My Coldest CEO

77| Make Love (21+)



77| Make Love (21+)

1"Cie akhirnya kamu cemburu sama laki-laki lain, sangat menggemaskan, Tuan."     

Felia mengulum sebuah senyuman geli karena tingkah Leo sangat berbeda daripada sebelumnya. Ia baru tahu kalau laki-laki berkharisma dan berwibawa jika merasa cemburu akan menjadi seperti ini, marah di awal namun merajuk di akhir. Sungguh, rasa gemas terhadap laki-laki yang kini sudah menenggelamkan tubuhnya di balik selimut mulai menjalar keseluruhan bagian tubuhnya.     

"Berhenti, jangan meledek. Saya ingin tidur, Fe." Suara bariton itu menjawab ucapan Felia dengan nada malas, padahal kan niatnya ingin menikmati tubuh kekasihnya malah berakhir meledek seperti ini, jadi tertangkap basah deh sifat aslinya.     

Dalam hati, Leo menentang keras akan menjadi mirip seperti Vrans yang sangat bucin dengan Xena. Tapi, sekarang kini terlihat dirinya akan mulai menyamai sang putra.     

Banyak akal yang akan dilakukan Felia untuk mengembalikan suasana hati Leo, salah satunya kini ia sudah merangkak naik ke atas kasur lalu segera tidur tepat di samping kekasihnya itu. Tak lupa juga ia mulai masuk ke dalam selimut dan ya kedua tangannya pun sudah bergerak untuk memeluk tubuh kekar itu.     

"Jangan ngambek, nanti tampannya hilang."     

"Siapa yang ngambek? saya? tidak. Saya hanya ingin tertidur, jangan berpikiran kalau saya lemah."     

"Ngambek bukan berarti lemah, Tuan. Justru aku jadi tau kalau kamu benar-benar sayang sama aku, tapi jangan berlebihan seperti ini."     

Mengelus perut kotak-kotak yang tercetak jelas di tubuh Leo, tentu saja jemari lentik Felia mulai menelusuri bagian tubuh tersebut. Ya hanya berniat untuk menenangkan, sih... namun sepertinya geraman rendah mulai terdengar dari mulut laki-laki yang kini masih membelakangi dirinya.     

Tak lupa juga Felia menyandarkan kepalanya pada punggung Leo, menghirup dalam-dalam aroma maskulin yang memabukkan itu.     

"Saya memang sayang sama kamu, kamunya saja yang selalu negatif dengan pemikiran mu sendiri." balas Leo. Kini, mungkin perasaannya sedikit tenang karena mendapatkan perlakuan lembut daru wanitanya. Namun tak ayal ia masih kesal dengan Rio, dan ya kekesalan itu malah menyambar tiap objek yang ada di dekatnya termasuk sang kekasih.     

Felia sangat sadar 100% kalau dirinya memang tidak percaya diri dengan apa yang terjadi. Padahal, kini penampilannya sudah lumayan berubah daripada sebelumnya. Baju yang bagus, keperluan yang memadai, bahkan waktu itu Leo dengan senang hati menawarkan mobil Lamborghini padanya dan langsung ingin di belikan. Jangankan naik mobil, terkadang naik bus saja dirinya takut kalau sang supir mengemudikan kurang baik.     

"Ya bagaimana pun juga para wanita boleh insecure, Tuan. Tak terkecuali aku, ya ingin apa adanya namun sadar dengan kasta."     

"Memangnya ada apa dengan kasta kamu? saya ataupun orang lain di dunia ini memiliki kasta yang sederajat. Walaupun latar belakang kita berbeda dan mungkin apa yang di kerjakan kita juga berbeda, tapi itu gak menutup kemungkinan kalau saya cinta sama kamu."     

Rasanya seperti tidak lengkap kalau Leo belum menenangkan dirinya. Felia mengulas sebuah senyuman simpul, lalu menarik tangannya yang membuat dirinya memeluk laki-laki tersebut kala tubuh kekar itu mulai mengganti posisi supaya bisa tatap-tatapan dengan dirinya.     

Setelah mereka tiduran saling berhadapan satu sama lain, Felia langsung saja menjulurkan tangannya untuk mengelus rahang kokoh milik Leo dengan ibu jarinya. Ia tersenyum, menampilkan wajah damai yang jarang menunjukkan amarah. "Ada sekian banyak laki-laki di dunia ini, tapi kamu tetap menjadi yang paling pertama, utama, dan semoga juga yang terakhir." ucapnya.     

Mencari pasangan yang satu frekuensi itu memang sulit, kalaupun tidak menemukannya namun sudah saling jatuh cinta, kenapa tidak? menjalin hubungan tidak hanya menuntut dan selalu menuruti kriteria, dan ya Felia berusaha keluar dari zona itu.     

Leo melihat senyuman yang sangat tulus itu, ia sadar kalau Felia berusaha untuk menjadi lebih baik dan mengesampingkan apa yang menjadi pikiran negatifnya. "Kamu tau? kamu sudah lebih dari cukup untuk saya, sayang. Tidak perlu apapun lagi untuk mengubah dirimu, saya suka kamu apa adanya selagi hal itu tetap membuat mu bahagia." ucapnya sambil meraih tangan wanita itu yang berada di rahangnya untuk di genggam erat.     

Felia kini tenang, ya memang seharusnya seperti itu. Kalau Leo saja menerima dirinya yang seperti ini, kenapa ia harus mempermasalahkan segalanya seakan-akan laki-laki itu tidak menerimanya?     

Tanpa di duga, ia memajukan wajahnya untuk meraih bibir sexy Leo. Sebagai pertanda terimakasih, ia memberikan lumatan yang di gerakan dengan perlahan untuk kekasihnya.     

Sedangkan Leo? ah jangan di tanya lagi bagaimana perasaannya saat ini, tentu saja berbunga-bunga dengan mengulum sebuah senyuman penuh kebahagiaan. Kini tangannya mulai menahan kepala belakang Felia saat wanita itu ingin menyudahi ciuman mereka, ia belum rela melepas bibir mungil itu dari pangutannya.     

Felia pasrah, ia hanya menikmati dengan desahan kecil saat tangan kekar Leo mulai menggerayangi tubuhnya dengan gerakan sentual. "Asshhhh," desahnya saat laki-laki itu mulai meremas sebelah gunung kembar miliknya dan beralih memilin tonjolan kecil di atas gunung tersebut.     

Tentu tubuh Felia merespon baik bersamaan dengan permainan tangan Leo, tubuhnya menggelinjang hebat.     

Leo yang melihat reaksi Felia pun kembali tersulut naluri laki-lakinya. Mereka dalam keadaan tiduran namun masih bisa bermain seperti ini. Merasa cukup karena melihat wanita di hadapannya ini mulai kehabisan napas, akhirnya ia menghentikan ciumannya. "Kamu mau di atas, atau mau di bawah?" tanyanya tanpa rasa malu sedikitpun, lagipula hal yang wajar untuk menanyakan posisi supaya permainan mereka lebih nyaman.     

Mungkin menurut laki-laki itu wajar, namun menurut Felia itu adalah hal yang vulgar. Terbukti kini kedua pipinya terlihat merona, sangat terlihat jelas kalau dirinya memang benar-benar malu.     

"A-aku... di bawah saja." jawaban dengan nada malu itu akhirnya terdengar. Padahal ia yang memutuskan namun saat ini juga ia yang malu.     

Leo menganggukkan kepalanya, paham. Lalu langsung beranjak dari tidurnya untuk membuka seluruh pakaiannya yang dikenakannya, ia mengalihkan pandangan ke arah Felia. "Mau saya yang buka atau--"     

"Enggak, aku aja. Nanti bajunya pada sobek padahal baru beli, sayang-sayang uang saja."     

Felia beralih ke tepi kasur --menjauhi Leo supaya laki-laki itu tidak mengambil start terlebih dahulu--, lalu mulai melucuti pakaiannya sampai tubuhnya telanjang dengan sempurna.     

"Balik badan mu, sayang. Masa kamu membelakangi saya, tidak enak dong dilihatnya."     

Mendengar suara bariton itu, Felia mulai membalikkan tubuhnya. Menampilkan dua gunung kembar yang semakin padat akibat ulah Leo yang sangat gemar bermain di sana.     

Selang beberapa detik setelah Leo melamun, laki-laki itu langsung bergerak ke arah Felia lalu menaruh wanitanya ke atas kasur dan langsung ia tindih. "Ini hukuman untuk kamu karena sudah memberikan nomor telepon pada Rio," ucapnya dengan nada rendah bahkan kini kedua bola matanya menggelap sempurna.     

Felia menatap Leo dengan sorot mata yang lekat, ia tidak setuju dengan alasan tersebut. "Tidak, aku tidak pernah memberikan nomor ku pada siapapun termasuk Rio." ucapnya membuat penentangan.     

"Benarkah? Bagaimana bisa dia menelpon mu tanpa nomor telepon? itu sangat mustahil."     

"Tapi aku serius, Tuan. Kamu lihat sendiri kan saat di taman dialah yang memberikan kartu nama."     

"Dan dimana itu sekarang? saya sudah tidak melihatnya,"     

"Iya, tertinggal di hotel saat kita ke Paris. Dan aku juga tidak pernah menyimpan nomor teleponnya."     

Ingin tidak percaya, namun di satu sisi Felia membenarkan jalan pikirnya yang sempat tersesat itu. Ya lagipula mungkin benar dirinya cemburu, namun ia tidak peduli lagi. "Kalau begitu, ini hukuman untuk kamu yang tidak tahu apapun."     

Felia membelalakkan kedua bola matanya, ingin protes namun gesekan di bagian bawah tubuhnya membuat ia segera mencengkram erat seprai karena rasa nikmat muncul begitu saja. "Ashhhhhh, jangan hanya di goyang saja Tuan." Entah bagaimana bisa dirinya berkata demikian, namun tiba-tiba hasrat juga mempengaruhi dirinya.     

"Iya sesuai dengan permintaan kamu, sayang."     

Leo menarik senyumannya, lalu memposisikan kejantanannya pada kewanitaan Felia. "Mau di masukkan?"     

"Tidak, a-aku..."     

"Saya akan tanggung jawab,"     

Dengan takut, Felia hanya menelan salivanya dengan susah payah. Dalam detik selanjutnya...     

Jleb     

"Ashhhh.."     

Lenguhan nikmat serta sakit mulai terasa saat kejantanan Leo masuk ke dalam kewanitaannya. Ia mencengkram erat seprai dengan air mata yang mulai terlihat jelas di kelopak matanya.     

Leo yang melihat itu pun langsung saja memajukan tubuhnya, lalu segera membekap mulut Felia dengan mulutnya. Memberikan lumatan lembut, ini pertama kalinya mereka berhubungan badan dengan penyatuan yang sempurna. Ia menetralisir rasa sakit yang baru dirasakan oleh wanitanya dengan memberikan lumatan, dan kini pinggulnya mulai bergoyang maju mundur dengan tempo perlahan namun pasti.     

Felia menatap Leo, selangkangannya perih namun kini sudah tidak berasa lagi. Ia melepas lumatan mereka, lalu sibuk melenguh dengan kenikmatan yang diberikan oleh laki-laki tersebut.     

"Ashhhhh..."     

"Ashhhh Tuan..."     

Leo menatap Felia, wajahnya begitu mendukung membuat dirinya benar-benar ingin menambah tempo pergerakannya. "Sebut nama ku sayang," sambil berucap seperti itu ia juga meremas kedua gundukan kembar tersebut dengan gerakan sensual, perlahan namun pasti.     

Menganggukkan kepalanya, Felia menahan lenguhan nikmat yang terasa akibat dari permainan Leo terhadap dirinya. Bawah tengah di gempur, kini atas juga tengah di gempur juga.     

"Ashhhh Leooo.... faster sayang,"     

"As you wish sayang..."     

Semakin melihat Felia yang kenikmatan, semakin itu juga Leo bernafsu lebih tinggi kepada wanita tersebut. Ia menggoyangkan pinggulnya dengan cepat sampai benar-benar kekasihnya mencengkram erat seprai. Terlihat darah segar yang keluar dari kewanitaan Felia, itu adalah hal yang wajar pertanda mahkota satu-satunya wanita sudah berhasil di bobol.     

Leo belum mengizinkan Felia bermain dengan miliknya, bahkan mereka hanya melakukan pemanasan bibir saja. Salahkan sata wanitanya yang membuat dirinya cemburu, dan kini semuanya seakan-akan terasa melayang.     

"Sayang, sebut nama saya, saya ingin mendengarnya..."     

"Arghhh Leo.... ken-anpha enak sekali...."     

Felia benar-benar baru merasakan ini, awalnya ia pikir akan sakit, tapi tidak. Mungkin sakit di awalan saja, namun setelahnya terasa nikmat.     

"Saya keluarin di dalam ya,"     

Malam ini, di New York, menjadi saksi bagaimana penyatuan kedua insan yang saling jatuh cinta. Setelah ini hanya tersisa kebenaran dan juga kemanisan cinta dari seorang CEO yang bertemu dengan wanita mantan maid.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.