Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Susu



Susu

0Entah apa yang salah denganku. Sekarang sudah lewat tengah malam dan aku masih belum mampu memejamkan mata. Aku menuruti keinginan Astro untuk tidur di kamarnya. Semalam aku bisa dengan mudah tertidur saat kami sedang melakukan panggilan video call, tapi sekarang aku bahkan tak bisa terbaring diam.     

Aku menatap foto kami berdua di dinding kamarnya. Foto yang Astro ambil saat kami berada di taman buah. Aku mengingat saat dia berkata aku berharga baginya. Seharusnya permintaanku tadi siang tak akan membuatnya keberatan, tapi entah kenapa aku yang merasa buruk karena merasa tega sekali padanya.     

Aku menoleh ke arah jam dinding, pukul 01.54. Mungkin akan lebih baik jika aku ke dapur untuk meminum susu atau memakan apapun yang bisa kutemukan di sana.     

Aku mengamit handphone yang tergeletak di tempat tidur untuk kubawa bersamaku, lalu membuka pintu perlahan. Aku tak ingin membangunkan Astro yang mungkin sudah tertidur di sofa. Dia menolak tidur di kamar sebelah karena menurutnya tak nyaman.     

Betapa terkejutnya aku saat menemukan Astro masih duduk menghadapi komputernya. Dia sedang berkutat dengan desain karakter yang mungkin adalah karakter game-nya.     

Astro menoleh saat menyadari aku menyandarkan tubuh di dinding untuk menatapnya, "Kamu belum tidur?"     

Aku menggeleng, "Mau susu? Aku mau ke dapur."     

"Aku ikut." ujarnya sambil beranjak.     

Kami berjalan dalam diam. Astro mengambil sekotak susu dari kulkas dan menuangnya ke dua gelas, lalu meletakkan satu gelas dan sekotak susu di atas meja. Aku tahu gelas itu untukku.     

Aku duduk di salah satu kursi sambil menatapnya yang baru saja selesai meneguk susu dan meletakkan gelas kosong di atas meja, "Mau lagi?"     

Astro menggeleng, "Kamu laper? Aku bisa bikin bubur sumsum."     

"Kamu laper?" aku bertanya kembali padanya.     

"Aku ga keberatan menenin kamu makan."     

"Aku ga keberatan nemenin kamu galau." ujarku sambil tersenyum. Sepertinya aku tahu kenapa dia menawariku makan. Dia hanya ingin berlama-lama menghabiskan waktu denganku.     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa dan segera mengambil bahan-bahan dari kitchen set. Kemudian membawa semuanya ke sebelah kompor dan mulai memasak.     

"Jangan ke mana-mana, Honey. Duduk manis di situ. Aku aja yang bikin." ujarnya saat melihatku bangkit dan membuatku membatalkan niat untuk membantunya.     

"Kalau aku bantu bisa lebih cepet, kamu tau?"     

"Aku mau bikin bubur spesial penuh cinta. Kamu ga boleh ganggu."     

Aku tak mampu menyembunyikan senyum di bibirku, "Kamu beneran niat mau bikin aku gemuk ya?"     

"Aku kan pernah bilang aku ga keberatan kamu gemuk sedikit."     

"Aku ga mau gemuk, Astro. Aku mau nambah massa otot aja."     

Astro memberiku tatapan tajam di sela adukan buburnya, "Ga. Gemuk yang biasa aja. Aku ga masalah kok."     

Aku memberinya tatapan sebal. Aku tahu apa yang dipikirkannya. Aku hanya tak berniat menegurnya karena akan terasa memalukan untukku.     

Astro selesai membuat bubur hanya berselang lima belas menit. Di menaruh dua mangkuk bubur panas dan semangkuk kinca di atas meja, lalu duduk tepat di sebelahku.     

"Tunggu sebentar, Honey. Itu masih panas banget." ujarnya saat melihatku mengambil dua sendok untuk kami masing-masing satu.     

"Aku tau kok." ujarku sambil menaruh sendok di masing-masing mangkuk.     

"Aku beneran ga boleh pegang tangan kamu?" tiba-tiba saja dia bertanya sambil memandangi tangan kiriku yang masih terpasang cincin darinya.     

"No."     

Astro memberiku tatapan sebal, "Kamu nyebelin."     

Aku akan menggodanya sebentar, "Aku kan belajar dari kamu."     

Astro terlihat terkejut, tapi tersenyum sesaat setelahnya.     

"Jangan senyum-senyum sendiri begitu, Astro."     

"Aku kan belajar dari kamu, Honey."     

Entah bagaimana dia membuatku tertawa. Sepertinya aku akan sangat merindukannya jika kami berpisah kembali esok hari.     

"Kamu cantik." ujarnya dengan tatapan sendu. Tatapannya mengingatkanku pada ciuman kami di mimpiku, membuatku merasa gugup dan menghentikan tawa.     

Aku meneguk susu untuk mengalihkan pikiran yang mulai gila. Aku tahu aku melakukan tindakan tepat saat memintanya untuk menahan diri, tapi bayangan bibirnya di bibirku masih terasa mengganggu hingga saat ini.     

"Honey." Astro memanggilku untuk meminta perhatianku kembali hingga aku menoleh padanya. "Aku minta maaf karena bikin kamu ngerasa ga nyaman."     

"Kita udah bahas itu tadi. Ga perlu dibahas lagi."     

"Rrgh, kamu ga tau apa aku kangen banget?"     

"Aku tau."     

Astro menggeser kursinya mendekat padaku, lalu duduk bersila menghadapku dan menaruh dahi di bahuku, "Diem dulu sebentar. Kalau protes aku cium."     

Rasanya jantungku berhenti berdetak saat dia berkata akan menciumku. Aku bahkan tak berani bergerak. Gelas susu yang baru saja ingin kuletakkan masih kugenggam karena tubuhku tiba-tiba membeku.     

Perlakuannya padaku mengingatkanku saat aku baru pulang dari Dino Park. Astro begitu gusar karena bukan dia yang mengantarku pulang. Mungkin akan lebih baik jika aku membiarkannya saja kali ini.     

"Empat menit ya."     

Astro hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun. Aroma green tea dari rambutnya menari di hidungku, membuatku tak kuasa untuk tidak menyentuhnya.     

"Dulu kamu begini juga." ujarku sambil meletakkan gelas dan mengelus rambutnya.     

"Aku cemburu banget kamu jalan sama Zen."     

"Aku kan jalan sama anak-anak yang lain. Bukan berdua sama Zen."     

"Aku ga suka."     

"Kamu tau? Aku suka kamu posesif sama aku, tapi aku ga mau kamu nyakitin orang lain cuma karena cemburu."     

"Aku ga pernah nyakitin siapapun."     

"Tapi omongan kamu tadi pagi bikin aku takut."     

Astro tak mengatakan apapun untuk menyangkalnya. Sepertinya dia memang sengaja menakutiku agar aku tidak bertindak sembarangan.     

Rambutnya yang menyentuh pipiku membuatku hampir saja membatalkan permintaanku. Aku menghela napas perlahan sebelum meraih wajahnya dan mengangkat kepalanya dari bahuku, "Udah. Waktu kamu abis."     

Astro memberiku tatapan sebal, tapi mengamit tanganku dan mengecupnya beberapa kali sebelum melepasnya. Meninggalkan sensasi menggeliat tak nyaman di perutku. Dia menuang kinca di atas bubur, menyendok bubur dan mendekatkannya ke mulutku.     

"Aku bisa makan sendiri." ujarku sambil berusaha mengambil sendok dari tangannya.     

"Terima aja. Kamu udah nolak aku sentuh. Jangan nolak aku suapin juga." ujarnya sambil mendekatkan sendok ke mulutku, membuatku tak bisa menolaknya.     

Aku mengambil satu sendok lain, menyendok bubur di mangkuk yang dipegang olehnya dan memberinya satu suapan. Dia menerimanya dengan senyum lebar.     

"Kamu tau kenapa aku belajar masak?"     

Aku menggeleng dan memberinya satu suapan yang lain.     

"Ibu bilang kalau perempuan hamil makannya rewel, jadi kalau mendadak minta makanan aku bisa bikin sendiri."     

"Kalau istri kamu mintanya beli gimana?"     

"Aku beliin." ujarnya sambil memberiku satu suapan dan aku menerimanya. "Lagian istriku kan kamu."     

Aku pasti tersedak andai saja tak terlanjur menelan bubur di mulutku saat mendengarnya. Astro memberiku gelas susu yang tadi kuletakkan dan menyodorkannya ke mulutku. Dia menungguku menghabiskan isinya.     

"Manja banget sih." ujarnya setelah aku selesai.     

"Kalau ga mau aku manja sama kamu, aku manja sama yang lain aja."     

Astro mengetuk dahiku menggunakan sendok di tangannya, "Jangan macem-macem."     

"Astro! Itu kan bekas bubur." ujarku sambil mengusap dahiku.     

"Sukurin. Berani ngancem aku nanti aku paksa kamu ke Surabaya kuliah bareng aku."     

Aku memberinya tatapan sebal sambil terus mengusap dahiku, "Aku kan bercanda."     

"Ga lucu." ujarnya sambil memasukkan satu suapan bubur ke mulutnya sendiri.     

Handphone di sakuku bergetar, aku mengambilnya. Ada pesan dari Paolo yang memberiku sebuah tangkapan layar sebuah artikel di situs yang menampilkan fotoku dan Astro sedang berjalan di antara pohon. Judul artikel itu tertulis: Astro dan perempuan lain yang memakai cincin di jari manisnya. Apakah itu cincin tunangan?     

Aku memperlihatkan layar handphone pada Astro. Dia mengambilnya dan mengetik entah apa, lalu memperlihatkan layar padaku. Aku membaca judul artikel lain di situs lain: Siapakah perempuan yang bersama Astro? Mungkinkah mereka bertunangan? Fakta tentang Mafaza Marzia!     

Astro menatapku penuh pertimbangan, "Batalin rencana kamu ke Bandung. Aku ga akan ijinin walau kamu maksa."     

Aku menghela napas. Aku bisa membayangkan efek berita itu padaku. Sepertinya aku tak akan bisa bersembunyi lagi mulai saat ini.     

=======     

Temukan nou di Facebook & Instagram : @NOUVELIEZTE     

Untuk baca novel nou yang lain silakan ke : linktr.ee/nouveliezte     

Novel ini TIDAK DICETAK.     

Novel pertama nou yang berjudul "Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-" ini EKSKLU.SIF & TAMAT di aplikasi WEBNO.VEL. Pertama kali dipublish online tanggal 2 Juli 2019 dan selesai tanggal 29 September 2020.     

Kalau kalian baca part berkoin di chapter 74 [PROYEK] & seterusnya selain WEB.NOVEL, maka kalian sedang membaca di aplikasi/web.site/cetakan BAJAKAN dan nou ga ikhlas kalian baca di sana. Silakan kembali ke TAUTAN RESMI : http://wbnv.in/a/7cfkmzx     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Nou sangat menghargai kalian semua yang mendukung novel ini dengan nulis komentar & review, juga gift karena bikin nou semangat.     

Terima kasiiiih buat kalian yang SHARE novel ini ke orang lain melalui sosmed yang kalian punya. Banyak cinta buat kalian, readers!     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.