Kambing Hitam
Kambing Hitam
"Panggil Kus sama Wanto." ujar Pak Basri pada Bara.
"Iya, Pak." ujar Bara yang segera berlari keluar mencari orang yang disebutkan.
"SAYA GA NGAMBIL APA-APA. LEPASIN!! SAYA BISA TUNTUT KAMU! KAMU NUDUH-NUDUH SAYA TANPA BUKTI!" Tia berteriak dengan suara melengking yang membuat telingaku berdengung.
Aku baru saja berencana akan memukul tengkuknya untuk membuatnya pingsan saat mendengar Gusti memohon dengan suara merintih, yang membuatku mengarahkan tatapan ke arahnya. Astro memelintir lengannya hingga hampir saja membuat lengannya berada di posisi terbalik.
"Astro!" aku memanggilnya untuk memberinya peringatan.
Sepertinya Astro mendengarku walau tidak menoleh. Dia mengendurkan lengan Gusti yang terlihat lunglai tepat saat Rommy masuk dan menatap panik ke arah kami. Rommy menghampiriku dan memegangi lengan Tia, hingga membuatku melepasnya.
Aku mengambil handphone dari saku, "Kyle di deket sini kan?"
Rommy mengangguk, tapi belum sempat aku menelepon Kyle, Bara datang dengan dua orang penjaga keamanan area pembiakan mutiara di belakangnya. Sepertinya mereka adalah Kus dan Wanto, hingga aku membatalkan niat menelepon Kyle untuk sementara.
"Telpon pak Hilman." ujar Pak Basri.
Salah satu dari mereka menyerahkan borgol ke yang lain dan mengambil handphone dari saku sebelum beranjak keluar. Sedangkan yang lainnya membantu Astro mendudukkan Gusti ditopang meja dan memborgolnya di belakang punggung dengan menyelipkan rantai borgol ke kaki meja.
"JANGAN!! JANGAN BAWA SAYA KE POLISI! SAYA GA SALAH APA-APA! KALIAN NUDUH SEMBARANGAN!!" ujar Tia yang masih berteriak.
Rommy memukul tengkuk Tia dan membuatnya pingsan seketika, "Sorry, Nona. Dia terlalu berisik."
Aku tak bisa menyalahkannya karena aku baru saja berpikir akan melakukannya. Aku mengangguk singkat dan memberi isyarat untuk mendudukkan Tia di kursi, Rommy menurutinya. Namun kalimat Tia membuatku menyadari bahwa mungkin Pak Hilman yang disebut Pak Basri adalah polisi.
Aku menghempaskan tubuh di kursi yang tadi kutinggalkan sambil mengamati Tia yang terkulai di kursi, juga Gusti yang ditinggalkan oleh Astro karena Rommy menggantikannya berjaga. Aku mengamit wajah Astro saat dia duduk di sisiku untuk memintanya menatapku. Aku tahu dia hampir saja mematahkan lengan Gusti andai saja aku tak memanggil namanya tadi. Namun aku tak akan membahasnya sekarang.
"Kita kasih ke polisi aja, okay?"
Astro mengangguk, tapi tak mengatakan apapun. Dia terlihat mulai tenang walau masih ada sisa raut kesal di wajahnya. Aku tahu harga mutiara memang tak seberapa bila dibandingkan dengan semua aset yang Astro miliki, tapi mencuri tetaplah tindakan yang keterlaluan.
Kami berusaha merekrut mereka menjadi partner kerja dan Astro pasti tahu bagaimana caraku memperlakukan semua partnerku yang lain. Mungkin saja dia merasa tak rela bila aku diperlakukan curang bahkan sebelum mereka benar-benar menjadi partnerku. Terlebih, mutiara itu adalah hasil kerjanya bertahun-tahun sebelum kami menikah.
"Kus, Tia diborgol juga. Buat jaga-jaga." ujar Pak Basri pada Kus, yang tadi membantu Astro memborgol Gusti.
Kus memborgol kedua lengan Tia di belakang punggung dengan menyelipkan rantai di sela ganggang kursi. Kurasa kami bisa bernapas lega sebentar.
Wanto masuk ke ruangan dan terkejut saat melihat Tia pingsan, "Saya udah telpon pak Hilman, Pak."
Pak Basri mengangguk, "Jagain mereka berdua sampai pak Hilman dateng. Bisa-bisanya nyuri di sini."
"Nyuri apa, Pak? Bukannya mereka dateng buat kerja?" Kus bertanya.
Pak Basri menatap ke arahku dan Astro, "Kita serahin aja sama pak Hilman nanti. Biar diperiksa."
Aku menggenggam tangan Astro dan kami saling mengelus jari untuk menenenangkan diri kami masing-masing. Aku tahu kami tak mengharapkan ada kejadian seperti ini, tapi hal ini memang tak dapat dihindari.
"Bisa kita ngobrol sebentar, Pak?" aku bertanya pada Pak Basri.
"Bisa, Non."
Aku mengajak Astro bangkit untuk mengikuti langkah Pak Basri, juga memberi isyarat pada Rommy untuk mengikuti kami.
"Alan, Bara, kalian di sini dulu. Kus sama Wanto, jaga mereka semua." ujar Pak Basri. Kus dan Wanto mengangguk untuk menyanggupi.
Ruangan yang kami masuki sepertinya adalah ruang kerja yang jarang digunakan. Ada sofa dan meja, dua rak buku yang hanya terisi buku di beberapa rak saja, juga sebuah meja dan kursi kerja di sudut ruangan. Rumah yang kami pakai ini memang milik adik Pak Basri. Aku tak merasa heran jika rumah ini jarang sekali dipakai.
"Saya minta maaf tentang insiden yang tadi." ujar Pak Basri saat kami semua sudah duduk. "Mereka perajin yang bagus, tapi emang ada desas-desus mereka keluar dari sentra karena punya kasus. Saya udah interogasi, tapi kayaknya itu cuma rumor aja, makanya saya berani ngajak mereka ketemu Nona."
"Kasus apa kalau aku boleh tau?" aku bertanya.
Pak Basri terlihat salah tingkah, "Katanya mereka selundupin mutiara, tapi ga ada buktinya."
Astro menghela napas keras, "Mereka berempat?"
Pak Basri mengangguk, "Tapi buktinya ga ada, Den. Pihak sentra minta bantuan sama polisi juga waktu itu."
Hening di antara kami. Jika Pak Basri berkata sentra yang mempekerjakan mereka sudah meminta bantuan polisi, mungkin saja ada sesuatu yang terlewat.
"Rom, panggil Bara ke sini." ujarku.
Rommy mengangguk dan bangkit dari duduknya, lalu kembali tak lama kemudian dengan Bara di sisinya. Aku memberi mereka isyarat untuk duduk bersama kami setelah Rommy menutup pintu.
"Kamu tau sesuatu soal ini?" aku bertanya pada Bara.
Bara terlihat berpikir sebelum bicara, "Kalau yang hari ini saya ga tau. Saya fokus bikin cincin biar bisa diterima kerja bareng Nona."
"Kalau gitu ada kejadian sebelum ini?" Astro bertanya.
Bara terlihat ragu-ragu walau mengangguk, "Saya bisa cerita, tapi tolong jangan masukin saya ke penjara."
Aku dan Astro saling bertatapan. Kemudian mengalihkan tatapan kami kembali ke Bara.
"Aku ga bisa janji. Yang salah harus dapet hukumannya. Harusnya kamu tau soal itu." ujar Astro.
Bara menatap Astro dalam diam sebelum bicara, "Tapi saya ga salah."
"Ga salah menurut versi kamu?" aku bertanya.
"Bukan, Nona. Saya emang ga salah. Saya yang jadi kambing hitam waktu itu."
Hening kembali di antara kami. Aku menatap Bara dan Pak Basri bergantian. Sepertinya Pak Basri mengetahui sesuatu.
"Coba kita liat gimana cerita kamu." ujarku.
Bara menatapku dan Astro bergantian dalam diam sebelum bicara, "Saya bisa buktiin kalau saya ga salah, tapi tolong kasih saya kesempatan."
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini TIDAK DICETAK. Tersedia EKSKLUSI.F di aplikasi W.EBNOVEL. Pertama kali diunggah online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEBNOVE.L, maka kalian sedang membaca di aplikasi/website/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung dengan nulis komentar & SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya.
Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-