Kasih sayang adik pada kakaknya.
Kasih sayang adik pada kakaknya.
"Mungkin sum-sum tulang Rena cocok untuk kak Danil." Ucap Rena tiba-tiba di saat semua orang sedang putus asa, dan duduk di kamar perawatan yang selalu Danil tempati jika harus konrol kesehatan.
Semua orang di dalam ruangan tertegun dan hanya bisa saling pandang satu sama lain akan apa yang di katakana oleh Rena baru saja.
"Kamu serius, Ren? Jika memang kamu cocok dengan kak Danil kamu akan merasa kesakitan setelah itu, kakak ga mau kamu sampai merasakan itu." Ucap Danil bersungguh-sungguh.
"Lebih sakit jika Rena harus kehilangan kakak, paling tidak Rena sudah berusaha yang terbaik untuk kakak."
Mendengar ucapan tulus dari sang adik ipar, Jelita langsung memeluk tubuh yang sedang duduk disampingnya itu, tanpa ada satu katapun yang bisa ia ucapkan.
"Kak, Rena mohon." Ucap Rena pada Jelita di dalam pelukannya.
"Danil, biarkan adikmu melakukan apa yang terbaik yang bisa ia lakukan untukmu." Ucap Richard yang sedang duduk di samping ranjang yang ditempati Danil.
Danil menarik nafas panjang, kemudian menatap ayah, istri dan juga Rena adiknya kemudian mengangguk setuju.
Akhirnya Richard kembali ke ruang dokter bersama Rena untuk mengecek apakah sum-sum tulang Rena sesuai atau tidak untuk Danil. Dan dokter segera melakukan pengecekan saat itu juga.
Dikamarnya rawatnya Danil di temani oleh Jelita yang dengan erat sedang mengengam tangannya.
"Bagaimana kalau nanti hasil tes yang di lakukan Rena ternyata tidak cocok?" Danil menatap wajah Jelita dengan sendu, tiba-tiba saja dia merasa khawatir akan kesehatannya, dia takut tidak bisa bersama Jelita membesarkan anak-anak mereka.
"Pasrahkan pada Allah, Sayang. Semoga sum-sum tulangnya Rena cocok untuk mas Danil."
"Ya, aku juga sudah berpasrah apapun yang terjadi nanti aku yakin kau akan tetap disampingku dan menjaga ku hingga ajal menjemputku."
"SStttt, jangan bicara seperti itu, kita akan menua bersama membesarkan anak-anak kita, mendidik mereka dengan cinta dan kasih sayang kita." Ucap jelita sambil membelai kepala Danil dengan lembut.
Setelah hampir dua jam menunggu, akhirnya Richard, Rena kembali ke ruangan Danil bersama dengan seorang dokter.
Danil dan jelita tersenyum menyambut kedatangan mereka, jantung mereka sama-sama berdebar akan hasil yang akan dokter berikan pada mereka.
Rena memeluk tubuh Danil yang sedang rebah di ranjangnya, dengan sayang Danil membelai rambut panjang sang adik dan mencium pucuk kepalanya. Kemudian dokter yang tadi datang bersama mereka membacakan hasil tes yang di lakukan Rena.
"Pak Danil saya mengatakan selamat, sum-sum tulang adik anda cocok dengan anda, dan kondisinya sangat bagus saat ini, sehingga bisa di lakukan operasi secepatnya." Ucap sang dokter yang mengejutkan Danil dan jelita.
Danil memeluk erat tubuh Rena yang masih memeluknya, Richard memeluk Jelita yang sedari tadi dengan jeli mendengarkan apa yang di sampaikan oleh dokter agar tak terlewat satu katapun, hingga pada akhirnya air mata tak mampu ia bending ketika dokter member mereka ucapan atas kecocokan sum-sum tulang antara Danil dan Rena.
"Jadi kapan operasinya akan di laksanakan, dok?" Tanya Jelita pada dokter yang merawat Danil.
"Dua hari lagi sambil menunggu kondisi tuan Danil benar-benar siap."
"Baik lah kalau begitu, terimakasih banyak dokter." Ucap jelita.
"Sama-sama, saya permisi dulu." Ucap dokter tersebut kemudian keluar dari ruangan.
"Alhamdulilah ya Allah," Jelita menghampiri Danil dan ikut memeluknya serta membelai kepala adik ipar dengan sayang.
"Terimakasih, sayang." Ucap jelita pada Rena.
"Rena senang bisa melakukan ini untuk Kak Danil."
"Syukurlah, tapi kalian jadi tidak bisa datang ke acara pernikahan Rey." Ucap Richard menginterupsi mereka.
"Tak apa ayah, Rey dan Humaira pasti mengerti, sekarang yang terpenting adalah kesembuhannya Mas Danil." Ucap Jelita sambil menatap ayah mertuanya itu.
"Rena, kamu benar-benar ingin melakukan ini?" Tanya Richard pada Rena.
"Rena tak pernah merasa seyakin ini, ayah. Biarkan Rena berbuat yang terbaik untuk kakakku." Ucap Rena sambil menatap danil dan ayahnya bergantian.
"Trimakasih, Rena." Ucap Danil sambil mengengam jemari adiknya.
"Sama-sama, Kak, Yang penting kakak harus sembuh, agar kita bisa sama-sama melewati hari-hari sebagai kakak dan adik. Rena tak ingin kehilangan kebahagiaan ini, kak."
Danil merapikan poni Rena yang berantakan, membelainya dengan sayang.
"Kak Danil juga bahagia ternyata kakak punya adik seimut dan semanis kamu, tapi kata ayah kamu sudah punya pacar, berarti sayangnya ke kakak harus terbagi dong." Ledek Danil, dan Rena langsung melotot kearah Richard dan Danil secara bergantian.
"Ayah fitnah, kak. Jangan dipercaya." Ucap Rena dengan nada bercanda, sedangkan Jelita hanya tersenyum sambil duduk di sofa bersama sang ayah.
"Siapa yang fitnah, kemarin kamu cerita sama ayah, katanya kamu kangen sama seseorang, siapa lagi coba kalau dia bukan pacar kamu, kalian sering menghabiskan waktu bersama, membelikan ponsel mahal, menyelesaikan urusanmu pada Rentenir, atas dasar apa kalau bukan cinta coba." Richard mengelak dari tuduhan Rena dengan nada jahil.
"Ayah payah, besok Rena ga mau lagi cerita sama ayah, ngeselin." Rena memonyongkan bibirnya kesal, Danil dan Jelita hanya tersenyum, tak pernah terbayangkan sikap Richard bisa berubah drastis setelah mengetahui keberadaan anak dan istrinya.
"Jelita, sebaiknya kamu pulang bersama Rena, kamu harus istirahat biar ayah yang menjaga Danil." Ucap Richard.
Kemudian Jelita menatap Danil seolah minta persetujuan, "Pulanglah, kamu harus menjaga kondisi kamu dan juga anak kita, sayang."
"Baiklah, aku akan pulang bersama Rena." Ucap jelita kemudian mengajak Rena untuk pulang.
Selepas kepergian Jelita dan Rena dari ruangan itu, Richard duduk didekat ranjang yang Danil tempati.
"Kau tahu jika aku ayahmu, tapi kau diam saja." Tanya Richard kemudian menghela nafas panjang.
Danil terkekeh, "Lalu Danil harus bagaimana, sementara sikap ayah dulu pada Danil tidak pernah bersahabat, untuk sekedar bercakap-cakap atau bertegur sapa dengan Danil saja, ayah malas dan tak pernah ada waktu, bagaimana Danil harus menyampaikan akan hal itu."
"Bahkan ketika ibu di makamkan saja, ayah tidak datang." Lanjut Danil.
"Maafkan ayah Danil, bukan maksud ayah untuk tidak datang tapi ayah tak sanggup jika harus melihat ia dikubur, ayah sangat mencintai ibumu, hingga mata ini buta tak dapat melihat kebenaran yang ingin disampaikan oleh kakakku Frans dan ibumu." Tandasnya sambil menunduk.
"Ayah menyesal, kenapa dulu ayah egois tak mau mendengarkan penjelasan dari ayah tiri kamu yang juga kakakku, Frans. Dia menikahi ibumu karena ibumu telah hamil dirimu karena perbuatan ayah, dan karena frans tahu bahwa dia mempunyai sakit jantung bawaan sama seperti mu, dulu kakekmu mengalami sakit yang sama dengan mu dan Frans."
"Ayah Frans tidak bisa memiliki anak karena dia mandul." Ucap Danil dengan mata yang lurus kedepan.
"Jadi bukan karena dia sakit?"
Danil mengeleng, "Perusahaan kakek membutuhkan penerus, Yah. Sedangkan harapan kakek hanya ayah Frans dan ayah, namun ayah menjadi sosok yang tak mampu untuk diandalkan hanya karena sikap temperamen ayah, dan egois ayah, maka setelah ayah Frans mengetahui ibu hamil anak ayah, dia lalu menikahinya saat ayah berada di luar negri dan tak kunjung kembali, sedangkan kandungan ibu makin lama makin membesar, ayah kembali saat aku sudah berusia dua tahun dan ayah mengira bahwa aku anak ayah Frans, kemudian ayah marah dan pergi hingga akhirnya ayah menikahi tante sekar, yang akhirnya memilih pergi meninggalkan ayah, padahal tante sekar sedang hamil Rena."
"Kamu tahu segalanya Danil?"
"Ibu yang menceritakannya pada Danil sebelum ibu meninggal."
"Dan kau tak membenci ayah?"
"Ayah Frans mendidikku untuk tak membenci siapapun terlebih dia orang tua kandungku."
"Ya Allah," Penyesalan yang teramat besar ia rasakan kini, bagaimana kakak yang ia benci adalah penyelamat bagi dirinya dan anaknya.
Richard hanya mampu meratapi kebodohannya, namun ia juga berjanji akan merubah segalanya menjadi lebih baik untuk dia dan juga keluarga yang masih setia akan rasa sayang mereka padanya walau dia adalah orang yang bodoh dan juga egois.