My Coldest CEO

67| (Not) Love Your Body



67| (Not) Love Your Body

0"Jangan ketinggalan, ponsel mu, dompet, tas, alat make up, atau segala hal deh pokoknya yang kamu perlukan. Kalau gak mau di bawa, nanti saya belikan lagi di New York supaya tidak banyak barang bawaan."     

Felia menatap ke arah Leo dengan alis yang terangkat, lihat kini laki-laki itu bawel sekali hanya karena tepat pada hari ini mereka akan terbang ke New York City dan ya lagi-lagi kekasihnya itu mengambil cuti. "Kalau aku bawa semua, satu barang di mansion aku mau bawa." ucapnya dengan sebal.     

Pasalnya, Leo saja tidak mengemas apapun kecuali pakaian ganti dan tuxedo serta pakaian dalam. Sisanya, pasti nanti laki-laki itu akan dengan senang hati menyuruh para bodyguard-nya untuk membelikan segala barang yang masih kurang. Huft, boros sekali.     

Terkekeh mendengar nada bicara Felia, Leo akhirnya menyambar ponsel yang berada di atas nakasnya dan mengutak-atik isi benda pipih tersebut. "Kamu tahu kalau di sana cucu saya sudah berusia tiga tahun? dan itu sangat menggemaskan." ucapnya sambil memperlihatkan layar ponsel ke hadapan wanita yang sedang berada di hadapannya, sedang mengemas barang-barang seperlunya.     

Menolehkan kepala saat melihat ponsel Leo terjulur ke hadapannya, ia menatap foto putri kecil yang tersenyum sangat manis ke arah kamera. Menggemaskan sekali, bagi pecinta anak kecil tentu saja ia sangat ingin bermain dengannya. "Apa itu anak dari Vrans dan Xena, Tuan?" tanyanya. Kini, ia menutup koper serasa semuanya sudah siap dan tidak ada barang yang ingin di bawanya lebih dari ini.     

"Iya, gadis kecil yang sangat cantik dengan perpaduan putra saya dan Xena."     

"Aku mengakui hal itu, kalau mereka cantik dan tampan pasti hasilnya sangat memuaskan. Siapa namanya?"     

"Namanya Arletta Camelia Luis, biasa di panggil Letta."     

"Camel seperti unta di gurun pasir, begitu?"     

"Iya, saya juga tidak tahu kenapa Vrans membawa-bawa nuansa gurun pasir untuk menamai putrinya tapi saya suka."     

Menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang diucapkan oleh Leo karena dirinya pribadi pun suka dengan nama itu. "Nanti akan ku ajak main Letta," ucapnya dengan senyuman lebar. Betapa menyenangkannya jika berada di dekat anak-anak apalagi yang lucu seperti itu, membayangkan pipi ber-cosplay menjadi bakpao tentu saja ia ingin menyerang balita kecil itu.     

"Iya, kau begitu suka dengan anak kecil ya?"     

"Memangnya siapa yang bisa menahan tingkah menggemaskan mereka, huh?"     

Leo menaruh ponselnya ke saku celana, lalu berjalan mendekati Felia yang masih berdiri tegak dengan tatapannya yang polos. "Yuk kita buat juga, mau gak? supaya kita juga punya satu di rumah dan kamu tidak akan kesepian kalau aku sedang berada di kantor seharian." ucapnya sambil mengerling jahil, tangannya menggerayangi paha mulu wanitanya.     

Dengan perlahan tapi pasti, jemari besar khas seorang laki-laki itu pun semakin menaik karena saat ini Felia menggunakan rok.     

Sedangkan Felia? tubuhnya berdesir dan saat sentuhan itu sampai di pangkal pahanya, ia bergidik kecil seperti tersetrum. "E-eh? Tuan ngapain kita ingin berangkat satu jam lagi." ucapnya mengingatkan dengan nada bicara yang sudah terlihat kalau dirinya ingin lari dari pikiran mesum laki-laki ini.     

Leo terkekeh, baginya malam tadi ia tidak puas karena bayangkan saja Felia meninggalkan dirinya tidur karena ia tidak ingin berhenti main dan membuat sang kekasih kelelahan. "Kenapa memangnya kau takut basah atau bagaimana?" tanyanya yang menghentikan jari tepat di luar celana dalam yang masih aman itu.     

"Bukan begitu, bagaimana kalau telat huh?"     

"Tidak akan telat, jet pribadinya saja itu milik ku. Ingin lepas landas jam berapapun tetap saja aku yang memegang kendali."     

Felia menghembuskan napasnya. Sial, lama-kelamaan hal ini menjadi candu yang sulit untuk di lepaskan. Ia dengan cepat menurunkan tangan Leo supaya keluar dari dalam roknya, bisa-bisa kalau tidak di cegah akan lama keberangkatan mereka. "Maaf Tuan, jangan di jadikan candu ya. Masa iya kamu belum puas main sampai tadi hampir menjelang pagi?" ucapnya yang keheranan dengan laki-laki itu.     

Padahal, Leo baru pulang kerja. Bahkan laki-laki itu tidak memberikan peluang sekedar mendaratkan bokongnya untuk mengistirahatkan tubuh.     

Leo menaikkan bahunya, ia tidak marah kalau Felia menolaknya seperti ini toh ia hanya menggoda saja dan tidak akan membiarkan adik kecil perkasanya kembali bangun dari tidur. "Iya saya juga tau, pasti kamu takut kalau saya hanya mencintai tubuh mu iya kan?" balasnya sambil memberikan senyuman hangat.     

"Iya, memangnya wanita mana yang tidak takut kalau cinta bukan untuk hati namun untuk tubuh? aku tidak ingin dicintai dengan cara seperti itu,"     

"Tidak tidak, saya bukan tipe laki-laki yang seperti itu. Perlu di ceritakan lagi kalau kamu wanita pertama setelah saya kehilangan mantan istri saya, hm?"     

Felia menggelengkan kepalanya, pernah suatu malam Leo sudah menceritakan segalanya. Dari di tinggal sang istri, merawat Vrans kecil sendirian, bahkan sampai laki-laki itu mati rasa dan akhirnya masih menutup tubuh untuk wanita yang hanya tergiur dengan body dan uangnya.     

Hot sugar Daddy, ah itu itu panggilan yang sangat Badas terdengar di telinga yang mendengarnya.     

"Tidak, tidak perlu Tuan semuanya sudah cukup jelas bagi ku. Lagipula untuk apa mengingat masa lalu yang hanya bisa membuka luka lama kembali?"     

"Masa sih? kamu mengerti atau... cemburu dengannya?"     

Felia membelalakkan kedua bola matanya, merasa tidak setuju dengan tuduhan yang dilontarkan Leo untuk dirinya. "Hei, siapa juga yang cemburu sama masa lalu Tuan!" serunya sambil meninju kecil dada bidang kekasihnya yang dilapisi dengan kaos dan di padukan rompi, casual but luxurious.     

Terkekeh kecil karena raut wajah Felia kini tengah menekuk senyumannya, Leo langsung saja meraih pinggang ramping wanitanya. "Kalau cemburu juga gak masalah, sayang." gumamnya tepat di daun telinga wanitanya, ia mengeluarkan nada bariton yang terdengar rendah, sangat sexy.     

"Siapa yang ingin cemburu dengan masa lalu? tidak ada, begitu juga dengan ku."     

"Bagaimana kalau mantan istri saya kembali?"     

"Ya tentu saja aku akan mempertahankan sesuatu yang sudah menjadi milik ku, Tuan. Kecuali aku dan kamu tidak memiliki hubungan apapun, baru aku akan mengalah."     

"Memangnya kita punya hubungan apa?"     

"Berpacaran, kan?"     

"Bukannya kamu ingin menjadi calon Nyonya Luis saya, ya?"     

Pada detik selanjutnya, kedua pipi Felia terlihat merah dan pasti terasa panas sampai menjalar ke telinga. Tentu saja ia merasa malu saat membayangkan seorang gadis seperti dirinya yang bernotabene mantan maid tapi tiba-tiba saja dekat dengan seorang kolega ternama besar di dunia seperti Luis dengan segala kemewahan yang terdapat di hidupnya.     

"Tapi aku--"     

"Apa? insecure lagi untuk yang kesekian kalinya? bagaimana pun kamu dan latar belakang mu, selagi kamu bisa bersikap apa adanya itu sudah sangat lebih dari cukup untuk saya."     

Terharu? tentu saja. Felia benar-benar di perlakukan seperti layaknya wanita, ya walaupun mereka suka 'bermain' namun tidak sampai keterlaluan yang membobol dirinya. Dengan gerakan cepat, ia langsung menubruk dada bidang Leo dan melingkarkan kedua tangannya tepat di leher laki-laki tersebut.     

Pelukan yang sangat erat membuat rongga dada Leo berdesir hangat. Ini yang ia suka dari Felia, wanita itu sewaktu-waktu bisa membuat gairahnya bangkit sampai menggelap namun di sisi lain bisa membuat dirinya merasa di titik cinta yang paling sempurna du sepanjang hidupnya.     

"Terimakasih sudah selalu menerima aku, Tuan. Maaf belum bisa membayar segala kebaikan kamu, aku benar-benar merasa sangat bahagia."     

"Memangnya siapa yang meminta bayaran? saya sudah cukup dengan harta yang saya miliki, jangan menambahnya lagi."     

"Dasar The Richest CEO,"     

Leo terkekeh kecil, wangi manis dari tubuh Felia selalu membuat dirinya mabuk kepayang. Pasalnya, wangi itu sangat menenangkan.     

Felia juga melakukan hal serupa dengan Leo, menghirup dalam-dalam aroma maskulin yang selalu membuat dirinya betah berlama-lama di dekat laki-laki yang kini masih membalas pelukannya. Ia mendongakkan kepala, menjadikan matanya bertubrukan dengan rahang kokoh yang tampak sangat mempesona itu. "Sayang," ucapnya dengan ragu. Karena... hei ini pertama kalinya ia berpacaran!     

Senyuman merekah di wajah Leo, ia benar-benar senang jika wanitanya memanggil dirinya dengan sebutan 'sayang' daripada 'Tuan'. "Iya sayang?" balasnya dengan lembut, menurunkan pandangannya supaya bisa melihat manik mata yang sejernih lautan.     

"Euhm nanti aku pikirkan kembali tentang ucapan mu, aku sedikit gugup."     

"Ucapan saya yang mana? yang ingin menjadikan kamu Nyonya Luis, hm?"     

"T-tidak bukan yang itu,"     

Padahal tadi rasanya ia berani mengatakan hal ini, namun ternyata justru sekarang tenggorokannya terasa tercekat.     

"Lalu yang mana sayang, hm? kamu mengingat ucapan saya yang mana? kalau berbicara setidaknya lebih detail supaya saya tidak menerka-nerka,"     

Felia berjinjit karena ingin mengatakan deretan kalimat yang sudah siap ia lontarkan untuk Leo, hembusan napasnya yang pelan langsung saja menyapu permukaan leher kekasihnya. "Nanti aku pikirkan lagi soal debay yang akan kita buat," gumamnya dengan volume kecil. Setelah mengucapkan itu, ia kembali menurunkan pijakannya pada lantai lalu menatap Leo sambil mengulum sebuah senyuman yang sangat cantik.     

Leo tersenyum, ia sangat senang pinta seperti itu dari Felia langsung --walaupun masih menggantung keputusan--. "Saya senang kalau kamu mengatakan itu, sayang." ucapnya sambil meraih dagu wanitanya, lalu ia mendekatkan wajah mereka sampai mengikis jarak.     

Menatap dalam satu sama lain, irama dada mereka juga sama berdebaran sama seperti layaknya para remajanya yang baru jatuh cinta satu sama lainnya. Tanpa banyak berkata lagi, mereka mulai memangut bibir satu sama lain. Bertukar saliva dengan gerakan perlahan yang memabukkan. Hanya lumatan tanpa tangan Leo yang menjalar ke tubuh Felia, mereka benar-benar cinta dari segi hati bukan dari segi fisik.     

Felia dan Leo membuktikan kalau berhubungan badan hanya sebagai pemanis hubungan mereka, dalam artian tidak wajib untuk di lakukan kecuali sudah memiliki jenjang keseriusan untuk hubungan selanjutnya seperti mereka. Sisahnya, mereka saling mencintai dengan ketulusan hati. Ini bukan hanya tentang nafsu yang menyesatkan, namun tentang cinta yang sesungguhnya.     

"Saya mencintai kamu, bukan mencintai tubuh kamu sayang. Kamu berhak menolak kalau tidak menginginkannya atau bahkan risih, aku tidak akan memaksa dan tidak akan marah."     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.