Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Terkenal



Terkenal

1Hampir seminggu berlalu, aku menghabiskan waktu dengan berada di kampus karena sedang ujian tengah semester dan toko Lavender's Craft untuk membantu Putri menyelesaikan souvenir pernikahanku. Yang membuatku semakin gugup karena menyadari aku sebentar lagi akan menjadi istri Astro. Harus kuakui ini terasa menyenangkan, tapi juga membuatku tiba-tiba merasa panik.     

Handphone-ku bergetar. Ada panggilan video call dari Astro.     

"Hai, Honey. Kamu masih di jalan?"     

Aku menggumam mengiyakan. Aku memang sedang dalam perjalanan ke galeri siang ini.     

Sebetulnya Zen menawariku untuk menumpang mobilnya karena kami akan ke dua destinasi, yaitu galeri dan ke studio Hendry, tapi aku menolaknya. Aku tak ingin membuat Astro bertingkah menyebalkan saat hari pernikahan kami semakin dekat.     

"Kamu udah makan?" aku bertanya karena sepertinya Astro sedang beristirahat di tempat tidurnya.     

"Udah. Aku kangen."     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Mengingat bagaimana dia bertingkah sangat manja saat aku datang ke apartemennya. Selama hampir seminggu ini kesehatannya berangsur membaik. Dia mengikuti saranku untuk menyempatkan diri memasak makanannya sendiri.     

"Proses jual-beli bangunan kemarin udah selesai, Honey. Tinggal ngurus balik nama pakai nama kamu."     

"Thank you, Tuan Astro."     

"My pleasure."     

"Kamu istirahat dulu sana."     

Astro menatapku dengan tatapan sayu, "Tadi pagi aku nyoba bikin bubur daging, tapi rasanya beda sama bikinan kamu."     

"Nanti aku bikinin lagi kalau kamu pulang."     

"Aku ga bisa langsung pulang abis UTS, Honey. Aku harus ngecek proyek opa."     

Aku memberinya tatapan sebal. Aku tahu proyek itu untukku, tapi dia bisa saja meminta Opa untuk menunda keberangkatannya satu atau dua hari. Kami akan menikah, ada banyak hal yang harus dipersiapkan.     

"Selama UTS nanti kayaknya aku ga bisa sering-sering nelpon atau chat kamu. Ga pa-pa kan?" dia bertanya.     

Aku tahu beberapa bulan ini dia memang tidak fokus dengan pendidikannya. Aku bisa mengerti jika dia ingin belajar dengan lebih serius, "Tapi bisa kan ngabarin aku beberapa kali?"     

"Aku usahain ya."     

Entah kenapa ini terasa menyebalkan. Walau sepertinya aku harus menghormati keputusannya.     

"Jangan cemberut begitu."     

"Kamu nyebelin."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Kamu bisa ketemu aku setiap hari kalau kita udah nikah nanti. Ga ketemu aku dulu beberapa minggu ga masalah kan?"     

Dia benar-benar menyebalkan. Dia pasti tahu aku masih belum merasa terbiasa berjauhan dengannya. Satu semester ini adalah rentang waktu paling lama kami saling berpisah sejak berkenalan bertahun lalu.     

Aku baru saja sampai di galeri. Aku memarkir mobil di sebelah mobil Zen. Zen menoleh padaku dan bertanya tanpa suara, apakah aku membawa payung?     

Aku hanya mengangguk. Di luar memang sedang hujan.     

"Kamu udah sampai?" Astro bertanya.     

Aku mengangguk dan menatapnya dalam diam. Aku masih ingin berbincang dengannya, tapi entah harus membahas apa.     

"Anything bothering you (Ada yang ganggu pikiran kamu)?"     

"Kabarin aku kalau kamu punya waktu. Lima menit juga ga masalah."     

"Segitu kangennya sama aku?" dia bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

"Serius, Astro. Kabarin aku kalau kamu punya waktu."     

"Kenapa kamu ga ke sini lagi aja minggu ini? Ga usah ke Gua Kreo."     

Aah, dia mulai bertingkah.     

"Aku cuma ketemu mereka minggu ini, Astro. Bakal susah ketemu mereka lagi kalau aku pindah ke Surabaya."     

"Ya udah. Sabar ga ketemu aku dulu beberapa minggu ini ya, Honey."     

"Nyebelin!"     

Astro tertawa, "Kalau deket udah aku cubit kamu."     

"Udah ah. Aku mau masuk. Kamu istirahat sana. Nanti malem aku video call lagi." ujarku sambil mengambil sebuah payung dari dashboard.     

"Inget janji kamu ya. Jangan nyanyi di studio nanti."     

Aku akan menggodanya sebentar, "Janjinya batal soalnya kamu nyebelin."     

"Hei, kamu udah janji kemarin."     

Aku tersenyum manis, "Aku janji ga nyanyi kalau kamu janji pulang abis UTS."     

"Ga bisa."     

"Ya udah. Nanti aku nyanyi aja."     

"Hon ..."     

Aku memutus sambungan video call sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya. Entah apakah aku bersikap kelewatan kali ini. Aku hanya merasa kesal.     

Aku membawa ransel dan handphone bersamaku, lalu membuka payung satelah membuka pintu dan bergegas masuk ke galeri. Aku terkejut saat menyadari Zen sedang menyandarkan punggung di dinding di sebelah pintu saat aku masuk.     

"Lama banget." ujarnya.     

"Ngapain nungguin aku?" aku bertanya sambil menaruh payung di sudut ruangan.     

Zen hanya diam, tapi memberiku isyarat untuk melanjutkan langkah. Terkadang sikapnya membuatku bingung.     

"Aku boleh nanya?"     

"Tanya aja."     

"Kamu punya pacar?"     

Zen menoleh padaku, "Kalau aku punya pacar kenapa?"     

Aku menaikkan bahu, "Ga pa-pa, nanya aja."     

Sebetulnya aku ingin menggali informasi tentang kenapa dia membeli buket bunga lavender, tapi entah kenapa aku justru bertanya apakah dia memiliki pacar atau tidak. Membuatku merasa aku bodoh sekali.     

"Nenek kamu suka makan apa? Aku coba bikin sebelum jemput kamu ke Gua Kreo." aku bertanya.     

"Ga usah bawa apa-apa. Bisa repot kalau nenekku suka sama kamu juga."     

Aku tak mengerti dengan maksud kalimatnya, tapi aku tak akan bertanya. Sudah ada beberapa orang saat kami sampai di ruangan melukis, termasuk Reno dan Kak Sendy.     

Reno tersenyum lebar sekali saat melihat kami masuk dan menghampiri kami saat kami akan duduk di sudut yang biasanya, "Kalian jadi ikut nanti sore? Daniel bercanda terus kalau aku nanya."     

"Aku ikut." ujarku. Aku sudah menghubungi Hendry beberapa hari lalu. Dia akan menyempatkan diri datang ke studio.     

"Aku ikut." ujar Zen.     

Ada binar di mata Reno saat kami menjawabnya, "Kamu sih ga mau ikut gabung band. Band-ku bentar lagi release single."     

"Aku lebih suka ngelukis. Lagian jadi seleb tuh capek." ujar Zen.     

Aku setuju dengannya. Melukis di galeri terasa lebih menenangkan dibandingkan berkutat dengan hingar bingar media. Tunggu sebentar ....     

"Kamu kenal Daniel di mana?" aku bertanya pada Reno.     

"Dia anak temen papaku. Kebetulan pernah ketemu dulu pas papa ngajak aku main ke rumah dia."     

Aku mengerti sekarang. Tadi aku sempat berpikir mungkin Zen lah yang mengenalkan keduanya.     

"Kayaknya cuma segini yang ngumpul. Kita mulai aja ya. Ada yang mau ngusulin tema hari ini?" kak Sendy bertanya.     

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Hanya ada tujuh orang termasuk aku hari ini. Mungkin hujan menghambat yang lain untuk datang.     

"Boleh coba tema musik?" Reno bertanya.     

"Boleh. Kenapa ga?"     

Aku tersenyum lebar pada Reno, "Semangat banget ya kamu?"     

"Iya dong. Kalau terkenal aku bisa punya duit sendiri. Bisa tour keliling. Bagus kalau bisa ke luar negeri."     

Aku mengangguk. Kurasa dia benar. Walau aku tak ingin berurusan dengan media, bukan berarti orang lain juga berpendapat sama sepertiku.     

Reno tersenyum sebelum kembali ke sudut melukis pilihannya. Dua tahun aku mengenalnya, dia memang selalu penuh energi. Aku tak merasa heran jika dia menyukai profesi musisi sebagai pilihan hidupnya.     

Aku mulai mencampur warna hijau dan biru untuk menghasilkan warna cyan, lalu mencampur warna merah dan ungu untuk menghasilkan warna magenta. Melukis dengan tema musik membuatku mengingat saat aku bernyanyi dengan Astro saat acara kelulusan kami setengah tahun lalu.     

Sepertinya Astro benar. Beberapa minggu tak bertemu dengannya mungkin akan baik-baik saja. Aku hanya perlu membiasakan diri. Sebentar lagi kami menikah. Kami akan bisa bertemu setiap hari, bukan?     

Handphone-ku bergetar. Ada pesan dari Hendry.     

Hendry : Aku tunggu di studio. Viona maksa mau ketemu kamu     

Aku : Aku masih di galeri. Nanti aku kabarin kalau aku jalan     

Hendry : Astro tadi nelpon. Minta kamu jangan nyanyi     

Aah, laki-laki itu benar-benar ....     

Tunggu sebentar ....     

Aku : Kamu sama Viona jadian?     

Hendry : Belum     

Aku : Semoga lancar ya     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku. Kenapa ini terasa menyenangkan?     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.