The Alchemists: Cinta Abadi

Rose Of Medion (1)



Rose Of Medion (1)

2"Kau benar.. kau dapat terlihat seperti laki-laki," komentar Rune saat mereka tiba kembali di apartemen. "Pasti hidupmu sangat menyenangkan dan penuh keseruan."     

Rose tersenyum mendengar kata-kata pemuda itu. Ia hanya mengangkat bahu dan tidak menjawab.     

Karena ia sudah mengantuk akibat minum banyak wine saat makan malam di luar tadi, Rose memutuskan untuk segera ke kamarnya di loteng dan beristirahat.     

Rune menatap punggung gadis itu menaiki tangga hingga menghilang di lantai dua, barulah ia menarik napas dan menggeleng-geleng sendiri.     

Sungguh gadis yang sangat unik dan menyenangkan, pikirnya. Rune lalu membuka sofabed dan menata tempat tidurnya lalu membaringkan diri dengan nyaman.     

Ia sangat senang tinggal bersama Rose.     

***     

Empat Tahun Lalu - Glasgow, Scotlandia     

.     

Malam itu sebuah mobil mewah berhenti di depan sekolah asrama untuk anak-anak keluarga kelas atas dunia, Academy St. John, dan keluarlah seorang laki-laki separuh baya disertai seorang gadis remaja dari dalamnya. Mereka segera masuk menemui kepala sekolah dan berbicara sedikit.     

"Oh, ya…tentu saja, Tuan Stockton…Tuan Puteri akan kami didik baik-baik…" ujar Ibu kepala sekolah dengan ramah. Perempuan jangkung kelas atas berkacamata itu memandang sedikit pada gadis remaja di depannya. "Kedatangan yang tiba-tiba ini memang mengejutkan, tetapi…yah..sampaikan salam saya pada Duke dan Lady Fornier…"     

"Tentu, Madame…" Tuan Stockton membungkuk lalu permisi keluar. "Terima kasih sebelumnya. Salam anda akan saya sampaikan. Sampai jumpa."     

"Sampai jumpa…"     

Begitu Tuan Stockton keluar, Ibu Kepala sekolah menatap gadis di depannya dari kepala hingga kaki lalu mendehem pelan, "Lady Rose…saya mau melihat anda berpakaian sopan besok pagi saat ke sekolah. Sekarang Ibu Khatrine akan menunjukkan kamar asramamu.."     

Rose hanya tersenyum kecil. Pakaian yang ia kenakan adalah pakaian laki-laki, kemeja satin putih dan celana panjang hitam yang ringkas. Payah, deh…semua isi kopernya tidak jauh berbeda. Ia tidak mempunyai gaun satu pun. Ibu saja tak melarang, kenapa pula si nyonya ini ambil pusing?     

"Silahkan ikut saya, Nona…" ujar seorang wanita gemuk yang muncul dari ruang sebelah. Dengan sopan ia mengantar Rose ke sebuah kamar di sayap timur.     

Kamar itu luas dan bersih sekali. Rose segera membuka jendela dan berjalan ke balkon. Ia termenung memandang bulan yang bersinar teduh menerangi malam. Di mana pun ia berada bulan tetaplah bulan, dan Rose yakin ia kini sedang menatap bulan yang sama dengan yang dilihat Leon.     

Oh, Leon...     

Rose Fornier adalah puteri tunggal Duke Fornier dan isterinya. Mereka bangsawan tinggi di kerajaan Medion dan memiliki hubungan darah sangat erat dengan Baginda Raja Charles Camille.     

Sejak kecil Rose hanya memiliki seorang teman dan mereka tak terpisahkan. Leon adalah anak seorang pelayan yang ditinggal mati oleh ibunya sejak ia berusia lima tahun. Ayahnya tak pernah diketahui sehingga ia menjadi sebatangkara.     

Leon sering diejek anak haram oleh anak-anak pelayan lainnya dan Rose selalu berdiri membelanya. Mereka berdua sering berjalan-jalan di antara rakyat biasa dan menyamar sebagai anak miskin, memancing di sungai belakang istana, memanjati pohon-pohon di taman kerajaan…     

Mereka tumbuh bersama dengan hati tertaut satu sama lainnya. Rose menjadi gadis tomboy yang nakal dan hampir tak pernah memakai gaun layaknya seorang puteri, bayangkan saja bila ia nekat memakai baju perempuan dengan berbagai kegiatan berbahaya yang ia kerjakan selalu…     

Namun tiba-tiba saja saat Rose menginjak remaja, Lady Fornier melarang mereka bertemu lagi. Ia menjadi takut bila Rose jatuh cinta pada Leon, seorang rakyat biasa, anak seorang pelayan yang tidak jelas asal-usulnya.     

Karena itu ia memasukkan Rose ke sekolah asrama yang terkenal di Scotland, St. John, agar anaknya dan Leon tidak usah bertemu lagi.     

Rose sangat sedih. Ia tidak rela berpisah dengan Leon. Ia telah mengagumi pengawalnya yang setia itu. Usia mereka hanya terpaut dua tahun karenanya hubungan mereka sangat akrab.     

Leon tumbuh layaknya bangsawan. Tubuhnya jangkung dengan wajah bagus dan rambut coklat yang dibiarkan panjang, memiliki budi pekerti yang halus, juga ahli berkuda dan segala ilmu ketatanegaraan.      

Hanya saja ia bukan bangsawan yang sebenarnya...     

"Ibumu benar, Rose…aku tak pantas bagimu…" ujar Leon di malam sebelum keberangkatan Rose. Diam-diam ia berhasil memanjat pohon ke kamar Rose dan menemui. "Kalau disuruh sekolah ke Scotland… lakukanlah itu untuk kebaikanmu sendiri…"     

Rose menggeleng sedih.     

"Aku tak mengerti sikap Ibu.. Aku tak terima di perlakukan begini.." sahutnya kecewa. "Nanti aku akan bikin kekacauan biar dikeluarkan dari St. John.. Lalu aku akan bisa kembali kemari…"     

Leon tersenyum. Mata birunya tampak sedih sekali.      

"Itu bukan ide yang baik, nanti kau akan dipindahkan ke sekolah asrama yang lain…"     

"Aku akan dikeluarkan lagi..!" tukas Rose keras kepala.     

Pemuda berambut panjang itu menggeleng-geleng. Matanya menatap jauh ke arah bulan. Tetapi yang ia pandang sesuatu yang jauh… lebih daripada bulan.     

"Kurasa Rose… Kita tak usah bertemu lagi…"     

Leon cepat-cepat keluar lewat jendela dan turun melalui pohon sebelum Rose bisa mencegahnya.     

"Leon! Leonard…!" Rose terpaksa memanggil sambil berbisik takut didengar oleh ibunya. Tetapi pemuda itu terus saja berjalan pergi. Menoleh pun tidak.     

Rose merebahkan tubuhnya dan berharap memimpikan Leon malam ini. St. John sama sekali tidak menarik hatinya.     

***     

Pagi ini sungguh cerah dan Rose bangun awal sekali. Sekolah baru akan dimulai pukul 9 tetapi ia memutuskan berjalan-jalan dulu.     

Dengan pakaiannya yang seperti laki-laki dan rambut ikalnya yang diikat ke belakang, Rose tampak seperti seorang pemuda. Tubuhnya yang langsing enak saja menuruni pohon dari jendela kamarnya dan mendarat di tanah.     

Indahnya…     

Rose melihat-lihat ke istal dan mendapati kuda-kuda cantik yang baik sekali mutunya. Ia segera ingat Julian, kuda kesayangannya yang telah ia hadiahkan pada Leon.     

Ia dapat membayangkan, tentulah setiap hari Leon menunggangi Julian berjalan-jalan ke bukit Medion untuk menghilangkan kesepiannya.     

"Sst… kuda cantik… temani aku jalan-jalan, ya…" bisik Rose pada seekor kuda hitam gagah bersurai panjang.     

Pelan-pelan ia keluarkan kuda itu dari istal lalu dikendarai tanpa pelana. Indahnya bukit kecil di belakang St. John. Ia dapat melihat matahari terbit kemerahan dari balik bukit itu.     

Hmm… Rose menghirup udara pagi dalam-dalam. Udaranya tidak sebaik di Medion, tapi apa boleh buat. Gadis itu tercenung sesaat memikirkan kekacauan apa yang akan ia perbuat agar dikeluarkan dari sekolah... Hm…membakar istal..?      

Aduh, Rose. Itu kejam sekali… Kau tidak boleh membahayakan kuda-kuda cantik ini. Mereka tidak bersalah, tegurnya kepada diri sendiri.     

Hmm... mungkin, ia dapat menjadi murid yang pemalas dan tak acuh pada pelajaran… Biar dikeluarkan dari sekolah dan dikirim pulang ke Medion.     

Ah.. kurang berat, paling-paling ia akan kena hukum tapi tidak dikeluarkan.     

Aduh, pusingnya…     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.