Pulau
Pulau
Kelas kami berada di ujung koridor, hingga kami tak begitu mengkhawatirkan akan adanya murid yang secara tak sengaja masuk ke kelas kaii. Hal ini menguntungkan bagi kami karena lukisan kami akan tetap menjadi rahasia sampai waktunya dibuka.
Namun hal itu akan menjadi berbeda saat bu Gres yang meminta. Bu Gres adalah wali kelas kami, maka seharusnya beliau bisa mendapatkan hak istimewa. Bu Gres sempat meminta kami membukanya beberapa kali di tengah-tengah sesi belajar mengajar, tapi Tasya selalu berhasil menahan keinginannya dengan berkata lukisan itu akan menjadi sebuah kejutan saat waktunya tiba.
"I really wanted to see that (Ibu pengen banget liat), masa home teacher (wali kelas) dibikin penasaran juga?" bu Gres mengeluarkan sebuah protes saat jam pelajaran terakhir hari ini tiba, yang adalah hari jumat.
Tasya melirik ke arahku dan Zen. Aku tahu dia sedang meminta pendapat, tapi aku tak memiliki ide harus mengatakan apa untuk membantunya. Hingga aku hanya diam tanpa mengatakan apapun. Sialnya, Zen juga melakukan hal yang sama.
Tasya menghela napas sesaat, "Tapi ... rahasia ya, Bu. Janji ya. Harusnya ini surprise."
"Nah gitu dong. I'm really excited (Ibu penasaran banget)." ujar bu Gres.
"Kalian juga harus tutup mulut ya, Guys, ga boleh ada kelas lain yang tau." ujar Tasya dengan tegas sebagai ultimatum yang berlaku untuk semua murid di kelas kami.
Seruan janji tutup mulut menggema dalam ruangan. Rupanya mereka pun tak sabar ingin melihat apa yang kami sembunyikan.
"Reno, bantuin dong." ujar Tasya yang meminta Reno membantunya membuka penutup saat semua penghuni kelas kami sudah berkumpul.
Reno menghampiri dan baru saja akan membuka kain saat berkata, "Janji jangan sampai bocor ya."
Reno dan Tasya membuka kain penutupnya dengan hati-hati. Saat apa yang kami sembunyikan beberapa hari ini terbuka, semua orang terpana.
Lukisan selebar 300 x 150 cm itu diisi dengan pemandangan gugusan pulau-pulau di tengah lautan yang hangat dengan sinar matahari terbit. Pulau dengan kekayaan alam yang melimpah terlihat jelas dari deretan pepohonan yang menghuni setiap lerengnya, dengan laut biru di sekitarnya yang terlihat seperti tameng raksasa yang akan mematikan jika merasa terusik.
"Who made this (Siapa yang bikin)?" bu Gres bertanya.
"Faza sama Zen, Bu." Tasya menjawab.
Semua tatapan mata tertuju padaku dan Zen bergantian. Juga ada bisik-bisik yang mengiringi, aku bahkan sempat mendengar beberapa karena suaranya terlalu kencang untuk disebut sebagai bisikan.
Aah rasanya aku tak sanggup menerima tatapan seperti ini sebanyak itu....
Bu Gres meminta aku dan Zen mendekat padanya dengan sebuah isyarat. Saat kami berada di sisinya, bu Gres menggenggam tangan kami dan menatap kami bergantian.
"Thank you. Ibu seneng kalian bisa menggunakan kemampuan kalian untuk hal yang positif."
Aku merasa senang sekali hingga tersenyum lebar saat mendengar bu Gres memuji hasil karyaku. Sepertinya Zen pun merasakan hal yang sama, senyum lebar juga mengembang di bibirnya.
"Anyway, both of you looks good together. (Ngomong-ngomong, kalian berdua keliatan cocok loh)."
Kalimat terakhir bu Gres membuat wajah Zen seketika merona merah, tapi justru meninggalkan rasa canggung untukku.
***
Aku mengingat dengan jelas betapa riuhnya kelas kami kemarin saat Tasya menjelaskan tugas kami selanjutnya. Tasya menjelaskan dengan singkat dan efisien, juga membantu membuat tumpukan meja dan kursi di satu sisi kelas sebagai bentuk kapal. Dengan ilustrasi kapal itu sedang berlayar mencari daratan baru untuk dihuni dan lukisan di dinding belakang kelas kami menandakan pulau-pulau itulah yang akan menjadi tujuan kapal selanjutnya.
Aku juga masih bisa mengingat dengan jelas kelebatan semua orang saat memasang aksesoris layar dan tali manila gurita yang berbentuk mirip tambang khusus kapal, juga saat memasang burung tiruan yang sudah kubuat minggu lalu serta beberapa awan kertas buatan Siska agar memberikan efek yang terlihat nyata.
Kami saling membantu menyiapkan pakaian untuk Zen dan Tasya yang akan menjelaskan konsep tema kami pada guru penilai nanti. Kami memilih kemeja putih, celana hitam kebesaran, ikat pinggang dari kain tenun dan ikat kepala untuk Zen, juga gaun terusan sepanjang lutut dengan aksen payet dan tenun untuk Tasya.
Aku baru saja selesai merapikan stand bazar di halaman dan menitipkannya pada Donna untuk kembali ke kelas. Sudah ada beberapa guru dan banyak murid yang mengintip dari jendela karena ada terlalu banyak orang di dalam.
"Tolong gantian masuknya, kelas ini ga muat nampung semuanya." terdengar teriakan Reno dari atas dekorasi kapal kami, barulah kerumunan berganti.
Aku menyelipkan diri untuk bisa masuk dan menyadari kerumunan itu terbentuk karena lukisan di dinding belakang. Ada Zen yang sedang menjaga lukisan itu dan menjelaskan lukisan itu pada siapapun yang bertanya. Dia terlihat tampan sekali dengan penampilan barunya sebagai pelaut.
Tasya meraih lenganku dan berbisik, "Tika ga masuk hari ini, Za. Dia harusnya jaga bazar bareng aku dan ikut lomba nyanyi nanti sore. Anak-anak semuanya lagi sibuk persiapan lomba yang lain, ga ada yang bisa bisa dimintain tolong jaga bazar. Gimana dong?"
Sebetulnya aku sudah berniat akan menikmati acara dan tak mengambil tanggung jawab apapun. Aku masuk ke dalam tim lomba tarik tambang putri pun karena Donna yang memaksa, tapi kurasa hanya aku yang punya memiliki banyak waktu untuk membantu Tasya menjaga stand bazar kelas kami.
"Aku temenin kamu jaga."
"Thank you, Faza. Aku emang ngarep kamu yang nemenin aku." ujar Tasya sambil memelukku sesaat.
Aku mengangguk dan tersenyum sambil memperhatikan Tasya dengan pakaian khusus yang kami siapkan kemarin sore. Dia pasti akan terlihat serasi sekali dengan Zen. Make up natural yang tidak berlebihan di wajahnya menambah kesan cantik pada dirinya.
Aku tahu Donna lah yang membantu Tasya berdandan pagi-pagi sekali sebelum upacara bendera dilaksanakan. Aku hanya terkesima saat melihat Tasya begitu cantik setelah berganti pakaian.
"Okay anak-anak, silakan kembali ke kelas masing-masing. Kalian pasti punya lomba untuk dimenangkan hari ini." tiba-tiba terdengar suara bu Gres berusaha memecah kerumunan.
Tak lama kemudian beberapa orang berdesakan di pintu untuk segera keluar dan ada banyak yang tertahan karena harus menunggu giliran. Namun kelas kami akhirnya menjadi lengang setelah beberapa teriakan dari Reno yang membantu mengarahkan jalan.
"Ruang guru heboh banget karena dekorasi kelas kita. Thanks to you." ujar bu Gres saat menangkap keberadaanku.
Aku hanya tersenyum manis karena aku tak bisa menemukan kalimat apapun untuk membalasnya. Walau harus kuakui, ada sesuatu yang hangat menyusup di dalam hatiku. Terasa seperti aku baru saja mendapatkan pujian dari bundaku.
=======
Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-, readers..
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..
Btw, kalian bisa panggil aku -nou-