Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Malu



Malu

2"Biar Zen yang mutusin sendiri ya. Zen anak baik. Dia pasti tau gimana harus bersikap. Mungkin Zen cuma butuh waktu sebentar." ujar oma.     

Kurasa aku tak memiliki pilihan lain selain setuju hingga aku mengangguk, "Faza milih Astro bukan karena terpaksa, Oma. Faza serius waktu milih Astro. Faza ga nyesel kok."     

Oma mengangguk, "Oma percaya. Oma juga dulu punya banyak masalah sama opa, tapi Oma ga nyesel milih opa jadi suami."     

Entah bagaimana, tapi ada sesuatu yang sejuk menyusup ke dadaku. Membuatku tak bisa menyembunyikan senyum di bibirku.     

"Oma ke ruang baca dulu ya, mau nemenin opa. Nanti abis makan ga usah diberesin, Faza istirahat aja." ujar oma sambil mengelus puncak kepalaku dan bangkit.     

"Makasih, Oma." ujarku saat oma berjalan menjauh.     

Oma hanya tersenyum dan mengangguk, tapi segera menghilang dari pandanganku tepat saat Astro datang. Mungkin mereka sempat berpapasan sesaat.     

Astro duduk di kursi yang ditinggalkan oma, kursi yang dulu sering dia duduki saat sedang berkunjung ke rumah ini. Lalu menopang dagu dengan tangannya.     

"Thank you."     

"Buat apa?"     

"Udah ngasih aku waktu ngobrol berdua sama oma."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "My pleasure."     

Aku bangkit untuk mengambil makanan dan meletakkannya di tengah-tengah kami, "Aku ga minat makan banyak. Jadi aku mau gangguin kamu aja."     

Astro hanya mengangguk sambil mengambil sebuah sendok dan menyodorkan padaku satu suapan, aku menerimanya. Kami menghabiskan makanan kami dalam diam karena kami tahu kami tak mungkin membahas apapun di sini. Tidak dengan semua kamera yang kami tak tahu di mana saja letaknya.     

Astro melarangku membereskan piring kotor dan sisa makanan. Dia memberi isyarat dia lah yang akan melakukannya. Aku hanya mengangguk dan menontonnya bekerja sambil memikirkan banyak hal.     

Aku bisa mengerti oma khawatir padaku, terutama dengan segala hal yang berhubungan dengan kasus Zenatta. Oma bahkan pernah terang-terangan bersikap begitu gusar saat kasus Astro menghamili Dissa mencuat. Aku sempat berpikir oma mungkin saja akan memintaku memutuskan hubungan dengan Astro walau oma tak pernah mengatakannya.     

Mungkin benar andai saja aku memilih Zen, hidupku akan jauh lebih tenang. Kami memiliki banyak kesamaan. Zen juga selalu bersikap baik padaku dan menepati janjinya untuk tak menganggu. Walau dia memiliki ribuan fotoku yang diambil secara sembunyi-sembunyi, juga melukisku di banyak kanvas, tapi entah kenapa aku bisa mengerti walau aku masih belum bisa membenarkan tindakannya.     

Aku justru memikirkan perasaannya andai aku mencium Astro tepat di depan matanya hari minggu nanti. Bagaimana reaksinya? Apa yang akan dia pikirkan tentangku? Juga bagaimana dengan mamanya? Mamanya akan ikut menonton sparring antara Zen dan Astro hanya demi bisa menemuiku, bukan?     

Astaga ... memikirkan semua ini membuat kepalaku berdenyut mengganggu.     

Astro mengamit tanganku setelah menyelesaikan semuanya, lalu menarikku untuk bangkit dan mengajakku menuju kamar. Genggaman tangannya terasa hangat dan nyaman, seperti yang selalu kuingat.     

Astro baru saja mengunci pintu kamarku saat aku memeluknya dengan erat. Aku tahu aku mencintainya. Aku tak ingin seorang pun mengganggu hubungan kami atau meragukan komitmen yang sedang kami jalankan bersama.     

"Aku denger kok obrolan kamu sama oma tadi." ujarnya sambil mengelus puncak kepalaku dan mengecupnya, "Thank you."     

Aku hanya menggumam mengiyakan sambil membenamkan wajahku di dadanya yang hangat. Aku tak memiliki apapun yang ingin kuutarakan. Aku hanya ingin memeluknya sedikit lebih lama.     

Astro mengamit daguku untuk menatapnya, "Ga usah mandi ya, ini udah hampir tengah malem. Kita istirahat aja. Aku temenin kamu ke makam besok pagi sebelum kita ke pertemuan."     

Aku hanya mengangguk. Aku sedang tak ingin berdebat dengannya sekarang. Aku tahu dia lelah.     

Kami berangkat jam setengah delapan malam dari workshop menuju bandara ditemani Jian. Astro menyetujui untuk berangkat malam ini karena semua deadline dan pekerjaannya hari ini sudah selesai.     

Kami hanya mengganti pakaian sebelum beranjak naik ke tempat tidur dan menyelimuti tubuh kami. Astro meletakkan kepalaku di lengannya dan memelukku dengan erat seperti biasa.     

Aku mendongkak untuk menatapnya dan mengelus sebelah wajahnya, "Honey."     

Astro hanya menggumam.     

"Bisa kita biasa aja kalau kamu nemenin aku ketemu Denada sama Mayang?"     

"Kenapa harus biasa aja?"     

"Denada mungkin baper kalau liat kita terlalu mesra."     

Astro mendengus pelan, "Kamu serius minta begitu?"     

Aku mengangguk dengan mantap, "Please, aku cuma mau minta tolong itu."     

Astro menatapku dalam diam sebelum bicara, "I'll try, tapi aku ga janji."     

"Please, Honey. Aku ga enak sama Denada."     

"Aku ga janji, tapi kamu punya janji mau cium aku di depan Zen. Aku ga sabar nunggu hari minggu." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aah laki-laki ini benar-benar menyebalkan....     

"Mamanya Zen mau liat kalian sparring. Gimana caranya aku bisa nyium kamu?" aku bertanya putus asa.     

Astro menyentil dahiku, "Bagus kalau mamanya ikut juga. Sekalian biar tau kalau keluarganya ga boleh ganggu istriku."     

Astaga ... yang benar saja?     

Aku merapatkan tubuhku dan membenamkan wajahku di dadanya, "Aku pasti keliatan ga tau malu banget, kamu tau?"     

"Seriously? Bukannya Zen yang ga tau malu? Ngambil foto candid kamu sampai ribuan? Ngelukis kamu banyak banget? Ngasih kamu kanzashi warisan turun temurun padahal kamu udah milih aku. Masih nempelin opa juga. Kamu ga liat itu tuh ga tau malu banget? Padahal mereka tau kamu udah jadi istriku?"     

Sial ... dia benar. Aku menelan semua kata-kata yang mungkin keluar. Aku tak memiliki kalimat apapun untuk mendebatnya sekarang.     

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Mungkin memang lebih baik aku tak membahas hal ini lebih lanjut. Kami harus beristirahat sekarang karena kami memiliki banyak hal yang harus kami lakukan besok.     

"Good night, Honey." ujarku sambil mengecup dadanya.     

"Kamu belum jawab pertanyaanku."     

Aku mendongkak untuk menatapnya, "Pertanyaan yang mana?"     

Astro menghela napas, "Siapa yang lebih ga tau malu?"     

Aku menatapnya dalam diam selama beberapa lama sebelum bicara, "Zen yang lebih ga tau malu. Aku tau kok."     

Astro tersenyum dingin, "Bagus kalau kamu tau."     

Aku menghela napas, "Aku bener-bener ga tau kenapa, tapi aku tetep cinta kamu walau kamu ngeselin atau nyeremin. Rasanya kayak aku bisa ngerti kenapa kamu begitu padahal aku ga suka waktu kamu lagi begitu. Aku aneh banget kan?"     

Astro menatapku dalam diam. Aku benar-benar tak tahu apa yang sedang dia pikirkan. Aku sama sekali tak berani menebaknya.     

Aku sudah tahu Astro mungkin saja akan mampu menyakiti atau membunuh seseorang. Aku memang takut, tapi entah bagaimana kurasa aku bisa mengerti. Entah apakah aku terlalu cinta padanya atau aku terlalu bodoh, tapi aku bisa mengerti sikapnya walau aku mungkin membutuhkan waktu untuk memahaminya dengan baik.     

Astro mengelus rambut di ujung dahiku perlahan, "Aku tau."     

Aah hanya itu yang dia katakan....     

Aku menundukkan pandanganku dan kembali membenamkan wajahku di dadanya. Detakan jantungnya adalah detakan jantungnya yang biasa, yang selalu menemaniku terlelap sejak kami menikah.     

Astro mengecup puncak kepalaku, "Kita punya seumur hidup buat saling ngerti. Kita pasti berubah dan ngerubah yang lain. Kita mungkin bikin salah, berantem, baikan lagi. Kamu ga perlu buru-buru. Aku juga."     

Aku hanya mengangguk dan memejamkan mata.     

"Aku akan jaga kamu baik-baik dan bikin kamu bahagia semampuku. Aku udah janji sama ayah kamu, ga akan aku langgar."     

Aku hanya mengguman mengiyakan. Aku tahu dia akan memenuhi janjinya, tak peduli bagaimana pun caranya. Aku mempercayainya.     

Astro mengamit daguku dan mengecup bibirku, "Aku minta maaf udah bikin kamu takut. Kamu bisa cium aku kalau aku lagi marah atau rayu aku sebisa kamu. Aku ga akan marah lagi."     

Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku, "Masih usaha bikin aku jago ngerayu?"     

Astro menggigit sedikit ujung bibirnya, "Aku bikin kamu jadi Master Perayu, tapi cuma boleh ngerayu aku."     

Dia membuatku tertawa.     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.