerakan di sekitarnya. Langkah Raddone semakin berat, ia memasuki ruangan itu dengan tubuh gemetar dari ujung kaki hingga ujung kepala.
"Hey, Bodoh! Kemana saja kau beberapa hari ini?! Kau sungguh tidak punya pikiran waras? Karena kau! Ini semua terjadi!" sentak Leidy yang berdiri menatap kakaknya yang melangkah dengan tubuh lemah.
Pelayan menenangkan putri Leidy dengan mengusap pelan bahunya.
Leidy mengepalkan kedua tangannya, dia siap untuk memukul keras wajah Raddone, hanya saja dia tidak sanggup melakukannya karena air matanya[un tak kunjung mereda.
Raddone berhenti di dekat tempat tidur sang Raja. Napasnya masih tersengal, segera saja dia terjatuh berlutut dan detik berikutnya ia menangis seraya menundukkan kepalanya.
Isak tangis samar terdengar oleh seluruh orang yang berada di ruangan. Hanya menunduk, Raddone menghabiskan air matanya dengan mengepalkan kedua tangannya.
Raja Wedden memasuki ruangan dengan langkah pelan. Ia berhenti dan berdiri di sebelah Raddone. Tangan kirinya menepuk pelan bahu pangeran Barat. Ia dapat merasakan kesedihan itu, juga penyesalan yang mendalam.
Tabib menghampiri Wedden, ia memberitahukan mengenai wasiat dari Raja Barat mengenai penobatan Raddone.
Wedden mengangguk, dia menyuruh tabib untuk memberitahukan pada Raddone setelah Pangeran itu membaik perasaannya.
Tatapan Wedden tertuju pada tuan Putri yang juga masih terisak dalam dekapan seorang pelayan. Jelas sekali ini adalah hal sangat menyakitkan. Seketika Wedden mengingat momen ketika kedua orangtuanya tewas dalam saat melawan kegelapan yang menyerang.
Tabib mendampingi Raddone, dia meminta Pangeran untuk berdiri dan mulai mempersiapkan tempat peristirahatan terakhir untuk sang Raja.
Kedua mata Raddone merah, dia masih kesulitan untuk bernapas. Namun dia meminta waktu untuk dapat mengecup kening sang ayah yang terbujur kaku.
"Maafkan aku," ucapnya yang kemudian menyunggingkan senyum samar lalu menundukkan kepala sebagai tanda hormat.
Sebelum memasukkan jenazah sang Raja ke dalam peti, pihak kerajaan memutuskan untuk melakukan ritual penobatan sederhana untuk Pangeran Raddone.
Secawan air suci digunakan untuk membasuh wajah, telapak tangan dan kaki Raddone yang selanjutnya menyerahkan darahnya untuk tanda pengabdian terhadap wilayah Barat.
Tabib dengan didampingi oleh Jana memasangkan mahkota Kerajaan Barwest pada raja baru mereka. Leidy hanya diam, namun tatapannya sangat tajam pada sang kakak yang tidak terlihat sedih sama sekali itu.
"Ah! Bisa-bisanya dia bersikap biasa saja dan tersenyum dalam keadaan seperti ini," gumam Leidy yang segera mengalihkan pandangannya dari kakaknya itu.
Tanpa ada tamu undangan khusus, Raja Wedden adalah satu-satunya tamu yang ada yang kemudian disusul oleh Egara setelah prosesi pemakaman selesai. Para prajurit dan pelayan menghadiri acara penobatan sekaligus penghormatan terakhir untuk Raja-Raja mereka.
Egara menghampiri Raja Wedden untuk memastikan kalau pimpinannya itu baik-baik saja. Dia juga mencari putri Leidy yang belum ada ke Selatan sejak beberapa hari terakhir
Setelah prosesi selesai, semua orang segera meninggalkan area pemakaman dan kembali ke kerajaan. Leidy dengan didampingi pelayan juga kembali ke kerajaan, dia membutuhkan asupan energy dari makanan juga istirahat yang cukup.
Sementara itu Raddone masih bertahan di samping makam sang ayah. Diapandangi lekat tempat peristirahat Raja Audore Barwest. Lalu dia menarik napas dalam-dalam.
"Kenapa ayah memilihku?" ucapnya lirih.
"Ah seharusnya aku bisa sedikit lebih cepat untuk pulang. Aku menyesal kita tidak saling bicara hingga masa terakhir ayah menghembuskan napas." Raddone masih berdiri.
Mahkota kerajaan masih terpasang dengan indah di kepalanya. Dia masih tidak tahu dengan hal apa yang akan ia lakukan.
Raddone mendengar ada langkah kaki yang menghampirinya dari arah belakang, ia mengenali langkah itu.
"Apa yang Raja katakan sebelum meninggal?" tanyanya. "Apakah dia menyebutkan sesuatu tentangku?"
"Raja menginginkan anda menjadi Raja, Tuan.," jawab tabib yang membawakan karangan bunga berukuran sedang.
"Kenapa? Kukira ayah telah memberikan tiket Ratu untuk Leidy," imbuhnya.
"Raja mengatakan kalau anda lebih berpotensi dan lebih cocok sehingga beliau dapat mempercayakan wilayah Barat padamu, Tuan."
"Begitukah?" ucap Raddone lirih. "Ah tabib, apa kau tahu dimana prajurit Dipa? Au belum ada bertemu dengannya, bisakah kau memintanya untuk menemuiku."
"Maaf? Tapi ada apa anda ingin bertemu dengan Dipa, Tuan. Kurasa dia sedang melaukan patrol hingga ke perbatasan, Tuan." Jawab tabib.
Raddone mengangguk, dia kemudian berbalik dan kembali ke kerajaan.
***