Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Salju



Salju

2"Gimana?" aku berlari dan bertanya pada Astro tepat saat dia menutup pintu kamarku.     

Astro hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Namun aku justru mengecup bibirnya berkali-kali dan tersenyum lebar setelahnya. Setelah tiga jam lebih aku menunggunya di kamarku dengan perasaan cemas dan gelisah. Kini dia menyatakan Opa bersedia membantu rencana kami.     

"Thank you." ujarku.     

Astro memeluk tubuhku erat dan mengecup dahiku, "Perjuangan kita dimulai di sini, Honey."     

Aku hanya mampu mengangguk. Walau sebetulnya ada adrenalin mengaliri aliran darahku. Terasa menyenangkan, tapi juga berbahaya.     

Kami sampai di rumah Opa tepat saat senja beranjak turun ke peraduannya. Aku bahkan sempat takjub saat menatapnya. Dua minggu yang dipenuhi dengan jadwal kerja yang padat terasa cepat sekali berlalu.     

Sejak dua minggu yang lalu, banyak sekali yang kami persiapkan. Aku menyelesaikan dua lukisan, mengawasi beberapa orang yang sedang bekerja menambah tinggi dinding pembatas atap rumah rahasia kami, juga mempersiapkan berbagai hal untuk kepindahan kami semester depan.     

Astro sudah membeli dua handphone, dua perangkat laptop dan satu unit komputer yang kami letakkan di kamar workshop sebagai bentuk antisipasi jika kami membutuhkan alat untuk berkomunikasi tanpa terdeteksi. Kami membuat berbagai akun samaran yang tak ada hubungannya dengan kehidupan pribadi kami agar tak ada yang bisa mengira kami adalah pemilik akun tersebut.     

Aku terkejut saat mengetahui ternyata Astro cukup lihai memasang berbagai lapisan keamanan tanpa bantuan Axelle. Dia bahkan merancang sandi polialfabet baru yang tak ada hubungannya dengan kami sebagai sandi di semua akun baru yang kami miliki.     

Astro sudah memberitahu ayahnya tentang kesediaanku untuk pindah ke Jerman. Ibu bahkan meneleponku tiga kali di hari yang sama hanya untuk bertanya apakah aku sudah memikirkannya dengan matang. Aku berkata aku sudah berpikir panjang dan sudah membahasnya dengan Opa dan Oma.      

Walau begitu, sepertinya Ibu masih merasa ragu dengan penjelasan yang kuberikan. Bahkan aku cukup yakin besok jika saatnya kami tiba di rumah Astro, aku tak akan terkejut jika Ibu bertanya hal yang sama padaku.     

"Kamu ngerayu Opa pakai cara apa?" aku bertanya sambil mendongkak untuk menatapnya.     

Astro menaikkan bahu, "Cuma barter sama satu proyek kecil."     

"Proyek apa?" aku bertanya dengan jantung yang masih berdetak kencang.     

"Opa minta blueprint robot tikus. Kebetulan aku pernah bikin sebagian partnya di laptop sebelum kita nikah, tapi belum aku lanjutin karena ga ada waktu."     

"Opa mau produksi robot tikus?"     

"Mungkin, tapi butuh waktu lama buat bisa produksi satu robot. Belum uji coba sama pengembangan sistem yang lain-lain. Mungkin butuh waktu setahun. Paling cepet setengah tahun."     

Aku berpikir lama sebelum bicara, "Tapi Opa udah tua."     

"Opa emang udah tua." ujarnya dengan suara pelan tapi masih jelas kudengar.     

Aku memukul bahunya, lalu menariknya menjauh dari pintu menuju tempat tidur sambil memandangi dinding kamarku. Mungkin akan lebih baik jika aku memasang lapisan kedap suara di sini. Namun untuk apa? Aku akan sangat jarang menempati kamar ini jika kami benar-benar pindah nanti.     

Astro mengecup puncak kepalaku, membuatku menoleh padanya. Kami sedang duduk di tempat tidur, dengan dia memelukku dari belakang. Dia bersandar pada sebuah bantal di punggungnya.     

Jantungku masih berdetak kencang dan pelukannya membantuku mendapatkan detakan jantungku yang biasa. Di titik ini, aku menyadari betapa aku tak bisa tanpanya.     

Aku menatap jam dinding, pukul 22.41. Kami harus beristirahat sekarang karena kami harus berangkat pagi-pagi sekali esok hari untuk ke makam, lalu ke galeri. Kami akan langsung ke rumah Astro setelah dari galeri untuk membahas data-data peninggalan bundaku.     

Aku mengelus wajahnya, "Ada yang mau kamu diskusiin sama aku?"     

Astro mengelus jariku yang sedang dia genggam, "Kamu tau kan yang kita lakuin ini beresiko?"     

Aku mengangguk, "Aku tau."     

"Kita ga bisa mundur, kamu juga tau itu kan?"     

"Aku tau." ujarku sambil terus mengelus wajahnya.     

Aku bisa merasakan detakan jantungnya di punggungku terasa lebih kencang. Seolah sedang memintaku untuk menolongnya.     

"Tenang. Kita masih punya waktu beberapa bulan. Kita kerjain yang perlu kita kerjain. Ga perlu terlalu khawatir."     

Astro mendengus pelan, "Denger kamu bilang begitu malah bikin aku makin khawatir."     

Aku tersenyum, "Kamu yang bilang kamu mau percaya sama aku. Emangnya segitu susahnya buat nurunin gengsi kamu ya?"     

"Ini bukan gengsi, Honey. Kita tuh anak kuliahan tapi kayak mau perang, kamu tau?"     

Aku hampir saja tertawa, "Kamu lupa kamu nembak satu pengawal Zenatta? Resepsi pernikahan kita itu udah jadi medan perang, kalau kamu mau tau."     

"Itu beda. Kita punya banyak orang yang bantu. Sekarang kita rencanain ini sendiri."     

"Kita punya Opa, Honey. Kan kamu yang barusan negosiasi sama Opa. Gimana sih?"     

Aku bisa merasakan Astro bergerak gelisah, tapi dia tak mengatakan apapun. Aku menggeser tubuhku dan duduk menghadap ke arahnya. Aku mengamit wajahnya dengan kedua tanganku dan menatapnya lekat. Laki-laki yang menjadi suamiku beberapa bulan ini sedang menatapku dengan tatapan khawatir.     

"Kita ga bisa mundur lagi. Kita udah kerjain semuanya sesuai rencana dua minggu ini. Kita cuma harus bersikap kayak biasanya beberapa bulan ke depan." ujarku dengan tenang.     

Aku tahu betapa laki-laki di depanku ini sudah sangat berusaha. Dia menuruti saranku untuk menjadi dirinya sendiri saat sedang bersamaku. Dia sudah memperlihatkan padaku betapa dia juga lelah dan butuh dukungan. Berbeda dengannya yang dulu, yang selalu terlihat percaya diri dan seolah bisa melakukan segalanya seorang diri.     

Aku tahu dia lebih dari mampu untuk melakukan apapun yang dia inginkan. Aku hanya ingin dia tahu aku akan tetap mencintainya saat dia menunjukkan sisi lemahnya padaku, walau hanya sesaat.     

"Tapi aku jadi harus lepas kamu kerja di workshop lagi." ujarnya.     

"Tenang aja. Ada kyle yang jaga aku selama kamu ga ada."     

"Rrggh kamu kan bisa ga keliaran di workshop dulu. Kamu emang gila kerja makanya ngerayu aku biar tetep bisa ke sana." ujarnya sambil menyentil dahiku pelan.     

Aku tersenyum lebar sekali. Sebetulnya pendapatnya benar. Aku hanya mengatakannya dengan penekanan bahwa kami harus beraktivitas seperti biasa agar Om Hubert tak mencurigai rencana kami. Walau alasan itu juga benar.     

"Aku mau main ke galeri di Surabaya sebelum kita pindah. Kamu ada waktu?"     

Astro menatapku tak percaya, "Udah dikasih hati minta jantung ya kamu?"     

Aku tertawa, "Aku serius, Astro. Harusnya aku jadi pengurus di sana. Ga pa-pa kan kalau aku main sekali? Aku mau liat. Pasti bagus."     

Astro menatapku dilema, "Nanti aku cari waktu, tapi Kyle harus ikut."     

Aku tersenyum manis, "Okay. Ada yang lain yang mau kamu bahas sama aku? Ini udah malem banget, kita harus tidur. Besok pagi katanya mau nemenin aku ke makam sebelum ke galeri?"     

Astro menghela napas dan menggeleng, "Kita istirahat aja. Makin dipikirin makin pusing kepalaku."     

Astaga ... baru kali ini aku melihatnya bersikap seperti ini. Dia terlihat menggemaskan.     

Dia merebahkan tubuh di tempat tidur dan memberi isyarat padaku untuk berbaring di lengannya. Aku menurutinya. Ini adalah posisi tidur kami yang biasa sejak kami menikah. Tubuhnya hangat sekali, aku menyukainya.     

Astro mengecup dahiku dan membiarkan bibirnya menempel sambil bicara, "Kalau kita pindah nanti, kamu bisa liat salju. Kamu belum pernah liat kan?"     

Aku menggeleng sambil memejamkan mata, tapi aku bisa membayangkannya. Mungkin bermain salju akan terasa menyenangkan.     

"Nanti aku ajarin bikin snowman (orang-orangan dari salju). Nanti kita masukin robot di dalemnya biar dia gerak, trus kita bawa ke taman."     

Andai Fara dan Danar masih bersamaku. Kurasa bermain salju akan terasa lebih seru.     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.