Hidup Sebagai Pertapa
Hidup Sebagai Pertapa
Keduanya sedang memainkan guqin saat Ye Futian tiba di sana. Musik yang dimainkan cocok dan saling menyatu satu sama lain, tapi Ye Futian hanya bisa merasakan kesedihan dari alunan musik tersebut. Mereka berhenti bermain ketika mereka melihat kedatangan Ye Futian dan mereka berdua tersenyum padanya. Namun, Ye Futian merasa bahwa senyuman mereka dipenuhi oleh kesedihan.
"Guru, Tuan Putri," ujar Ye Futian sambil menundukkan kepalanya.
"Futian, bagaimana kondisimu?" Hua Fengliu bertanya.
"Saya sudah jauh lebih baik sekarang," ujar Ye Futian sambil mengangguk.
"Tidak terasa sudah 17 tahun berlalu sejak kita melarikan dari dari Kota Qingzhou, ya?" Kemudian Hua Fengliu menambahkan kata-katanya, "Aku masih ingat saat kau menggendongku, seorang lelaki tua yang lumpuh, di punggungmu bertahun-tahun yang lalu. Kita menyeberangi Laut Timur, kembali ke Kota Donghai, dan mencari Tuan Putri di sana. Aku tidak percaya bahwa semua itu terjadi bertahun-tahun lalu. Waktu berlalu dengan cepat."
Ye Futian tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia tampak seperti kembali menjadi bocah saat berada di hadapan Hua Fengliu dan Nandou Wenyin.
"Kami sudah bepergian cukup lama dan mulai rindu akan kampung halaman. Futian, aku dan Tuan Putri berencana untuk kembali ke Laut Timur," ujar Hua Fengliu. Ye Futian berlutut di atas tanah dengan mata memerah tepat setelah Hua Fengliu selesai berbicara, sambil menundukkan kepalanya, dia berkata, "Saya sudah mengecewakan anda, guru."
Dia dan Hua Jieyu menikah di Gunung Buku dari Wilayah Barren Timur kala itu. Mereka berdua adalah orang terdekat dari Hua Fengliu dan Nandou Wenyin, jadi kedua tetua itu ikut dengan mereka kemari. Dan sekarang, gurunya berkata bahwa dia ingin kembali ke Laut Timur. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana kondisi pikirannya saat ini.
"Futian." Nandou Wenyin menghampirinya dan menarik tubuh Ye Futian. Dia berbalik dan menatap ke arah Hua Fengliu, lalu memarahinya, "Futian baru saja pulih, apa yang sedang kau bicarakan?"
"Tidak apa-apa, Tuan Putri." Ye Futian mengetahui apa yang dipikirkan oleh guru dan Tuan Putri. Meskipun tidak ada satu-pun dari para Tetua itu yang menyalahkannya, namun fakta bahwa Jieyu adalah segalanya bagi mereka berdua tetap tidak berubah.
Hua Fengliu menghampiri Ye Futian dan menarik tubuhnya untuk duduk di atas tanah bersamanya, lalu dia berkata, "Apakah kau ingat bahwa ketika Jieyu pergi bertahun-tahun yang lalu, dimana saat itu hanya ada kau dan aku, kemudian kita pergi ke Kota Donghai? Tapi gurumu ini tampaknya memiliki keberuntungan yang lebih baik darimu. Aku masih memiliki Tuan Putri bersamaku dan Bibi Tang. Jadi, setelah Jieyu tiada, aku tahu bahwa hatimu pasti terasa lebih sakit dariku."
"Kau harus tetap kuat, tidak peduli betapa besarnya rasa sakit yang kau alami. Lagipula, untuk siapa Jieyu mengorbankan nyawanya? Jika sesuatu terjadi padamu, maka pengorbanannya itu akan menjadi sia-sia. Saat ini kau harus tetap kuat. Kau tahu betul apa yang akan kau hadapi nantinya. Berjanjilah pada gurumu dan Tuan Putri-mu, dan ini juga harapan terbesar yang dimiliki oleh Jieyu untukmu, teruslah hidup dan jangan menyerah." Hua Fengliu mengetahui rahasia yang dimiliki oleh Ye Futian, sehingga dia tentu saja mengetahui apa yang akan dihadapi oleh Ye Futian nantinya.
"Yah, anda tahu sendiri, guru, kali ini semuanya bergantung pada takdir," ujar Ye Futian dari samping Hua Fengliu. Kaisar Xia telah mengirim pasukannya untuk menjaga Istana Holy Zhi. Jika nyawanya adalah hal yang diinginkan oleh sang kaisar, maka takdirnya sama saja seperti telah ditentukan, entah pada saat ini atau bahkan setelah dia menjadi seorang Saint.
Hua Fengliu mendengarkan kata-kata Ye Futian dan terdiam beberapa saat. Kemudian dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum pahit. Dia menatap ke arah langit dan memarahi Ye Futian dengan suara pelan, "Kau pernah mengatakan bahwa kau tidak punya rasa hormat pada Tetuamu dan tradisi yang kau miliki, lalu mengapa aku menerimamu sebagai muridku kala itu? Kau menyebut dirimu sendiri sebagai seorang playboy, tetapi penampilanmu tidak gagah dan setampan diriku, jadi kenapa aku menikahkanmu dengan putriku? Aku benar-benar tidak beruntung karena telah bertemu denganmu."
"Semua itu memang benar. Kenapa anda begitu menyukai saya saat itu? Jika anda tidak menerima saya sebagai murid dan tidak menikahkan Jieyu dengan saya, mungkin segala sesuatunya akan menjadi lebih baik," Ye Futian menatap ke kejauhan dan berkata dengan suara pelan.
Nandou Wenyin langsung menangis saat melihat sepasang guru dan murid itu duduk dan mengobrol bersama.
…
Beberapa hari berlalu dan Ye Futian telah menyelesaikan beberapa masalah terkait Istana Holy Zhi. Pada hari itu, sebilah pedang melesat keluar dari Istana Holy Zhi. Dalam sekejap, para kultivator yang dikirim oleh Kaisar Xia bermunculan, menghalangi pedang yang hendak pergi itu. Xia Qingyuan melangkah ke depan dan tatapan matanya tertuju pada Ye Futian. Terdapat pula Kepala Desa, Hua Fengliu, Nandou Wenyin, dan Tang Lan di sana bersamanya.
"Saya akan pergi untuk beberapa saat. Anda dipersilahkan untuk bergabung dengan kami, puteri," ujar Ye Futian dengan nada datar pada Xia Qingyuan, sebelum dia berkata pada sang Kepala Desa, "Ayo kita pergi."
Xia Qingyuan menatap ke arah Ye Futian dengan ekspresi dingin di wajahnya. Dasar baj*ngan.
Aura pedang itu diaktifkan dan mereka bergegas pergi. Orang-orang yang berada di belakang Xia Qingyuan mengalihkan pandangan mereka ke arah sang puteri. Kemudian Xia Qingyuan berkata, "Biarkan dia pergi. Kirim seseorang untuk mengawasinya. Tidak perlu mencampuri urusannya. Biarkan dia pergi sesuka hatinya."
"Saya mengerti." Sosok yang berada di belakangnya mengangguk.
Beberapa sosok memandang ke arah pedang yang mulai menghilang ke kejauhan itu dari Paviliun Holy Sage di Istana Holy Zhi. Yaya, Zhuge Mingyue, Gu Dongliu, dan yang lainnya mengantarkan kepergian Ye Futian. Kultivator lainnya di Istana Holy Zhi tidak mengetahui rahasia yang dimiliki oleh Ye Futian. Mereka sama sekali tidak tahu apa yang akan menunggu Ye Futian di masa depan, mereka berpikir bahwa Kaisar Xia hanya sekedar menyelidiki kasus terkait Perang Suci di Sembilan Negara.
Setelah pedang suci pergi meninggalkan Istana Holy Zhi, pedang itu bergerak menuju ke arah timur, melewati Kota Langit Suci saat mereka meninggalkan Kota Zhongzhou, kemudian melewati Wilayah Barren Timur, Gunung Buku, Loulan Kuno... Itu adalah perjalanan yang dilakukan oleh Ye Futian saat dia pertama kali menjelajah ke dunia luar.
Ye Futian tidak tahu kapan Kaisar Xia akan mengambil tindakan padanya. Dia sudah tidak bisa mengendalikan takdirnya lagi. Itu sebabnya dia tidak membawa gurunya—Douzhan—kembali ke Istana Holy Zhi. Pergerakannya tidak begitu cepat dan dia merasa khawatir bahwa gurunya akan tertangkap di sepanjang perjalanan, jadi dia memilih sang Kepala Desa untuk mengawal mereka.
Akhirnya mereka tiba di perbatasan Hundred Lands dan ada banyak kenangan yang dimiliki oleh Ye Futian dengan tempat tersebut. Kerajaan Cangye, Negeri Nandou, dan banyak tempat lainnya. Pedang suci itu terus terbang ke depan, dan mulai memasuki wilayah Kota Donghai. Di dalam kota kecil itu terdapat Klan Nandou dan Akademi Donghai. Itu adalah tempat-tempat yang menyimpan banyak kenangan baginya. Yi Xiang mungkin masih menjadi kepala sekolah dari Akademi Donghai.
Namun, dia tidak mengunjungi Akademi Donghai. Bahkan Nandou Wenyin tidak mengunjungi adiknya di Istana Nandou maupun Klan Nandou. Mereka melewati Kota Donghai dan pedang suci itu langsung bergerak menuju Laut Timur, melintasi lautan yang luas itu dan pergi menuju Kota Qingzhou. Kota itu adalah tempat dimana Ye Futian dibesarkan. Dia pikir dia tidak akan pernah kembali kemari setelah dia pergi terakhir kali.
"Anda bisa kembali sekarang, Kepala Desa," ujar Ye Futian pada sang Kepala Desa setelah dia tiba di pantai Kota Qingzhou.
"Baiklah." Kepala Desa mengangguk, dan ketika pedang itu menembus langit, dia telah menghilang dari pandangan semua orang.
"Guru, Tuan Putri, dimana kita akan tinggal?" tanya Ye Futian. "Akademi Qingzhou mungkin sudah cukup lama diambil alih oleh orang lain. Apakah kita sebaiknya berkunjung kesana?" Gurunya dan Jieyu telah tinggal di Akademi Qingzhou selama tiga tahun. Ye Futian menyaksikan Jieyu tumbuh besar di sana, jadi dia punya kesan mendalam terhadap tempat tersebut.
"Akan lebih baik jika kita tidak mengganggu orang lain. Kau yang memutuskan, Futian. Dimana-pun tidak masalah," ujar Hua Fengliu. Lagipula Ye Futian adalah orang yang membawa mereka kembali kemari, dan dia berniat untuk tinggal bersama mereka selama hari-hari terakhirnya. Jika Kaisar Xia atau Donghuang Agung menginginkan nyawanya, maka dia akan mati di Kota Qingzhou. Bagaimanapun juga, itu adalah tempat kelahirannya, dan sepertinya sebuah pilihan yang bagus untuk mengubur jasadnya di sana. Semoga situasinya tidak akan sama seperti bagaimana mereka memperlakukan sang guru di Pondok, dimana sekelompok orang muncul secara tiba-tiba dan membawanya pergi.
"Danau Qingzhou tampaknya memiliki pemandangan yang bagus. Bagaimana kalau kita membeli rumah di sana?" tanya Ye Futian.
"Terserah kau saja." Hua Fengliu tidak keberatan. Mereka kembali kemari untuk hidup sebagai pertapa, tanpa ada niatan untuk berurusan dengan permalasalahan dunia luar yang penuh dengan kekacauan, mereka ingin menghabiskan sisa hari-hari mereka dengan damai dan tenang. Bagaimanapun juga, kematian Hua Jieyu telah memberikan dampak yang sangat besar bagi mereka.
"Baiklah kalau begitu." Ye Futian mengangguk dan mereka mulai memasuki Kota Qingzhou. Dia sempat berpikiran untuk kembali ke kediaman keluarga Ye, tetapi tempat itu telah dibeli oleh Paman Feng Ruhai, seorang teman dari ayahnya. Terakhir kali dia datang kemari, Feng Qingxue tinggal di sana, dan Ye Futian tidak ingin mengganggu mereka. Dia juga tidak ingin memberitahu siapa-pun tentang kedatangannya, dia hanya ingin menghabiskan hari-harinya dengan tenang. Ini bisa saja menjadi hari-hari terakhirnya, jadi tidak perlu mengganggu orang lain.
Kota Qingzhou adalah sebuah tempat yang sangat kecil baginya, tetapi bagi orang-orang yang tinggal di sana, Kota Qingzhou adalah sebuah tempat yang besar, sama seperti yang dia rasakan bertahun-tahun yang lalu. Ye Futian langsung membeli sebuah rumah kecil yang tampak anggun di tepi Danau Qingzhou. Tempat itu cukup sederhana dan ukurannya tidak besar, tetapi sudah lebih dari cukup untuk menampung mereka. Setelah mereka selesai mempersiapkan beberapa hal di rumah yang sederhana itu, Ye Futian membawa beberapa kursi agar Hua Fengliu dan Nandou Wenyin bisa duduk. Sementara Tang Lan berdiri dengan tenang di bagian samping. Kemudian Ye Futian memindahkan sebuah kursi padanya dan berkata, "Silahkan duduk, Bibi Tang."
"Terima kasih." Tang Lan mengangguk dan melihat Ye Futian duduk di kursinya, bermalas-malasan dan dia tampak memenjamkan matanya, menikmati sinar matahari yang menyinari tubuhnya.
"Futian." Tang Lan berhenti saat dia akan mengatakan sesuatu. Ye Futian tersenyum dan bertanya, "Ada apa, Bibi Tang?" Tang Lan menatapnya dan tidak mengatakan apa-apa, dia hanya menggelengkan kepalanya. Mereka bertiga terus mengobrol dan dia tersenyum saat melihat wajah mereka, yang tampaknya sama sekali tidak terlihat sedih, tetapi dia tetap bisa merasakan kehampaaan dan kesedihan dari lubuk hati mereka yang paling dalam. Tampaknya semua itu tertutupi oleh senyuman di wajah mereka.
"Kau benar-benar ingin tinggal di sini, Futian?" Nandou Wenyin bertanya.
"Ya. Saya akan tinggal di sini untuk menemani anda dan guru." Ye Futian mengangguk.
"Biarkan dia melakukan apa-pun yang dia inginkan," ujar Hua Fengliu pada Nandou Wenyin, yang kemudian mengangguk.
Ye Futian membuka matanya dan menatap ke arah langit. Jieyu tidak lagi bersamanya, jadi dia akan menghabiskan hari-hari terakhirnya bersama guru dan Tuan Putri.
"Guru, Tuan Putri, saya akan berkeliling sejenak," ujar Ye Futian sambik berdiri dari tempatnya.
"Baiklah." Hua Fengliu mengangguk.
Ye Futian berdiri dan pergi meninggalkan mereka. Hembusan angin sepoi-sepoi di tepi danau terasa dingin. Dia berjalan tanpa tujuan dan tanpa dia sadari, dia telah tiba di tempat dimana dia dan Jieyu berpegangan tangan bertahun-tahun yang lalu. Ada banyak orang sedang bersenda gurau di tepi danau. Para remaja, serta pasangan kekasih sedang menghabiskan waktu bersama, membuat pemandangan itu terlihat seperti sebuah lukisan.
Hembusan angin bertiup kencang dan Ye Futian tetap berdiri di tempatnya seperti sebuah patung. Senyuman tipis terlihat di matanya. Langit akhirnya berubah warna menjadi merah akibat matahari terbenam, dan dia tidak tahu sudah berapa lama dia berdiri di sana. Malam akan segera tiba saat matahari terbenam.
Pemandangan Danau Qingzhou di malam hari tampak semakin indah. Berbagai macam perahu berlalu-lalang tanpa henti. Sesekali kembang api terlihat di atas langit; yang menyulut kembang api itu adalah para tamu di kapal wisata. Mereka mengagumi pemandangan itu saat mereka tertawa dan bersorak.
Ye Futian memandang ke arah kembang api di atas langit dan dia tampak sedang melamun. Seolah-olah dia telah kembali ke masa lalu, tepatnya pada hari itu, 18 tahun yang lalu, ketika keduanya berpegangan tangan di tepi Danau Qingzhou. Mereka berdiri di tempat dia berdiri saat ini, sambil melihat kembang api yang menghiasi langit dengan keindahan yang menakjubkan. Jieyu menggenggam tangannya kala itu, sambil memandang kembang api di atas langit, dia bertanya, "Jadi, apakah kita berdua telah menjadi sepasang kekasih sekarang?"
Kembang api tampak sangat indah kala itu. Jieyu juga tampak lebih cantik saat itu.
Dia tersenyum dan air mata mengalir di pipinya. Angin berhembus kencang, membuat pakaian dan rambutnya berkibar. Sebagian dari rambutnya yang berwarna hitam kini berubah warna menjadi abu-abu dalam sekejap!