My Only Love: Aku Hanya Bisa Mencintaimu

Diego Yang Sinis



Diego Yang Sinis

1"Uhm.. jadi apakah Fye benar-benar adalah adikmu?"     

Tanpa tahu apa saja yang berkecamuk dalam pikiran Chleo, Axel menjawab pertanyaannya dengan santai.     

"Bisa dibilang begitu. Kami sudah bersama selama empat tahun."     

Chleo terkesiap mendengarnya. Itu berarti... keduanya tidak memiliki hubungan darah?     

"Ah, rupanya begitu."     

Axel melirik ke sebelahnya dengan terheran-heran. Apakah dia tidak salah dengar? Kenapa nada suara Chleo terdengar begitu menyedihkan?     

Melihat suasana hati Chleo yang tidak menentu, Axel memutuskan untuk diam.     

Sebenarnya dia ingin sekali melihat gadis disebelahnya itu tersenyum bahkan tertawa. Dia ingin sekali meningkatkan mood gadis itu. Sayangnya, hanya sedikit sekali yang ia ketahui tentang gadis ini.     

Tidak. Malahan dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang gadis ini. Karena itu dia tidak bisa berbuat apa-apa karena takut apa yang akan dilakukannya malah memperkeruh suasana hati gadis itu.     

Pada akhirnya keduanya menyelesaikan acara makan siang mereka dalam kesunyian, tanpa suara sama sekali. Suara yang mereka dengar adalah orang-orang sekitar mereka yang saling berbicara satu sama lain dengan gembira, serta musik nuansa natal yang memeriahkan ruangan rumah makan tersebut.     

Setelah itu keduanya kembali pulang tanpa melanjutkan rencana apa-apa. Padahal Axel ingin mengajak Chleo berkeliling dengan alasan meminta gadis itu untuk menjadi pemandunya. Tapi melihat suasana hati Chleo yang masih belum membaik, Axel memutuskan untuk menundanya.     

Begitu mobil sudah tiba didepan rumah Axel, Chleo baru teringat dia masih harus mengucapkan rasa terimakasihnya.     

"Ah, aku hampir lupa. Soal pekerjaan magang tadi, terima kasih kau sudah membantuku."     

"Aku tidak membantu apa-apa. Aku justru ingin minta maaf. Seharusnya kita bisa menikmati makan siang kita, tapi karena kepalaku tiba-tiba sakit, aku jadi merepotkanmu."     

"Tadi itu sama sekali tidak merepotkan kok. Sebaiknya kau segera pulang dan istirahat."     

"Baiklah. Semoga beruntung wawancara besok."     

"Terima kasih."     

Sudah saatnya Chleo turun dari mobil, tapi tampaknya masih ada yang ingin dibicarakan. Axel bisa melihat mulut Chleo terbuka seakan ingin mengatakan sesuatu, tapi kemudian tertutup kembali.     

"Ada apa?"     

"Tidak apa-apa. Sampai jumpa." Dengan tergesa-gesa Chleo langsung membuka pintunya dan langsung turun.     

Yang lebih heran lagi tubuh Axel bergerak sendiri dan ikut turun menyusul Chleo.     

"Chleo," tiba-tiba Axelpun memanggil namanya membuat gadis itu berbalik menoleh kearahnya.     

"Ya?"     

"..." Axel mengutuki dirinya sendiri. Kenapa tubuhnya bergerak sendiri tanpa disuruhnya. Tahu-tahu saja mulutnya ini juga telah bersuara memanggil gadis itu padahal dia sendiri tidak tahu kenapa dia memanggil nama gadis itu.     

"Besok mau kujemput?" ah, sudah kepalang tanggung, Axel memutuskan untuk menawarkan dirinya menjemput gadis itu.     

Jika dia ditolak, tidak masalah, jika Chleo menerimanya, maka dia akan bersukacita.     

Bersukacita? Apakah sudah begitu besar rasa ketertarikannya pada Chleo?     

"Benarkah? Aku akan sangat senang sekali."     

Axel sempat tertegun melihat senyuman lebar penuh bahagia menghiasi wajah cantik nan imut itu. Bukankah beberapa saat lalu gadis ini sedang murung? Kenapa sekarang tampak bahagia?     

"Axel? Axel!" panggil Chleo berulang kali karena tampaknya Axel tenggelam dalam dunianya. "Kau baik-baik saja? Apakah kau merasa pusing lagi? Kau yakin kau bisa menyetir? Bagaimana kalau kau tinggalkan mobilmu disini dan pulang naik taxi atau bis? Aku tidak ingin kau mengalami kecelakaan saat pulang nanti."     

Axel merasa hatinya diselimuti kehangatan melihat sinar mata yang mengkhawatirkannya. Gadis ini mengkhawatirkan keadaannya. Dia tidak pernah tahu kalau ternyata dia bisa merasa sesenang ini dikhawatirkan oleh seseorang.     

"Aku baik-baik saja. Aku hanya terpesona dengan senyumanmu, jadi..." Axel langsung mengatupkan bibirnya dan menghentikan kalimatnya.     

Sial! Kenapa lidahnya begitu lancarnya mencurahkan isi hatinya? Sekarang coba lihat, kedua mata coklat indah dihadapannya ini membelalak lebar tidak percaya.     

Apakah Chleo akan memandanginya dengan aneh? Apakah Chleo akan menghindarinya?     

Entah kenapa Axel menjadi merasa takut jika seandainya Chleo malah menghindarinya dan tidak mau menemuinya lagi.     

Namun sedetik kemudian, Chleo agak menundukkan wajahnya. Axel sempat melihat rona merah menghiasi pipinya hingga ke telinganya. Apakah mungkin...?     

Axel mengusap tengkuk lehernya dengan canggung. Dia adalah orang yang bodoh kalau tidak menyadari arti rona gadis itu. Sepertinya gadis itu juga memiliki ketertarikan yang sama dengannya.     

Dia merasa senang dan juga bingung. Ini pertama kalinya dia mendekati seorang gadis sebagai seorang pria. Kalau sebelumnya dia memiliki hubungan dekat dengan seorang gadis, itu karena dia telah menganggap anak perempuan itu seperti anaknya atau adiknya. Tapi dia tidak pernah bertemu dengan wanita yang membuatnya merasakan ketertarikan yang sangat kuat seperti ini.     

Apakah mungkin.. Chleo adalah cinta sejatinya? Apakah alam menetapkan Chleo sebagai pasangan hidupnya?     

Lalu bagaimana dengan wanita berambut merah yang ada didalam ingatannya? Bukankah wanita itu yang akan menjadi pasangan hidupnya?     

"Kak Chleo?"     

Tiba-tiba sebuah suara berat terdengar dari belakang Axel membuat keduanya melirik ke arah seorang pemuda berambut pirang serta mata biru yang agak mirip dengan mata Axel.     

Keduanya sama-sama memiliki mata biru safir, tapi mata Axel tampak lebih cemerlang seolah ada lampu laser didalamnya.     

"Ah, Diego, kau sudah kembali? Kukira kau akan menginap di rumah paman selama seminggu." Ujar Chleo seketika langsung mengalihkan perhatiannya pada adiknya. Chleo segera berjalan menghampiri adiknya untuk memeluknya.     

"Aku dengar kakak mengalami masalah jadi aku segera pulang. Siapa orang itu?"     

Chleo tertawa gugup. Terlihat jelas sekali dari nada suara adiknya, Diego sama sekali tidak suka dengan pria asing yang memakirkan mobilnya didepan rumahnya.     

"Dia.. Dia adalah teman Dexter. Kau tahu kan Dexter baru saja tiba di Seattle hari Sabtu kemarin."     

"Lalu? Apa yang dilakukan teman Dexter disini?"     

Chleo mendesah pasrah mendengarnya. Kalau adiknya sudah memasang ekspresi dingin tak bersahabat seperti ini, maka akan sangat sulit membuat adiknya menerima kehadiran Axel.     

Diego selalu bersikap sinis seperti ini pada semua teman pria yang mendekati Chleo. Dia juga bersikap sama pada Alexis di awal pertemu mereka. Baru akhir-akhir ini saja Diego menerima Alexis dan membiarkan pemuda itu mendekati Chleo.     

Kini Diego harus melihat wajah asing lagi. Dan insting seorang pria dari dalam Diego langsung tahu, pria yang memiliki mata biru yang sama dengannya sedang mendekati kakaknya.     

"Diego, ayo masuk ke dalam. Ceritakan padaku bagaimana kabar Paman Darell. Hm?"     

"Axel, maaf. Sebaiknya kau segera pulang. Dan juga..." Chleo mendorong punggung adiknya menjauh dari mereka, lalu berbalik dan berbisik pada Axel membuat Axel agak menundukkan kepalanya sedikit. "Kau boleh menjemputku sekitar jam 10 seperti tadi."     

Axel tertawa kecil melihat tingkah Chleo yang begitu menggemaskan.     

"Axel? Kenapa kau memanggilanya begitu mesra?" protes Diego dengan suara yang sangat pelan.     

"Hush! Jangan bicara sembarangan. Sudah ayo masuk."     

Axel menunggu hingga punggung Chleo masuk kedalam rumahnya terlebih dulu. Chleo berbalik menutup pintu rumah dan menyempatkan diri mengulas senyum malu-malu pada Axel yang masih memandanginya.     

Axel ikut tersenyum sambil tertawa kecil.     

Jadi pemuda tadi adalah adiknya Chleo? Dia bahkan belum bertemu dengan kedua orang tua Chleo, tapi dia harus menghadapi adiknya yang sinis terlebih dahulu.     

"Vincentius Regnz, kau memiliki putra yang mengagumkan. Anak itu memiliki sinar mata yang sama denganmu saat kau masih muda." Monolognya dengan senyuman lebar melihat punggung tegap dari Diego Regnz.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.