Huwaahhhhh!!!
Huwaahhhhh!!!
Murong Mingyue baru melihat dengan jelas kalau yang melakukan ini kepada kakak ketiganya adalah dia, Raja Huayou. Kenapa dia melakukan ini? Bukankah seharusnya dia melepaskan segel pengurungnya? Kenapa jadinya... batinnya.
"Pangeran Xuanyuan Pofan, apa… Apa maksudmu?" tanya Murong Mingyue sambil melangkah maju untuk menghalangi Xuanyuan Pofan.
Xuanyuan Pofan lalu menatap pemuda berbaju hijau yang tampak menyedihkan karena kepanasan dan kepedasan terkena udang laut pedas di dinding itu. Mata elangnya memancarkan tatapan yang sangat dingin dan mencekam. Dia merasa terlalu meremehkan sehingga waktu itu tidak langsung mengambil nyawa binatang liar ini.
"Pengawal ketiga, ambil Ling Cheng kota Shuyuan dari negeri kerajaan Xi Cheng!" perintah Xuanyuan Pofan dengan santai kepada pengawal berbaju putih di sampingnya, dan malah tidak menjawab pertanyaan dari Murong Mingyue.
"Laksanakan," jawab pengawal ketiga sambil melirik ke Raja Chao An yang sungguh kasihan dan menyedihkan itu. Lidahnya tiba-tiba tergigit sendiri begitu mendengar suara dingin Tuannya.
Pengawal ketiga mengiyakan perintah itu, dan dengan cepat mengambil sebuah Ling Cheng dari pemerintah negeri kerajaan Xi Cheng. Kota Shuyuan adalah kota yang berhasil direbut oleh Tuannya ini dari negeri kerajaan Xi Cheng setahun yang lalu.
Xuanyuan Pofan kemudian mengambil Ling Cheng itu dan langsung menyerahkannya kepada gadis muda berbaju ungu di depannya. Sedangkan, Mirong Mingyue masih tercengang dan bingung. Lalu, Ling Cheng adalah suatu balok yang membuktikan kalau kota itu adalah miliknya.
"Beritahu Murong Sheng. Aku Xuanyuan Pofan memberikan kota ini untuk membeli nyawa dari Murong Mingtao," kata Xuanyuan Pofan tanpa menunggu Murong Mingyue menjawab. Setelah mengatakan hal yang sungguh mengerikan itu, tanpa menunggu reaksi dan jawaban dari Murong Mingyue, dia langsung mengibaskan lengan bajunya dan pergi keluar.
"Apa!!!" seru Murong Mingyue dengan tangannya yang gemetaran tidak karuan. Ling Cheng yang ada di tangannya langsung jatuh di lantai. Untung saja Ling Cheng itu terbuat dari perunggu dan emas. Jika tidak, jelas Ling Cheng itu mungkin akan hancur begitu jatuh, dan sebuah kota akan begitu saja menghilang dari tangannya. Membeli, membeli nyawa? batinnya.
Murong Mingyue terkejut, dan tanpa sadar dia langsung menoleh ke tengah-tengah kamar. Dia melihat sebuah pemandangan mengerikan yang membuatnya langsung lemas seperti jiwanya melayang. Dia hanya melihat pemuda berbaju hijau yang tergantung di tangga, tidak tahu sejak kapan orang itu sudah bukan seperti manusia seutuhnya. Sebab, hanya tersisa tubuh bagian bawah saja yang masih normal.
Kepala pemuda itu terlihat hanya dilapisi oleh minyak yang sangat merah penuh cabai, serta kepala udang laut yang berguling-guling di sana, dan berguling sampai ke kakinya. Darah segar mewarnai karpet kamar yang mewah itu, dan sedang memperlihatkan sebuah pemandangan yang sangat mengerikan dan menakutkan.
"Huwaaahhhhhhhh!!!!"
Sekali lagi terdengar teriakan yang memekakan di kediaman Raja Chao An. Namun, kali ini bukan suara laki-laki, tapi suara teriakan dari gadis muda yang terkejut dan ketakutan. Lalu, membuat seluruh pengawal kerajaan ini langsung tersadar dari keterkejutan mereka.
Langit sudah gelap, Raja Huayou yang berdarah dingin dan menakutkan itu, serta dua pengawal berbaju putihnya, tidak tahu sudah menghilang sejak kapan dari tempat itu.
***
Kamar nomor lima di area kamar gratis menara Ming Ying,
Su Muhuan terus fokus dan menaruh beberapa obat ke dalam lumpang kuali kecil yang tak terbatas muatannya itu. Sambil menyesuaikan dengan kecil besarnya api dengan waktu, serta dengan perasaan dan pembelajaran yang dia ketahui.
Namun, seberapa fokusnya dia, Su Muhuan mau tidak mau tetap saja menyadari di sampingnya kalau ada tatapan mata yang terus memandangi dan menilainya. Sehingga, membuatnya tidak berani menoleh.
Kenapa tabib Dewi ini terus saja memandangiku? Bukankah seharusnya dia memandangi lumpang kuali yang ada di meja, ya? Aneh sekali. Apa jangan-jangan, ada sesuatu di wajahku, ya? batin Su Muhuan.
Su Muhuan berpikir seperti ini, dan tanpa sadar dia langsung membenarkan beberapa helai rambut berantakan yang ada di samping telinganya.
Gerakan gadis muda ini membuat mata phoenix Yan Wu langsung bercahaya lebih dalam lagi. Tanpa sadar, dia menelan ludah di tenggorokannya. Akhirnya, pemikiran dan fokusnya jatuh ke latihan membuat obat lagi.
Tidak lama kemudian, Su Muhuan juga fokus dan sangat berkonsentrasi dalam membuat pil obat ini. Setelah itu dia mulai menambahkan beberapa bahan obat ke dalam lumpang kuali itu.
Ketika pil itu sudah akan berbentuk, Su Muhuan lalu berdiri dan mengambil pisau kecil yang ada di lemari bajunya. Karena dia tidak berani menggigit jarinya dengan mulut, jadi ketika membuat obat penambah darah, dia sering menggunakan beberapa pisau untuk melukai jarinya sendiri ketika mengambil darahnya.
Hanya saja, kali ini, ketika Su Muhuan bersiap melukai jarinya sendiri dengan pisau kecil itu. Tiba-tiba sebuah tangan putih yang lembut dan bersinar terulur, lalu menghentikannya.
"Gunakan ini saja," kata Yan Wu kepada Su Muhuan. Dia lalu mengambil pisau kecil di tangan Su Muhuan, kemudian menyerahkan botol kecil berpola indah dengan corak putih dan kuning.
"Oh, baiklah," ucap Su Muhuan yang berpikir kalau di dalam botol kecil ini pasti adalah darah yang sudah disiapkan lebih dulu oleh tabib Dewi. Jadi, dia pun tidak banyak bertanya kepada tabib Dewi, dan langsung mengambil botol itu dengan patuhnya.
Su Muhuan lalu berjalan kembali ke samping meja, dan membuka tutup botolnya. Setelah itu, dia menuangkan darah yang ada di botol tersebut ke dalam lumpang kuali. Namun, ketika baru saja menuangkan setetes darah, hal itu tiba-tiba membuatnya langsung terkejut.