Punggung
Punggung
"You are doing great all this years (Kamu udah lewatin semuanya dengan hebat bertahun-tahun ini)." ujarnya sambil menatapku lekat, seolah tak rela satu ekspresi pun terlepas darinya.
"Thanks to you. Kamu yang bantu aku lewatin semuanya."
Astro menggeleng, "Aku cuma nemenin, Honey."
Aku menatapnya dalam diam. Aku tak memiliki kalimat apapun yang akan kukatakan padanya. Bahkan sekadar kata "I love you" pun, sepertinya tak akan cukup.
Astro mendekatkan dirinya padaku, meraih wajahku dan mengecup bibirku dengan lembut. Perlahan, dia mencumbunya hingga napas kami terasa semakin berat dan hangat. Tangannya yang sesaat lalu berada di wajahku kini berpindah menjalari punggungku dan menarikku lebih dekat padanya, membuat bulu halusku meremang.
"Kamu siap?" dia bertanya setelah melepas bibirnya dariku.
Entah bagaimana tiba-tiba aku merasa panik. Perutku mual. Terasa seperti ada sensasi memutar yang tertahan. Aku membuka mata dengan paksa. Napasku menderu mengingat sensasi bibir lembut Astro yang baru saja terlepas dariku.
Aku bermimpi.
Aku mencari handphone di meja di sebelah tempat tidurku, pukul 00.23. Masih tengah malam.
Aku memaksa tubuhku bangkit menuju kamar mandi, lalu membasuh wajah beberapa kali untuk menyadarkan diriku sendiri bahwa yang baru saja kualami hanyalah mimpi. Astaga, jantungku berdetak tak berirama.
Aku mengelap wajah dengan handuk sebelum duduk di kursi kerja. Aku menyalakan laptop dan mengaktifkan wifi, lalu berniat mengecek semua laporan dari Pak Bruce dan Putri. Namun tiba-tiba Astro memberiku pesan yang langsung muncul di layar laptop.
Astro : Baru bangun, Honey? Aku video call ya
Astro memberiku panggilan video call bahkan sebelum aku sempat membalas pesannya. Aku menolak panggilan video call darinya. Aku tak akan sanggup menatap wajahnya sekarang.
Aku : Chating atau telpon aja dulu. Jangan VC
Astro : Kenapa?
Aku : Nanti kalau kamu tambah kangen aku yang repot. Kamu kan ga bisa pulang weekend ini
Astro : Aku udah bisa ngendaliin diri kok sekarang. Angkat VC-nya
Aku : Jangan
Astro memberiku panggilan video call berkali-kali hingga aku terpaksa menerimanya. Dia benar-benar menyebalkan. Coba lihat wajahku, merah sekali.
"Kamu sakit?" Astro bertanya dengan tatapan khawatir.
"Aku sehat kok."
"Muka kamu merah begitu. Udah cek suhu? Demam ga?"
Entah kenapa tanganku refleks meraba dahi dan tengkuk. Bulu halusku masih meremang hingga sekarang, "Ga demam."
"Yakin?"
Aku mengangguk. Namun Astro justru menatapku dengan tatapan menyelidik dan membuatku merasa canggung. Bagaimana aku harus menjelaskan padanya aku baru saja bermimpi kami ...? Sial, ini terasa menyebalkan sekali.
"Sebentar ya. Aku mau ke dapur ngambil susu." ujarku yang langsung beranjak dan meninggalkan Astro tanpa menunggunya menjawab lebih dulu.
Aku mengambil segelas susu dingin dan sebuah pir dari kulkas untuk kubawa kembali ke kamarku. Aku berhenti tepat di depan pintu sebelum masuk ke kamar. Kenapa aku bersikap seperti ini?
Aku menghela napas dan memaksa kaki melangkah masuk dan menutup pintu, lalu kembali duduk dan menemukan Astro masih menatap layar. Dia benar-benar menungguku. Aku menatapnya sambil meneguk susu. Melihat bibirnya membuatku salah tingkah hingga aku terpaksa menundukkan pandangan.
"Kamu kenapa sih?"
"Ga pa-pa. Kamu ga kerja?" aku bertanya sambil meraih pir dan menggigitnya.
"Coba liat aku."
Bagaimana mungkin aku mampu menatapnya dengan isi kepalaku yang sedang berpikir macam-macam seperti ini?
"Honey."
"Kerjaan kamu udah selesai?" aku bertanya sambil membuka laporan dari Pak Bruce untuk menghindari menatapnya.
"Hei, look at me (Liat aku)."
Aku menghela napas dan menatapnya, "Kenapa?"
"Kamu ngehindarin aku ya?"
"Ga. Siapa yang ngehindarin kamu?"
"Kamu aneh dari tadi."
Aku menatapnya sambil menggigit pir. Kenapa matanya terlihat lebih sayu dibanding biasanya? Apakah dia kurang beristirahat? Atau aku hanya berpikir berlebihan? Sepanjang hari ini Astro memang sibuk sekali. Dia bahkan hanya sempat mengirimiku pesan sebelum aku tidur beberapa jam lalu.
"Kamu ngapain aja di kafenya Zen tadi?" dia bertanya.
"Mamanya ngasih aku kanzashi."
"Kanzashi?"
"Nanti aku kasih liat kalau kamu pulang. Aku juga belum buka. Dibungkus pakai kain furoshiki gitu jadi aku sayang buka sekarang."
"Kenapa dikasih ke kamu?"
"Katanya Kak Liana ga mau pakai, jadi dikasih aku."
Astro terdiam sebelum bicara, "Kamu ga bisa nolak?"
"Aku ga enak nolaknya."
Astro menghela napas, "Kebiasaan kamu yang sering nyusahin. Kanzashi itu bisa jadi benda penting buat mereka."
Aku tahu dia benar. Aku sudah mendapat firasat tentang itu sejak masih di kafe tadi siang. Aku hanya tak sanggup menolaknya. Bagaimana mungkin aku menolak pemberian dari orang yang berusaha melepasku dengan tulus?
"Aku harus gimana sekarang?" aku bertanya.
"Mau gimana lagi?"
Dia membuatku merasa buruk dengan diriku sendiri. Jika aku memang harus mengembalikannya, bagaimana caranya?
"Kamu jadi ke Jogja weekend ini?" dia bertanya.
Aku menggumam mengiyakan, "Opa udah ngasih ijin, tapi mau liat dulu seminggu ini kondisinya aman atau ga. Kalau aman mungkin aku berangkat sendiri. Ada Lyra sama Rommy yang jagain aku dari jauh."
Astro mengangguk, "Nanti kabarin aku ya. Aku ga tau nanti jadi ke proyek atau ga. Kalau aku batal berangkat ke sana, aku tetep ga bisa pulang. Deadline-ku banyak banget. Ini udah mepet mau UTS juga."
Aku hampir saja lupa. Sebentar lagi ujian tengah semester kami dilaksanakan. Kami pasti akan menjadi sangat sibuk hingga hari itu tiba.
"Kita ga bisa ketemu dalam waktu deket, Honey."
"I'm okay. Kamu ga boleh telat makan, kamu tau? Kamu pasti sibuk banget nanti."
Astro menatapku dengan tatapan sendu. Sepertinya matanya memang terlihat lebih sayu. Mungkin dia kelelahan mengurusi segala hal yang terjadi beberapa waktu belakangan ini.
"I'm sorry." ujarku sambil meletakkan pir dari tanganku.
"Kenapa minta maaf?"
"Aku ga bisa nemenin kamu di sana sekarang."
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Sebentar lagi kamu jadi istriku. Aku sabar kok."
Sepertinya wajahku memerah. Entah kenapa aku tiba-tiba mengingat mimpiku sesaat lalu. Sentuhannya terasa sangat nyata, membuat bulu halusku meremang kembali.
"Aku dapet laporan dari Paolo soal Gisel yang waktu itu dateng ke pengadilan. Kamu tau beritanya?" dia bertanya.
Aku mengangguk, "Aku tau. Tadi temen-temenku ngajakin ngelabrak dia, tapi aku tolak."
Astro menatapku tak percaya, "Emang susah banget ya bikin kamu cemburu?"
"Siapa bilang? Aku cemburu."
Seketika hening di antara kami. Astro menatapku dengan tatapan menyelidik walau ada rona merah menyebar di wajahnya dan membuatnya terlihat menggemaskan.
"Kenapa ga bilang?" dia bertanya.
Aku akan menggodanya sebentar, "Ngapain bilang? Buat bikin kamu seneng?"
"Iya. Bikin aku seneng. Kasih tau kalau kamu cemburu."
Aah, jawabannya di luar dugaanku.
"Okay. Aku cemburu. Aku ga suka ada perempuan kepedean nganggep kamu punya dia padahal kita sebentar lagi nikah. Aku ga suka."
Astro tersenyum malu-malu, tapi tak mengatakan apapun. Wajahnya merona merah sekali. Entah bagaimana, tapi aku terdengar seperti Astro sedang melarangku bertemu Zen atau laki-laki lain yang tidak disukainya. Inikah yang disebut dengan kesamaan pasangan?
"Kamu pasti seneng banget ya?" aku bertanya sambil tersenyum manis.
"Kalau kamu deket kamu udah aku cium, Honey. Untung aja kita jauh."
Kalimatnya mengingatkanku pada mimpiku lagi. Sensasi lembut bibirnya dan sentuhan tangannya di punggungku masih terasa nyata bagiku. Sepertinya akan lebih baik jika aku menyudahi video call kami sekarang. Lagi pula dia pasti memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan.
"Aku mau ngecek laporan dari Pak Bruce. Harus selesai malam ini. Aku matiin video call-nya ya."
"Sekarang kamu masih bisa menghindar. Aku ga akan biarin kamu nolak aku kalau kita udah nikah nanti." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Astaga, kenapa terasa seperti aku sedang berpikiran mesum tentangnya? Tunggu sebentar, sepertinya memang seperti itu. Perasaan ini menyebalkan sekali.
"I love you, Tuan Astro." ujarku sambil tersenyum manis dan menutup video call sebelum dia sempat menjawab.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-