Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Lasmi



Lasmi

2Aku sedang memandangi ujung tombak di dalam kotak kayu karena aku tak ingin memegangnya. Bukan karena aku takut, aku hanya tak ingin merusaknya.     

Astro mengizinkanku mengambil ujung tombak dari tempat persembunyiannya dan dia sedang berdiri tepat di sebelahku, menemaniku menatap setiap detail tombak dengan teliti. Kami mungkin saja terlihat seperti dua anak kecil dengan rasa penasaran luar biasa pada sebuah benda bersejarah saat ini.     

Kami hanya berdua di ruangan bawah tanah ini setelah menyesaikan percakapan kami dengan Ayah dan Ibu. Seperti biasa, Ayah dan Ibu memberikan banyak nasehat. Kurasa aku bisa mengerti kenapa mereka begitu khawatir. Kami tinggal jauh dari pengawasan mereka dan hanya dikawal oleh pengawal kami dalam banyak kesempatan.     

"Aku sempet mikir mau bikin duplikatnya." ujar Astro tiba-tiba.     

Aku menoleh untuk menatapnya, "Kenapa ga jadi?"     

Astro menaikkan bahu, "Buat apa?"     

Aku menatapnya dengan tatapan bingung, "Trus kenapa awalnya kamu mau bikin duplikatnya?"     

"Iseng aja buat aku taruh di kamar." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aku berpikir lama sekali sebelum bicara, "Aku bisa bikinin duplikatnya kalau kamu mau."     

"Kamu serius?"     

Aku mengangguk, "Kita bisa ganti yang ini sama duplikat. Yang asli kamu simpen."     

Astro menatapku dalam diam.     

Aku duduk di kursi di belakangku dan menyandarkan kedua lenganku di meja, "Kalau tombak ini harusnya warisan buat kamu, bukannya lebih aman kalau tombak ini kita ganti?"     

Astro duduk di sebelahku dan menatapku lekat tanpa mengatakan apapun.     

"Aku ga punya pikiran tombak ini bawa keberuntungan atau gimana, tapi semua orang yang tau ruangan bawah tanah ini tau tombak ini disimpen di sini. Akan lebih baik kita jaga-jaga. Mm ... aku ga bermaksud mikir jelek sama siapapun. Kamu ngerti kan?"     

Astro mengangguk. Aku tahu dia sedang berpikir panjang dan matang.     

Aku bisa mengerti kenapa kakek Arya memberi tahu seluruh keluarganya tentang tombak itu. Karena bagaimana pun mereka adalah anak-anak dan cucunya, tapi entah kenapa aku merasa mereka tak seharusnya tahu di mana tombak ini disimpan karena mereka bukanlah pewarisnya.     

"Okay." ujar Astro pada akhirnya. "Gimana caranya kamu bikin?"     

Aku menaikkan bahu, "Aku punya perak siap lebur di workshop atau aku bisa beli khusus buat bikin duplikatnya. Aku bisa bikin itu sendiri. Aku cuma perlu detail ukuran sama desain ukiran naganya."     

Astro mengangguk tepat saat ada sebuah suara bergeser terdengar. Kami menoleh ke arah jalan terbuka di ujung atas tangga dan mendapati Kakek Arya di sana.     

"Tombaknya bagus?" Kakek Arya bertanya sambil menutup jalan masuk ke ruangan ini.     

Kami hanya tersenyum dan menunggunya sampai di bawah. Sebetulnya detakan jantungku terasa kencang karena pembicaraanku dengan Astro sesaat lalu belum benar-benar selesai. Aku pun tak tahu apakah ada kamera tersembunyi di ruangan ini atau tidak, tapi jika Astro bersedia membahas tombak itu bersamaku, mungkin ruangan ini memang aman.     

Kakek Arya menghela napas saat duduk di sebelah Astro dan menatap tombak di meja dengan lekat, "Kalian mau mindahin tombak ini?"     

Jantungku tiba-tiba terasa berhenti berdetak. Kakek Arya tak mungkin benar-benar mendengar pembicaraan kami, bukan? Atau apakah niat kami begitu mudah ditebak?     

"Ga kok, Kek. Astro ngasih liat ke Faza lagi soalnya Faza penasaran. Katanya ukiran naganya bagus." ujar Astro dengan senyum lebar mengembang di bibirnya. Aku bahkan tak bisa merasakan keraguan di dalam suaranya. Dia benar-benar pandai penguasai diri.     

Kakek Arya tersenyum, "Kakek ga masalah kalau kalian mau pindahin tombaknya. Mau gimana pun tombak itu emang punya kalian."     

"Ga perlu, Kek. Biarin tombak ini di sini. Astro ga masalah kok."     

Kakek mengangguk dan menatapku lekat, "Ada yang mau Faza bahas sama Kakek?"     

Entah kenapa aku merasa kakek Arya sedang menebak apa yang sedang kupikirkan. Aku mengangguk pelan. Mungkin akan lebih baik jika aku mengakuinya saja. Kakek Arya pasti tahu aku sedang menyembunyikan sesuatu karena aku belum selihai Astro dalam mengendalikan diri.     

"Kakek kenal Opa sejak kapan?" aku bertanya.     

Kakek Arya terdiam sesaat sebelum bicara, "Dewanto masih sama ya? Selalu nyimpen semuanya sendiri."     

"Mungkin ... karena Faza ga pernah nanya. Faza ga tau gimana nanyanya. Rasanya juga aneh kalau nanya sama Opa. Maaf kalau Faza jadi nyari tau soal itu dari Kakek."     

Kakek Arya tersenyum, "Sebenarnya kita dulu ketemu ga sengaja waktu ibu ngajak Kakek sama Wira ke Magelang."     

Aku berpikir sesaat, "Opa dulu tinggal di Magelang?"     

Kakek Arya mengangguk lalu tatapannya terlihat jauh ke ujung pandangannya. Tiba-tiba saja hening di antara kami. Aku dan Astro saling bertatapan, lalu Astro menggenggam tanganku.     

"Dewanto anak yatim piatu." ujar Kakek Arya yang menatapku dengan tatapan sendu, "Faza ga tau soal itu?"     

Aku hanya menggeleng pelan, tapi aku menahan napas karena jantungku terasa jatuh ke dasar kakiku.     

"Jangan terlalu berpikiran buruk sama Dewanto. Dewanto memang biasa nyimpen semuanya sendiri dan jarang percaya orang lain." ujar Kakek Arya yang tiba-tiba saja menatap Astro. "Kamu beruntung dapet kepercayaan dari Dewanto sebesar ini sampai bisa nikahin cucu satu-satunya. Kamu ga boleh ngecewain."     

"Astro ngerti, Kek." ujar Astro dengan mantap.     

Kakek mengangguk dan mengalihkan tatapannya kembali padaku, "Dulu ... Dewanto tinggal sama mbok Lasmi. Tetangganya yang bantu ibunya lahirin Dewanto."     

"Maksud Kakek, nenek buyut Faza meninggal waktu lahirin Opa?" aku bertanya untuk memastikan dugaanku.     

Kakek Arya mengangguk, "Dewanto cerita begitu sama Kakek. Katanya bapaknya merantau ke Banten, tapi ga pernah pulang. Mbok Lasmi ngasuh Dewanto dari bayi sampai umur enam tahun, tapi mbok Lasmi meninggal karena emang udah tua. Setelah mbok Lasmi meninggal, Dewanto terpaksa kerja sama priyayi-priyayi jadi pembantu biar bisa makan. Kalau Kakek sama Wira dateng dia seneng soalnya kita selalu bawa roti.     

"Pertama ketemu Dewanto dulu, Kakek sama Wira ikut mendiang ibu ke tukang jahit kebaya. Ga sengaja ketemu Dewanto di tukang jahit itu karena Dewanto disuruh ambil kebaya sama nyonya Hesti. Nyonya Hesti pelanggan setia di tukang jahit itu. Kakek sama Wira penasaran sama Dewanto karena mikir Dewanto seumuran sama kita, tapi udah kerja jadi pesuruh. Jadi kita ikutin ke rumah majikannya sambil ngobrol sepanjang jalan.     

"Nyonya majikannya baik, tapi tuan majikannya suka mabuk. Kadang Dewanto dipukul kalau ga nurut. Dewanto juga kena pukul kalau lagi apes karena kerjaannya sedikit berantakan." lanjut Kakek Arya.     

Tiba-tiba saja aku mengingat semua cerita bunda di diarynya. Kurasa aku mengerti kenapa Opa memiliki sikap keras saat masih muda dulu.     

"Beberapa kali Kakek ikut mendiang ibu ke Magelang, ibu akhirnya beli Dewanto. Ibu bayar ke majikan Dewanto dan ngajak Dewanto ikut tinggal bareng kita. Mendiang ibu kasihan liat Dewanto masih kecil udah jadi pesuruh dan kena pukul. Setelah itu ibu selalu nganggep Dewanto anak sendiri, ibu juga nyekolahin Dewanto sama kayak anaknya sendiri.     

"Tapi kalian pasti tau sifat Dewanto, walau dianggap anak sama mendiang ibu, tapi dia tetep kerja. Ngerjain semua yang bisa dikerjain kayak masih jadi pesuruh dulu. Waktu Kakek milih buat masuk ke militer, Dewanto minta ijin sama ibu ikut pelatihan militer bareng Kakek. Dewanto ga tau sebenernya Kakek milih militer karena ga mau warisin tombak itu." ujar Kakek Arya dengan sedikit senyum di ujung bibirnya.     

Aku baru tahu Opa pernah dianggap anak oleh nenek buyut Astro. Entah kenapa hatiku terasa hangat, tapi juga gelisah di saat yang sama. Aku berpikir, apakah Astro dan ayahnya menjadi begitu dekat dengan Opa karena Opa merasa berhutang budi pada keluarga Kakek Arya?      

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.