Halo Suamiku!

Sadar (2)



Sadar (2)

2Bahkan ketika bangun, ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya saat menarik napas.     

"Bagaimana dengan ingatanmu? Apa ada kebingungan atau ketidakjelasan?" Kali ini, dokter mengeluarkan sebuah buku kecil untuk mencatat.     

Sontak, Josh tercengang.     

Tapi setelah beberapa saat, ia menggelengkan kepala sambil berkata, "... Tidak, aku ingat semuanya."     

Josh tidak berani mengatakan bahwa ingatannya sedikit kabur. Faktanya, saat ia bangun, ingatan samar itu berangsur-angsur pulih. Apalagi saat mendapati wajah Bo Jing yang cukup khawatir. Sekarang, ia tidak bisa membuatnya terlalu khawatir lagi.     

Alhasil, dokter itu mengangguk ketika mendengar pernyataan itu, "Kamu harus istirahat di rumah sakit setidaknya selama setengah bulan. Limpamu telah diangkat, jadi kamu harus istirahat yang baik dan makan lebih banyak makanan yang mengandung tonik..." kata dokter tentang kondisinya, yang membuat Josh terlihat konyol tiba-tiba.     

Limpanya… telah diangkat?     

Matanya perlahan menatap Bo Jing, tetapi ia melihat bahwa Bo Jing memegang tangannya erat-erat, dengan lingkaran hitam tipis di bawah matanya dan sedikit kemerahan.     

Kedalaman mata itu sepertinya penuh dengan sakit hati dan juga penyesalan.     

Yang seketika membuat Josh terperanjat.     

Tapi kemudian, ia tiba-tiba merasa hatinya jauh lebih sakit saat melihat Bo Jing terlihat lesu dan menyesal daripada saat ia mengetahui bahwa limpanya telah dikeluarkan.     

Mau tak mau, ia menatap Bo Jing sembari perlahan mengangkat senyum di bibirnya. Kemudian, ia mencoba menghiburnya dengan suaranya yang lemah, "Tidak masalah... Hidupku benar-benar hebat ... Begitu banyak badai dan ombak.. Tapi sebanyak itu juga aku bertahan. Apa yang ada di depanku ini... "     

Seketika, mata Bo Jing menjadi semakin memerah. Ia lalu membelai rambut Josh dan mencium matanya dengan kasih sayang, kemudian berkata dengan suara serak, "Josh, tidak perlu dilanjutkan."     

Sejujurnya, Bo Jing lebih suka jika Josh mengeluh, kehilangan kesabaran, atau menangis padanya, daripada tersenyum seolah ia baik-baik saja hanya untuk menghibur dirinya.     

Alhasil, Josh dengan lembut mengerucutkan bibirnya dan berhenti berbicara.     

Karena, setelah mengeluarkan limpa, bagaimana mungkin hatinya tidak merasa sedih? Bahkan ia merasa takut. Ia belum lama hidup bersama Bo Jing, namun ia sudah mengalami sesuatu yang begitu serius sebelum ia memberi Bo Jing bayi.     

Sekarang ini, ia juga dipaksa untuk tersenyum sembari berulang kali mengatakan pada dirinya sendiri bahwa itu tidak terlalu buruk.     

Hanya saja sel darah merahnya akan jauh lebih lemah dan imunitasnya akan lebih rendah.     

Selama ia tidak sakit, maka semuanya akan baik-baik saja.     

Sesaat setelah dokter pergi, hidung kecil Josh menjadi terasa sedikit asam. Dengan ragu, ia meraih lengan baju Josh dan meletakkan wajahnya di dadanya. Tiba-tiba, cairan panas membasahi dada Bo Jing tanpa bisa dicegah.     

"Josh… Josh?"     

Hati Bo Jing seketika hancur.     

Kini, mata Josh benar-benar telah memerah dan ia tidak berani melihat ke atas. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah mengusap air matanya diam-diam dan terisak tak terkendali dalam suaranya, "Aku baik-baik saja, kan? Tidak apa-apa kan... Ini benar-benar kecerobohan dan kesombonganku, tapi... aku belum punya bayi. Bisakah aku punya bayi yang sehat di masa depan?"     

Hati Bo Jing semakin dihantam kuat dengan batu yang sangat besar. Ia memeluknya erat-erat, menundukkan kepalanya, kemudian dengan lembut menyeka air mata Josh. bahkan saat ini, suaranya benar-benar selembut sutra "Josh… percayalah, semuanya akan baik-baik saja. Kamu masih sangat sehat dan kita akan memiliki bayi yang sehat, juga menawan. Percayalah, jangan terlalu khawatir, oke?"     

Josh mengangguk dengan mata merah. Meski ia ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi kalimat itu seolah tercekat di tenggorokan.     

Bisakah… ia tetap bermain balap mobil setelah ini?     

Suatu kali, ia pernah memiliki banyak luka besar maupun kecil, tetapi saat itu, ia tidak peduli sama sekali. Ia juga tetap mengejar kesenangan yang dibawa kepadanya ketika dirinya berada di ambang kematian, dan bahkan merasa bahwa dalam kehidupan seperti itu, ia akan merasa lega saat ia mati. Tapi sekarang, semuanya benar-benar berbeda.     

Sekarang, ia memiliki orang-orang yang ia sayangi dan visi yang indah untuk masa depan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.