Furniture
Furniture
"Kenapa kamu? Sakit?" Zen bertanya saat kami sedang menuju parkiran.
Aku menggeleng. Aku tak ingin membahasnya.
"Buket bunga kamu ada di mobil. Nanti ambil dulu."
Aku menoleh dan memaksakan diri untuk bicara, "Kan aku ga dateng."
Zen menaikkan bahu, "Kak Liana yang nitip soalnya udah berangkat ke Aussie kemarin sore."
Aku hanya mengangguk. Aku akan memberi pesan pada Kak Liana setelah sampai di rumah.
"Persiapan kamu udah sampai mana?"
"Tinggal nunggu semua pesenan jadi. Mungkin bulan depan udah siap."
"Udah punya tanggal?"
Aku menggeleng, "Aku biarin Astro yang ngatur. Aku belum tau tanggal berapa."
Zen menatapku tak percaya, tapi tak mengatakan apapun. Aku mengikutinya ke mobilnya untuk menerima buket bunga titipan Kak Liana. Bunga itu masih terlihat sama seperti saat aku mengantarnya karena bunganya adalah bunga artifisial.
"Thank you, Zen." ujarku sambil menatapi buket bunga lily of the valley di tanganku.
"Kak Liana juga nitip ini." ujar Zen sambil menyodorkan sebuah buku.
Aku menerimanya. Sepertinya itu adalah novel tentang pernikahan. Aku akan membacanya nanti saat memiliki waktu senggang.
"Saranku, jangan baca itu sebelum nikah."
"Kenapa?"
"Nurut aja. Baca itu kalau kamu udah nikah. Jangan sebelumnya."
Sebetulnya aku penasaran, tapi rasa jamu di tenggorokanku membuatku menahan kalimatku. Bicara dalam keadaan tenggorokan terasa pahit seperti ini terasa menyebalkan.
"Pulang sana. Pak Deri udah nungguin tuh." ujar Zen sambil memberi isyarat ke arah Pak Deri yang menunggu di sebelah mobilku.
"Makasih ya. Nanti aku chat kak Liana."
Zen hanya mengangguk.
Aku menghampiri mobilku dan baru saja menyadari Zen berjalan kembali ke arah gedung fakultas. Bukankah dia juga ingin pulang? Atau dia sengaja menemaniku ke parkiran untuk memberikan buket bunga dan buku pemberian Kak Liana?
"Mau pulang atau ke toko, Non?" Pak Deri bertanya, yang berhasil membuyarkan lamunanku.
"Pulang aja, Pak."
"Baik, Non."
Aku duduk di kursi sebelah kemudi sambil mengecek berbagai pemberitahuan di handphone. Putri memberi laporan bahwa Gon dan Vinny memulai hari pertama bekerja mereka dengan baik. Denada dan Mayang masih meributkan kapan kami akan bertemu kembali. Oma memberi kabar bahwa Oma sedang menemani Opa check up di rumah sakit.
Aku memberi pesan pada Kak Liana untuk mengucapkan terima kasih atas buket bunga dan buku darinya, tapi Kak Liana belum membalas pesanku. Aku baru saja akan membuka pesan dari Astro saat dia memberiku panggilan video call lebih dulu. Aku menerimanya.
Astro sedang berada di mobil dengan topi schoolboy bertengger di kepalanya, "Hai, Honey."
"Aku baru aja mau chat kamu."
"Kenapa ga video call?"
"Mulutku masih berasa pahit."
"Makanya jangan bikin game sembarangan." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Aku menatapnya sebal, "Tadinya aku mau ngirim foto ke kamu."
"Foto apa?"
Aku mengambil buket bunga dan memperlihatkannya, "Dari Kak Liana. Katanya biar aku cepet nikah."
"Kita kan emang mau nikah."
Aku akan menggodanya sebentar, "Oh ya? Tanggal berapa?"
"Nanti kamu tau. Beberapa bulan lagi. Siapin diri, makan yang banyak. Aku udah minta Ray kirim steak ke rumah nanti sore."
"Akhir tahun?"
"Nanti kamu tau, Honey."
Merahasiakan sesuatu dariku memang bukan hal baru baginya. Dia memang selalu begitu. Walau beberapa minggu lalu dia sudah berjanji untuk menceritakan segalanya padaku, kurasa yang seharusnya menjadi rahasia tetaplah menjadi rahasia. Seperti tentang proyeknya bersama Opa. Aku tak tahu apa proyek yang sedang dia kerjakan atau berada di mana.
"Kamu mau pulang ke apartemen?" aku bertanya.
"Aku mau ke toko furniture sebentar sebelum pulang."
"Toko furniture?"
"Beli lemari sama meja kerja buat kamu." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa. Ternyata dia memang mempersiapkan segalanya. Dia membuatku terharu.
"Kamu ga nanya aku maunya yang gimana?"
"Aku kan tau selera kamu. Kamu pasti suka."
Dia benar. Email berisi berbagai pilihan tema untuk pernikahan yang dia kirimkan padaku bulan lalu sudah membuktikannya.
"Thank you, Astro."
"Apa sih yang ga buat Calon Istriku yang Cantik?"
Kemudian terdengar suara deham. Astro mengalihkan tatapan ke sebelahnya dan memberinya tatapan tajam.
"Siapa?" aku bertanya.
Astro mengarahkan kamera handphone ke samping. Ada Paolo di sana.
"Kamu di Surabaya?"
"Bos manggil. Aku harus dateng kan?" ujar Paolo dengan senyum lebar.
"Kamu dateng ke pertemuan minggu ini?"
"Aku dateng. Kita bisa ketemu di sana."
"Okay."
Astro mengalihkan kamera kembali pada dirinya sendiri, "Aku usahain pulang, tapi kalau aku ga bisa pulang, kamu bisa bareng Denada."
Aku mengangguk, "Kabarin aku beberapa hari sebelumnya ya."
"Kalau besok kamu bisa ke pengadilan, mungkin kita bisa ketemu sebentar, tapi cuma bisa ketemu di mobil. Aku ga mau ambil resiko kamu keliatan sama media."
"Besok aku mau ke galeri, Astro."
"Lebih milih galeri dibanding aku ya?"
"Bukan gitu. Besok ada banyak anggota baru. Ada anak-anak klub lukis dari SMA sama beberapa kenalan Zen sama Kak Sendy."
Astro hanya menatapku dalam diam. Dia membuatku merasa buruk dengan diriku sendiri.
"Aku titip makanan buat kamu ke Pak Said ya."
Astro masih bergeming. Dia benar-benar tahu cara memaksaku tanpa melakukan apapun.
"Kalau sempet aku dateng, tapi aku ga janji."
"Jangan bareng Zen besok. Minta dia bawa mobilnya sendiri."
Aku menghela napas. Aku akan menuruti permintaannya, "Okay. Ada yang lain, Tuan Astro?"
"Aku mau cake buah satu loyang, brownies dua loyang."
"Okay. Ada lagi yang lain, Tuan?"
"Bawa dua gelas jamu. Kayaknya aku mulai ketagihan."
Sepertinya wajahku memerah, "Aku lebih milih ga ketemu kamu dari pada bawa jamu. Ini pahitnya masih berasa, kamu tau?"
"Aku ga keberatan."
"Aku keberatan." ujarku dengan tatapan tajam.
Aku khawatir Astro akan lebih memilih meminum jamu untuk bisa menyentuhku dibanding harus menahan diri. Jika janjinya padaku benar, seharusnya kami bisa menahan diri sebentar lagi.
"Aku tutup ya. Kamu harus hati-hati di toko furniture nanti." ujarku yang langsung mematikan sambungan video call walau aku tahu dia baru saja akan memprotes keputusanku.
=======
Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE
Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte
Novel ini TIDAK DICETAK.
Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.
Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.
Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!
Regards,
-nou-