Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Dinas



Dinas

2Membiarkan Astro mengambil keputusan adalah pilihan terakhir yang kumiliki. Entah apakah karena aku sudah terlalu lelah dengan berbagai masalah yang datang bersamaan atau karena aku sedang menstruasi. Kurasa membiarkan Astro memberi keputusan adalah hal terbaik yang bisa kupilih.     

Aku memintanya bersikap tak terlalu tega pada Vinny. Aku bahkan memintanya memberi Vinny sedikit belas kasihan.     

Astro memikirkan permintaanku sepanjang malam dan muncul dengan sebuah solusi. Solusi yang bercabang dengan berbagai kemungkinan yang mau tak mau harus kuterima karena itu adalah resiko yang kuambil karena membiarkannya mencari jalan keluar untuk masalahku.     

Dia hampir tak pernah memintaku mengambil keputusan untuk pekerjaannya kecuali hanya untuk hal sepele seperti bertanya tentang bagaimana seleraku atau apakah aku menyukai desain pilihannya. Dia mengerjakan segala detail rumitnya seorang diri dan terbukti bisa menyelesaikan segalanya dengan baik. Mungkin benar jika perempuan memang tak seharusnya bekerja terlalu keras, tapi hatiku terasa tak rela walau kenyataan ini menamparku begitu nyata.     

Aku sudah memberi arahan pada Sari dan Giana saat sedang sarapan. Aku memberi tahu mereka bahwa mereka harus lebih berhati-hati.     

Sesuai saran dari Astro, aku akan bersikap biasa saja. Aku tak akan melakukan persiapan apapun agar tak memancing kecurigaan dari siapapun. Aku hanya diperbolehkan memberitahu ada seseorang sedang bertingkah mencurigakan di sekitar toko beberapa waktu belakangan ini.     

Mengenai keamanan toko, Astro mempercayakannya pada dua orang temannya yang tinggal di sekitar ruko. Mereka akan sering mampir untuk melihat-lihat barang-barang craft dan berusaha untuk mengikuti sesi belajar membuat kerajinan.     

Hal-hal lainnya sudah dipersiapkan oleh Astro dengan matang walau akan terlihat seperti dia tak melakukan persiapan apapun. Laki-laki itu benar-benar penuh perhitungan.     

Aku melepasnya ke kampus dengan hati masih gelisah. Menatapnya menjauh dengan motornya meninggalkan sensasi tak rela. Aku masih membutuhkannya untuk menenangkan diri, tapi aku harus melepasnya pergi karena itu memang hal yang harus kulakukan. Terlebih, sepertinya ucapannya berbulan-bulan lalu saat menemaniku mengunjungi makam keluargaku memang benar. Bahwa aku harus bisa tanpanya.     

Aku menelan getir yang tersisa dan kembali ke workshop. Pekerjaanku sudah menunggu dan aku memiliki janji bertemu dengan Dokter Alena pagi ini. Aku tak boleh terlihat buruk atau segalanya akan berubah seburuk penampilanku.     

Aku bergegas menaiki tangga dan memasuki kamar. Aku memakai make up tipis yang terlihat natural hanya untuk memberikan kesan segar di wajahku sebelum kembali menuruni tangga dengan menenteng laptop dan handphone.     

Tak lama setelah mengerjakan beberapa laporan dari email, semua partner kerjaku berkumpul di sekitarku. Aku memberi mereka briefing pagi seperti biasa dan melepas mereka ke lantai dua untuk mulai mempersiapkan diri. Tepat setelah mereka naik, Cacha masuk dan menghampiriku sambil tersenyum. Seorang perempuan berusia 24 tahun, dengan pakaian kasual dan rambut keriting pendek. Dia terlihat tomboy walau tetap terlihat cantik.     

"Pagi, Nona."     

"Pagi. Kamu udah bilang Kakek mulai hari ini bantu aku di workshop?"     

"Udah, Nona."     

Aah....     

"Jangan panggil aku Nona. Panggil namaku : Faza. Partner kerjaku pasti bingung kalau kamu manggil aku terlalu formal."     

"Okay, Faza." ujarnya dengan senyum simpul.     

Aku tersenyum. Pengawal profesional memang berbeda. Dia bisa dengan mudah mengikuti perintah dan menyesuaikan diri dengan suasana.     

"Ke atas yuk. Kita mulai kerja." ujarku sambil membereskan laptop dan handphone, lalu mengajaknya ke lantai dua.     

Semua partner kerjaku menatap kami penuh ingin tahu saat kami sampai di tangga anak paling atas. Aku memperkenalkan mereka dan memberitahu bahwa Cacha akan membantu Putri mengelola workshop mulai saat ini. Aku juga memberitahu mereka bahwa Cacha akan menginap di workshop ini menggantikanku jika aku pindah nanti.     

Aku mengajak Cacha ke ruang penyimpanan dan memberitahu detail apa saja yang perlu dia ketahui. Termasuk bagaimana menimbang dan membagikan bahan pada partner kerjaku yang lain, juga prosedur perawatan mutiara, segala alat perajin dan bagaimana kami membuang limbah produksi.     

Aku sudah membuat berlembar-lembar instruksi untuknya dan menjelaskan segalanya. Aku hanya perlu memastikan Cacha menjalankan semuanya dengan baik beberapa bulan ke depan sebelum aku benar-benar pindah ke luar negeri.     

"Ada dokter Alena di bawah." ujar Putri saat aku menjelaskan deskripsi pekerjaan pada Cacha.     

Aku mengangguk dan mengajak mereka berdua bersamaku. Aku meminta Putri memperlihatkan pada Cacha bagaimana kami mengepak perhiasan dan bagaimana Putri bernegosiasi pada pelanggan sebelum kami turun ke lantai satu.     

"Maaf ya, Dok, agak lama. Aku ada partner kerja baru. Namanya Cacha." ujarku sambil duduk di sebelah Dokter Alena dan menunjuk pada Cacha. Aku memberi isyarat pada Putri, Putri hanya mengangguk tanda mengerti.     

Putri menyodorkan paper bag berisi kalung mutiara milik Dokter Alena yang sudah selesai diperbaiki, "Dokter bisa cek dulu."     

Dokter Alena mengangguk dan mengeluarkan dua kotak perhiasan dari dalam paper bag. Dokter Alena membuka kotak perhiasan miliknya yang lama yang sudah kosong, lalu membuka kotak perhiasan khas kilik workshop kami yang berisi kalung mutiara miliknya.      

Dokter Alena mengambil kalung itu dan memperhatikan setiap detail pekerjaan Umar, lalu mencoba memakainya. Putri menyodorkan sebuah cermin pada Dokter Alena agar Dokter Alena bisa leluasa memperhatikan kalung di lehernya.     

"Ternyata emang bagus, sesuai sama sketsa yang lalu. Saya ga salah dateng ke sini walau awalnya cuma iseng. Saya suka sama hasilnya." ujar Dokter Alena dengan senyum mengembang di bibirnya.     

"Di dalam paper bag ada booklet cara nyimpen perhiasan dan cara ngerawatnya. Bisa dikerjain sendiri di rumah, tapi kalau Dokter ga yakin buat ngerjain sendiri bisa dibawa ke sini aja." ujar Putri.     

Dokter Alena mengangguk sambil melepas kalung dan meletakkannya kembali ke kotak, "Saya bayarnya di mana?"     

Putri bangkit dan mengajak Dokter Alena ke meja kasir. Aku meminta Cacha mengikuti keduanya sementara mereka bertransaksi. Aku hanya bergeming memperhatikan semuanya dari tempatku duduk.     

Mereka kembali menghampiriku dan duduk di sekitarku. Aku membiarkan Putri menjelaskan langkah-langkah tentang bagaimana agar perhiasan tak mudah kotor, sekaligus melihat bagaimana reaksi Cacha dalam mempelajari semuanya. Sejauh ini kurasa Cacha akan cepat belajar dan menguasai segalanya sebelum aku pindah.     

"Sebenernya ada yang mau aku tanya ke Dokter. Kalau Dokter ga keberatan." ujarku setelah Putri selesai dengan penjelasannya.     

"Silakan."     

"Dokter pernah nyebut pelukis yang nama samarannya Suzu waktu kita ketemu di galeri. Aku sempet nyari nama itu, tapi aku ga nemu. Aku bisa minta tolong Dokter ngenalin kita? Aku penasaran banget."     

"Soal itu ... saya ga bisa janji. Dia tertutup banget dan lebih suka sendiri, tapi saya bisa kasih kamu alamat galeri yang jual lukisan Suzu kalau kamu mau. Saya ga jamin kalian bisa ketemu di sana juga sih, soalnya Suzu biasa ngelukis di tempat tinggalnya."     

Aah begitukah?     

"Ga pa-pa, Dok. Alamat galerinya aja kalau boleh. Nanti kalau aku punya waktu mungkin aku bisa ke sana."     

Dokter Alena mengangguk dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling, "Ada kertas sama pulpen?"     

Cacha mengambil kertas dan pulpen dengan cekatan dari salah satu meja sudut dan menyodorkannya pada Dokter Alena. Dokter Alena menulis sebuah alamat dan nomor handphone, lalu menyodorkan ketas itu padaku.     

"Kamu bisa chat saya kalau kamu ga nemu alamat galerinya. Galerinya cuma galeri kecil. Ada di pinggir jalan, tapi akses masuknya agak susah. Pemilik galerinya emang eksentrik jadi jalan masuk galerinya harus muterin gang lain dulu."     

Aku mengangguk, "Makasih banyak, Dok."     

Dokter Alena menatap Putri dan Cacha bergantian sebelum bicara, "Bisa biarin saya ngobrol berdua?"     

Putri dan Cacha menatapku untuk meminta persetujuan. Aku hanya mengangguk singkat dan mereka segera beranjak ke lantai dua.     

Dokter Alena menatap mereka hingga mereka benar-benar menghilang dari pandangan kami dan menatapku, "Kamu inget saya pernah bilang kamu mirip seseorang?"     

Aku hanya mengangguk.     

"Saya pernah dinas KKN di rumah sakit pelosok. Waktu itu udah malem, ada perempuan bawa orang tua yang kakinya patah karena keinjek motor ke rumah sakit tempat saya dinas. Itu sekitar dua puluh dua tahun yang lalu, saya masih single. Saya inget dia nyebut namanya Ana. Kamu kenal?"     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.