Kesamaan
Kesamaan
Terlebih saat Nina dan Bian sedang sibuk berkutat berdua di sudut sofa yang berbeda. Mereka benar-benar memancarkan energi sepasang manusia yang sedang saling mencintai.
Sebetulnya aku berharap Mama Zen berada di kafe, tapi ternyata mamanya sedang menjemput ibunya (nenek Zen) di Jogja. Seharusnya aku bertanya lebih dulu sebelum ikut ke sini.
Aku meneguk green tea float yang kupesan sesaat lalu, aromanya membuatku merasa bersalah pada Astro. Mungkin memang lebih baik jika aku langsung ke toko Lavender's Craft saja.
"Minggu depan mau nih." ujar Zen sambil menatap layar handphone. Dia membuat grup pesan baru berisi teman-teman SMA. Kami berencana akan bermain di Gua Kreo.
Aku belum memberitahu siapa pun selain Zen bahwa aku akan menikah. Aku juga belum tahu apakah aku akan memberitahu teman-temanku saat kami bertemu. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama mereka sebelum pindah ke Surabaya.
"Kamu ga usah bawa mobil. Nanti aku jemput sekalian jemput yang lain."
"Aku aja yang jemput kalian. Ga pa-pa kalau kamu mau nyetir, tapi pakai mobilku aja." ujarku karena tahu Astro pasti tak akan menyukai idenya.
"Kapasitasnya sama aja kan pakai mobil kamu atau pakai mobilku?"
"Mobil itu asisten Astro."
"Kamu nganggep mobil itu kayak makhluk hidup ya?"
"Bukan gitu, tapi aku ngerasa lebih nyaman pakai mobilku. Berasa lagi sama Astro." mungkin akan lebih baik jika aku menjelaskannya seperti itu. Kuharap Zen tak menganggapku aneh.
Entah kenapa tatapannya terasa berbeda. Tunggu sebentar, semalam Oma berkata bahwa Zen mirip Opa. Haruskah aku mulai mencari kesamaan di antara keduanya? Mungkin aku akan mendapatkan petunjuk.
"Maaf, boleh gabung?" seorang perempuan dengan rambut ombre violet pink sepanjang bahu bertanya. Ada seorang perempuan lain dengan wajah oriental di sebelahnya.
Zen menatapku dalam diam, seolah sedang meminta pendapat. Aku hanya menaikkan bahu. Aku akan membiarkannya yang mengambil keputusan.
"Ada perlu apa?" Zen bertanya pada perempuan itu.
Aku tahu Zen memang selalu memaksudkan setiap kata dalam kalimatnya, tapi bertanya seperti itu bukankah terlihat tak sopan? Sama seperti Opa yang tak pernah berbasa-basi sejak dulu. Inikah yang dimaksud oleh Oma?
"Aku ... mau ngobrol sama Kak Zen kalau boleh."
Zen terlihat berpikir sebelum menjawab, "Sebentar aja ya."
Ada binar di mata mereka saat Zen mengizinkan mereka duduk bersama kami. Perempuan yang berwajah oriental duduk lebih dekat dengan Zen, dengan temannya duduk di sisinya.
"Namaku Cleo, Kak. Ini Sora." ujar perempuan yang menyapa Zen tadi sambil menunjuk ke arah temannya.
"Kalian udah tau namaku. Aku ga perlu ngenalin diri lagi kan?"
Cleo dan Sora saling bertatapan dengan canggung, tapi entah kenapa mereka tersenyum. Jika aku mendapatkan reaksi seperti itu, sepertinya aku akan langsung mengabaikan Zen karena bersikap tak sopan.
"Kalian kenal aku dari mana?"
"Kita satu kampus dan satu angkatan, Kak, tapi kita jurusan musik." ujar Cleo.
Aku mengambil greentea float dan meneguknya untuk menyembunyikan senyum yang hampir saja keluar. Aku tak tahu Zen ternyata sepopuler itu. Entah kenapa terasa seperti aku sedang mencuri dengar pembicaraan yang tak seharusnya kudengar.
Sejak awal mereka memanggil Zen dengan sebutan "Kakak", tapi baru sekarang aku mengerti sepertinya Zen lebih tua dariku. Mungkin dia seusia dengan Astro, dan aku baru menyadari dia sudah bisa mengendarai mobil sejak kami kelas sebelas, sama seperti Astro. Aku benar-benar bodoh sekali karena baru menyadari hal ini.
"Faza, bukan pacarnya Kak Zen kan?" Sora bertanya padaku. Hampir saja membuatku tersedak andai saja aku tak terlebih dulu menelan greentea float di mulutku.
Aku meletakkan gelas dan memberinya isyarat tangan, "Bukan. Kita ... mm, sahabat."
Kurasa akan lebih baik jika aku mengatakannya seperti itu. Aku dan Zen memang lebih dari sekadar teman. Setidaknya, Opa menganggapnya cucunya. Walau aku sudah pasti tak akan menganggapnya sama seperti Opa, sepertinya menganggapnya sahabat tak akan menimbulkan masalah.
"Kalian kenal aku dari mana?" aku bertanya hanya untuk memastikan.
"Kakak kan terkenal belakangan ini." ujar Cleo sambil melirik ke arah Sora.
"Kalau gitu kamu beneran sama Astro?" Sora bertanya. Sepertinya aku baru menyadari Sora tak suka berbasa-basi.
Aku mengangguk, "Udah dua tahun."
Sora terlihat senang sekali. Jika aku bisa menebak, sepertinya dia menyukai Zen.
"Kamu beneran tunangan sama Astro?" Cleo bertanya.
Aku memperlihatkan semua jari-jari tanganku, "Apa aku keliatan kayak orang yang udah tunangan buat kalian?"
Cleo menggeleng, "Tapi di foto waktu itu kamu pakai cincin."
"Emangnya kalau pakai cincin udah pasti tunangan?"
Mereka berdua menggeleng. Kurasa sekarang aku tahu bagaimana caranya media bermain dengan isu dan cara mereka mempengaruhi pendapat netizen sesuai keinginan.
"Aku boleh minta nomor hape kamu? Aku pengen bisa ngobrol sama kamu." ujar Cleo.
"Sorry. Faza ga bisa kasih nomor ke sembarang orang." ujar Zen bahkan sebelum aku bisa menjawab.
"Kalau nomor Kak Zen aja, bisa?" Sora bertanya.
"Aku juga ga bisa kasih nomor ke sembarang orang."
Sora dan Cleo saling bertatapan. Sepertinya mereka kecewa. Alih-alih pergi karena merasa ditolak, mereka justru bergeming.
"Maaf ya, Kak, kalau kita lancang. Kita cuma mau kenal Kakak lebih deket. Nanti kalau kita papasan mungkin kita bisa ngobrol sebentar." ujar Sora.
Zen tersenyum singkat. Sepertinya dia melakukannya hanya untuk sopan santun. Opa pun biasanya hanya akan menggangguk singkat saat menyetujui sesuatu. Apakah itu bisa disebut sebagai reaksi yang serupa?
"Ada lagi yang mau kalian bahas?" Zen bertanya.
"Kenapa Kakak masuk jurusan Seni Rupa Murni? Kita liat video kalian waktu manggung bareng di sosmed SMA Amreta Tisna." Cleo bertanya.
Zen menoleh padaku, "Karena kita suka ngelukis. Kalian belum liat lukisan yang kita berdua bikin kan?"
Sora menggeleng, "Kayaknya ga ada di sosmed ya?"
"Ada di website sekolah."
"Gitu ya? Nanti aku coba cari. Kalian bikin berdua?" Sora bertanya, walau ada tatapan menyelidik saat dia menatapku.
"Sebenernya ide lukisannya punya Faza. Aku cuma bantu."
"Kita bikin bareng, jadi lukisannya emang lukisan kita." ujarku untuk meralat ucapan Zen.
Zen tersenyum lebar sekali. Entah apa yang dia pikirkan, tapi Opa tak pernah tersenyum selebar itu sebelumnya. Namun bukan berarti tidak pernah, bukan? Mungkin aku hanya tak pernah melihatnya.
Aku melirik jam di lengan, pukul 14.02. Aku menoleh ke arah Nina dan Bian yang duduk saling menempel di sofa yang lain. Mereka sedang membahas sesuatu di layar handphone.
Aku akan ke toko Lavender's Craft sekarang. Aku sudah terlalu lama di sini dan sepertinya akan mengganggu percakapan Zen dengan teman-teman barunya.
"Kamu mau cabut sekarang?" Zen bertanya.
Aku mengangguk. Bagaimana dia bisa tahu?
"Sorry, aku mau pulang. Kalian bisa lanjutin obrolan kalian di sini." ujar Zen pada Cleo dan Sora. Mereka terlihat tersinggung dengan keputusan Zen yang tiba-tiba.
Sebetulnya aku merasa heran. Akulah yang ingin segera ke pergi, tapi kenapa dia ikut pergi juga? Dia benar-benar akan pulang dan tak akan membuntutiku, bukan?
Zen bangkit dan memberi isyarat pada Bian, sepertinya Bian mengerti.
"Sorry, kita duluan ya." ujarku pada Cleo dan Sora karena mereka terlihat tak rela walau ikut bangkit.
"Maaf ya, Kak, kalau kita ganggu." ujar Cleo pada Zen.
"Ga masalah." ujar Zen sambil memberi mereka anggukan kepala sebagai tanda perpisahan.
Aku tersenyum pada mereka sebelum mengikuti Zen keluar dari cafe dan menatapi sosok Zen di sebelahku, "Kamu beneran mau pulang?"
"Iya lah. Masa mau ngikutin kamu? Nenekku harusnya udah sampai rumah sekarang."
Aku lega mendengarnya, "Salam buat Mama sama nenek kamu."
Zen hanya tersenyum sebelum memasuki mobilnya. Entah kenapa aku lebih menyukai sikapnya yang seperti ini dibandingkan dengan sikap menyebalkannya selama dua tahun ke belakang.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-