Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Piano



Piano

0"Kenapa kamu terima orderan cincin tunangan dari Vier buatku, Faza? Uugh aku sebel banget, tapi aku ga bisa marah ke kamu." ujar Denada melalui sambungan telepon kami. Nada suaranya terdengar kesal sekali walau berkata tak bisa marah padaku.     

"Sorry, aku ga enak nolaknya. Vier ngelamar kamu?" aku bertanya sambil menyandarkan punggung pada sofa studio.     

Astro menoleh dan menatapku penuh minat. Aku hanya menaikkan bahu dan menaruh jari telunjuk di bibir karena tak tahu harus bereaksi seperti apa. Aku sudah mengaktifkan mode speaker agar dia bisa mendengar percakapanku dengan Denada dan aku berharap dia hanya diam mendengarkan tanpa mengatakan apapun.     

Sebetulnya kami sedang bekerja di studio setelah makan. Aku sedang berusaha menyelesaikan pekerjaanku sebelum Om Chandra datang menjemput kami untuk latihan menembak lagi, tapi Denada meneleponku beberapa kali dan aku terpaksa menerimanya. Aku tak menyangka Denada akan dilamar oleh Xavier hari ini walau sebetulnya aku tahu cincin pesanannya paati sudah sampai beberapa hari yang lalu.     

"Mama kaget banget. Untung papa lagi ga di rumah. Coba kalau ada papa, aku ga ngerti harus gimana lagi." ujar Denada putus asa.     

"Vier ngelamar kamu di rumah?"     

"Iya, Faza! Dia ngajak mama sama papanya buat ngelamar aku! Aku panik banget tadi. Untung mama bisa jelasin ke mereka kalau aku belum mau punya hubungan apa-apa lagi sama siapapun."     

Aku terdiam sesaat sebelum bicara, "Mereka bilang apa waktu dateng ke rumah?"     

"Bilang apa lagi? Mereka mau minta aku jadi istrinya Vier! Kamu bisa bayangin ga sih, Xavier yang rese banget itu ngelamar aku? Aku hampir aja jantungan waktu denger dia minta aku jadi istrinya. Ini lagi cincin dari dia ga boleh dibalikin. Katanya hadiah buatku, tapi aku mana bisa nerima yang kayak gini coba?! Aku hampir aja gila!"     

Aah....     

"Aku tau cincin ini bikinan workshop kamu. Aku ga bermaksud bilang cincinnya ga bagus, tapi aku ga bisa nerima cincin tunangan padahal aku nolak lamaran dari Vier, Faza."     

Aku menghela napas perlahan. Aku sama sekali tak tahu harus bereaksi seperti apa sekarang.     

"Cincin bikinan workshop kamu bagus. Bagus banget! Aku suka. Aku pasti terima andai ini bukan cincin lamaran dari Vier."     

Aku menoleh untuk menatap Astro. Dia sedang mengetik koordinasi dengan Paolo di laptopnya walau aku tahu dia pasti mendengarkan percakapanku dengan Denada dengan seksama.     

"Aku ... minta maaf, Za, tapi aku ga bisa terima cincin ini." ujar Denada putus asa.     

"Kamu bisa balikin ke Vier, Denada. Kamu ga mungkin kasih cincin itu balik ke workshop. Aku ga akan terima karena itu cincin pesanan Vier buat kamu. Cincin itu spesial."     

"Astaga, Faza ... aku ga mungkin dong terima cincin tunangan dari Vier padahal aku udah nolak lamarannya."     

"Gimana pendapat Mama?" aku bertanya dengan sangat hati-hati.     

"Mama juga ga enak nolak cincin ini karena Vier maksa. Mama bilang mau diskusi sama papa, tapi papa baru pulang empat hari lagi. Aku ga tenang nyimpen cincin ini begini makanya aku nelpon kamu, Za. Aku harus gimana?"     

Aku mengamit lengan Astro untuk memintanya menatapku. Dia menoleh padaku dan berkata tanpa suara : simpen aja dulu.     

Aku menarik napas berat, "Kamu simpen aja dulu. Nanti baru ambil keputusan kalau Papa pulang. Kalau kamu ga bisa pegang sendiri, kamu bisa minta Mama yang simpenin sementara. Mm ... atau titip ke Nanny Aster?"     

Denada terdiam. Entah apa yang sedang dia lakukan, tapi aku tak mendengar suara apapun lagi.     

"Sorry karena aku terima orderan dari Vier. Aku ... ga tau gimana nolaknya. Aku udah tau Vier suka sama kamu lumayan lama dan Astro bilang biarin aja Vier usaha dulu buat ngelamar kamu."     

Denada menghela napas, "Okay, fine. Aku minta nanny Aster aja yang simpenin sampai papa pulang. Sorry aku udah ganggu kamu. Kerjaan kamu pasti banyak banget kan abis kebakaran minggu lalu? Aku minta maaf aku ga bisa bantu banyak."     

"Ga masalah kok. Rukonya juga mulai di renovasi minggu depan. Mungkin sebulan lagi bisa buka."     

Denada berdecak kesal, "Aku masih kesel sama kamu karena ga ngabarin aku lebih cepet waktu toko kebakaran. Kalau kamu kabarin kan aku bisa bantu mindahin barang ke cabang."     

"Sorry, aku ga kepikiran sama sekali soal itu. Pikiranku penuh sama kenapa rukoku bisa kebakar tengah malem padahal ga ada siapa-siapa di dalem."     

"Kamu udah nemu siapa yang bakar toko?"     

"Masih diselidiki sama polisi. Aku terserah mereka aja." ujarku yang berusaha berbohong.      

Aku tak akan memberitahu Denada tentang kemungkinan Vinny yang membakar ruko atau kemungkinan keterlibatan Abidzar Pranoto sebagai perencana kebakaran. Bagaimana pun Denada cukup bisa leluasa mendapatkan informasi melalui kolega kami tentang hubungan Vinny dan keluarga Pranoto.     

"Kamu harus lebih hati-hati. Kalau bener ada yang berusaha jahat sama kamu, dia bener-bener keterlaluan. Kamu kan ga pernah ganggu siapa-siapa." ujar Denada dengan kesal.     

Aku tersenyum walau wajah Abidzar terbayang tepat di depan mataku, "Aku bisa apa? Aku cuma bisa nyerahin proses penyelidikan sama polisi. Mereka lebih profesional ngurus itu kan?"     

Denada mendengus keras, "Aku sumpahin dia mati muda karena udah ganggu sahabatku."     

Aku hampir saja tertawa, tapi aku menahannya. Bagaimana pun aku tak ingin menjadi sebab seseorang meninggal. Terlebih karena kutukan yang Denada lontarkan padanya.     

"Mama manggil aku, Za. Kabarin aku kalau kamu pulang lagi ya. Aku mau ketemu. Minggu lalu kan kita ga bisa ketemu karena kamu sibuk banget."     

Aku menggumam mengiyakan, "Salam buat Mama ya. Dari Astro juga."     

"Okay. See you, Za."     

"See you, Denada."     

Aku memutus sambungan telepon kami dan menaruh handphone di meja di sebelah laptopku yang masih menyala, lalu menghela napas. Sepertinya Denada masih belum tahu tentang hubungan Xavier dan Tiffany. Entah bagaimana reaksinya nanti jika dia mengetahuinya. Aku tak akan sanggup membayangkannya.     

Astro mengecup pipiku dan membuatku menoleh padanya. Dia menunjuk ke layar laptopnya yang sedang memutar sebuah video rekaman seorang perempuan bermain piano. Kupikir itu adalah Teana, tapi setelah memperhatikannya lebih seksama, aku tahu itu adalah Donna.     

Aku mengamit laptop Astro dari meja dan meletakkannya di pangkuanku. Aku menonton rekaman video itu sambil tersenyum lebar sekali. Aku benar-benar sedang tak salah melihat Donna sedang bermain piano di sebuah panggung pertunjukan kecil. Aku hampir saja menitikkan air mata saat mendengar Astro bicara.     

"Teana yang ngirim video itu ke email. Katanya Donna banyak berubah sejak belajar main piano."     

Aku mengangguk dan kembali mengalihkan tatapan ke layar laptop milik Astro, "Donna cantik banget."     

"Lebih cantik kamu."     

Aku menoleh pada Astro dan mengecup bibirnya, "Iya lebih cantik aku. Kamu kan bucinku. Mana bisa kamu kalau bukan aku yang jadi istri kamu?"     

Astro tertawa, "Iya deh. Kamu menang, Nyonya Astro Abhiyoga."     

Aku menatapnya sebal sambil mencubit pipinya, "Jangan panggil aku begitu. Aku ga suka."     

Astro menghentikan tawanya dan memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Atau harus aku panggil kamu bundanya Reagan?"     

"Reagannya belum ada, Honey. Jangan macem-macem. Mana tau nanti yang lahir Regina duluan." ujarku untuk menggodanya.     

Astro tersenyum lembut, "Udah siap jadi Bunda? Aku siap jadi Ayah kok. Aku bisa siapin kelahiran anak pertama kita di negara baru sambil kita kuliah, tapi nanti Oma pasti maksa ikut kita dan kalau Oma maksa ikut kita berarti Opa juga ikut kita. Ga pa-pa kan, Honey?"     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.