50| Proof Of Ownership (21+)
50| Proof Of Ownership (21+)
Satu notifikasi dati aplikasi yang sudah mendunia dan digandrungi banyak orang karena bisa mengikuti banyak akun, entah itu akun keluarga, teman, atau idola sekalipun.
Azrell menaikkan sebelah alisnya, karena Leo jarang sekali memposting sesuatu kalau bukan hal-hal penting tentang endorse dan lain sebagainya.
Menarik gulungan layar, lalu menekan notifikasi tersebut. Setelah makan pizza, ia pikir kantuk akan segera melanda tapi dirinya salah karena kalau sudah kekenyangan malah jadi tidak bisa tertidur.
Setelah itu, tertampil postingan yang mampu membuat hatinya merasakan sesak. Sungguh, ia belum siap untuk melihat secara langsung akhir pekan Leo yang bukan diperuntukkan dengan dirinya lagi. Kini, terlihat foto laki-laki yang di maksud dengan Felia. Mereka terlihat sangat bahagia, apalagi senyum Leo yang tidak pernah bisa berbohong. Laki-laki itu... benar-benar merasa bahagia?
"Ngapain liatin mereka mulu sih, penting?"
Mengabaikan suara bariton yang hadir bersamaan dengan kasurnya yang bergelombang pertanda laki-laki itu ikut naik ke atas kasur dan memposisikan tubuh tepat di sampingnya, Azrell sama sekali tidak memperdulikan kehadiran Rio.
"Bukan urusan kamu,"
Melihat wajah Azrell yang murung, dengan menjentikkan jemarinya dengan pelan Rio langsung saja merebut ponsel yang berada di tangan wanita itu. "Sini, aku ada ide." ucapnya sambil menahan tangan Azrell supaya tidak kembali melayangkan pukulan-pukulan yang terasa cukup membuat tubuhnya sakit.
"Eh ngapain sih, daritadi selain cosplay jadi hantu juga suka gak jelas ya kamu!"
Azrell menatap sebal ke arah Rio yang tengah mengutak-atik ponselnya, entah apa yang laki-laki itu inginkan tapi saat ini yang jelas ia tidak bisa melawan karena tangannya benar-benar di tahan. Ia meneguk salivanya kala sadar kalau Rio ternyata bertelanjang dada, kini tercetak jelas perut yang berbentuk kotak-kotak maskulin.
Ia adalah pecinta berhubungan badan dengan banyak laki-laki, namun bukan berarti ia adalah wanita lemah yang selalu berada di bawa laki-laki.
"Lebih baik, kita juga berfoto seperti mereka. Kamu pikir aku bukan laki-laki terkenal, ya? main mu kurang jauh sih makanya hanya mengenal Luis saja," ucap Rio sambil terkekeh kecil. Kini tampilan ponsel Azrell yang sudah berada di genggamannya, terlihat fitur kamera pertanda kalau ia bersungguh-sungguh dengan perkataannya.
"Tidak mau, jangan pikir aku mau berfoto dengan mu. Sangat tidak sudi, dasar laki-laki maunya menang terus."
"Loh, kebalik dong? laki-laki mah ngalah mulu untuk wanitanya. Ah yasudah kalau begitu, aku cuma menawarkan saja kok."
"Yasudah!"
Sudah hampir satu jam dari kedatangan laki-laki itu ke rumahnya, tapi Rio belum memiliki niat untuk segera kembali ke rumah atau setidaknya keluar dari kamarnya. Apalagi melihat tatapan menyebalkan yang kini tertampil lagi...
"Ayo foto, Azrell. Kenapa susah banget sih padahal aku hanya menyuruh foto bersama doang."
"Buat apa sih, Rio? tidak penting banget, lagipula untuk apa juga foto sama kamu terus nanti di posting sosial media."
"Buat panas-panasi Leo lah, supaya dia pikir kalau udah ada aku di hidup kamu."
Mendengar ucapan Tio yang lagi-lagi setinggi langit membuat Azrell tertawa. Ia tidak pernah memiliki bayangan akan bertemu dengan laki-laki bermodel seperti ini, dan ya cukup menghibur. "Tidak perlu, memangnya kamu siapa aku?" Tan dengan nada bicara yang mengejek.
Rio selalu membawa santai segala ucapan Azrell, kecuali beberapa jam sebelumnya yang memang wanita itu benar-benar terasa sangat menyebalkan. Ia menaruh ponsel milik wanita yang di sebelahnya ke atas nakas lalu segera mengubah posisinya menjadi di atas Azrell.
"Ingin pembuktian?"
Azrell yang sepertinya memang tidak pernah bosan jika mengenai dengan berhubungan badan pun hanya bergeming saja, menunggu kelanjutan Rio yang entah ingin melakukan napa terhadap dirinya.
Wanita diam, berarti itu adalah sebuah persetujuan yang enggan untuk di ucapkan, benar kan? Jadi, kini tangan Rio mulai masuk ke dalam kaos milik Azrell, mengelus permukaan perut yang sangat halus dengan gerakan sensual.
"Jangan basah dulu, sayang."
Kedua bola mata Azrell menggelap, entah kenapa tiba-tiba hormonnya berubah-ubah. Ia menahan tangan Rio yang berada di dalam kaosnya, membuat laki-laki itu mengembalikan posisi tangannya ke semula. "Aku yang di atas," bisiknya dengan nada serak tepat di telinga Rio.
Mendengar pinta Azrell, tentu saja membuat Rio merasakan keuntungan karena jarang-jarang seorang wanita ingin memimpin permainan. Ia menganggukkan kepalanya, lalu menjatuhkan diri tepat di sisi kosong kasur yang tepat berada di samping Azrell. Menatap wanita itu yang kini sudah naik ke atas tubuhnya. "Genit,"
Azrell tersenyum miring, belum apa-apa ia sudah menggoda Rio dengan kewanitaannya yang menempel pada kejantanan laki-laki tersebut, menggesekkan dengan gerakan perlahan. "Jangan basah dulu, sayang." seakan-akan memutar balikkan ucapan Rio, senyuman menang kala wajah laki-laki tersebut sedikit memerah membuat dirinya cukup puas.
Rio terkekeh melihat pose Azrell saat ini, ia menunggu dengan kejantanan yang sudah merasakan sesak di balik celana boxer-nya. "Lakukan dengan segera, jangan menggodaku." ucapnya sambil meraih dua gunung kembar yang menggantung, sangat menggairahkan.
Azrell merasakan remasan tangan Rio pada daerah atas sensitif, masih dengan menggesekkan kewanitaannya ia menunduk untuk menjilati dada bidang laki-laki tersebut dan bermain di atas benda yang sama dengan miliknya. Bedanya, para lelaki tidak padat bulat dan tumbuh, justru mendatar namun masih ada benda kecil yang kini menjadi sapuan lidahnya.
"Awshhh.." tanpa sadar Rio mendesah dengan suara bariton yang terdengar serak, ia merasakan sensasi geli saat lidah yang menjadi candu dalam berciuman itu mulai menelusuri tubuhnya.
Azrell menarik senyuman lalu mengangkat wajahnya, "Ingin bawah duluan atau atas?"
Tanpa menjawab, Rio hanya menjawabnya dengan aba-aba arah mata yang menunjuk ke bagian bawah tubuhnya.
Mengikuti arah pandang Rio, Azrell tersenyum kala melihat kejantanan itu sudah berdiri sangat tegak. Sepertinya berusaha mendobrak meminta ruang bebas supaya bisa menghilangkan sesak. Menganggukkan kepalanya, ia langsung menegakkan tubuh dan langsung melucuti pakaiannya satu persatu.
Ia memutuskan untuk turun dari kasur, lalu berjongkok. "Bisakah kamu sedikit ke bawah?" setelah itu, kini wajahnya berhadapan tepat dengan selangkangan Rio.
Masih terbungkus boxer, ia sudah bisa membayangkan bagaimana kepuasan yang di dapat jika benda perkasa itu masuk ke dalam kewanitaannya. Menjulurkan tangan untuk meraih kejantanan tersebut dan mengelusnya dengan perlahan.
"Awhhh tangan mu sangat lembut, jangan menyiksa ku seperti ini."
"Aku tidak menyiksa mu sama sekali, Rio."
Azrell menurunkan boxer Rio sampai lepas, dan ia buang sembarangan ke lantai. Saat ini, kejantanan laki-laki yang tengah terbaring dengan hasrat memenuhi tubuhnya sudah dalam keadaan naked sama seperti dirinya.
Mendekatkan wajah ke kejantanan Rio, lalu segera mengulumnya dengan gerakan sensual.
"Oh damn, sial mulut mu benar-benar nikmat..."
"Awshhh.."
"Awshhhh..."
"Faster, sayang."
Menuruti perintah Rio, Azrell segera bergerak dengan tempo yang cukup cepat. Merasa lelah, ia mengeluarkan kejantanan tersebut, lalu merangkak untuk naik ke atas tubuh Rio. Ia mendekatkan wajahnya dengan laki-laki tersebut, lalu mulai melumat bibir sexy yang sekiranya memiliki ukuran yang setara dengan milik Leo.
Cup
Lumatan yang lembut, tidak ganas namun tetap bisa di nikmati adalah hal yang paling membuat Rio gemas. Persetanan dengan wanita yang memimpin karena saat ini ia sudah tidak tahan. Mengganti posisinya kembali dengan membanting tubuh Azrell menjadi di bawahnya. Sekarang ia yang menggesek-gesekan miliknya pada milik Azrell, mendengar wanita itu mulai merintih dan mendesah di saat yang bersamaan.
"Masih ingin bilang kalau aku bukan siapa-siapa di hidup mu, iya?"
Azrell bergeming,
Rio menaikkan senyuman lalu memposisikan tubuhnya sampai pada...
Jleb
Kejantanannya masuk dengan sempurna ke dalam kewanitaan Azrell untuk yang kedua kalinya. Memaju mundurkan pinggulnya dengan gerakan pelan membuat desahan penuh kenikmatan kembali terdengar.
"Jawab Azrell, masih yakin aku bukan siapa-siapa di saat tubuh mu merespon dengan baik permainan yang aku lakukan?"
"Ak--awshhh aku, baiklah-- awsshhh..."
"Apa?"
Azrell tidak ingin menjawab, namun akibat dari dirinya yang memilih diam saja membuat Rio kembali ke dalam mode pertempuran. Menggoyangkan pinggulnya lebih cepat daripada ritme sebelumnya. Ia mencengkram erat seprai kasurnya, bahkan kini tubuhnya bergetar karena benar-benar merasakan kenikmatan pada puncaknya.
"Awshhh... ahhh, Rio..."
"Yeah, sebut nama ku sayang. Jangan berani-beraninya sebut nama laki-laki lain."
Sejalan dengan gempuran yang diberikan oleh Rio membuat racauan Azrell semakin menjadi-jadi. Kini, tangannya mulai meraba kedua gunung kembar. Sedikit bermain-main di sama sambil berpose seperti bayi yang memerlukan ASI.
Sekitar dua ronde mereka melakukan olahraga malam, mereka tumbang bersebelahan saling menatap langit-langit kamar.
"Kalau kamu mencari yang banyak uang seperti Leo, aku sangat mampu. Tapi kalau kamu cari yang berwibawa seperti laki-laki itu, aku tidak bisa karena sifat ku menyebalkan."
Azrell menolehkan kepalanya, menatap wajah Rio dari samping. Laki-laki itu sibuk menatap langit kamarnya, bahkan saat mengajaknya berbicara pun tidak berpaling. "Nah itu kamu sadar kalau diri mu sangat menyebalkan, setidaknya berubah supaya menjadi lebih baik lagi."
"Tidak mau, aku cukup bahagiain dengan sifat ku. Harusnya kamu yang berubah, belajar untuk menerima orang apa adanya."
Tertampar? tentu saja. Kedua bola mata Azrell seakan-akan buta karena sudah terkunci oleh satu nama yaitu Leo. "Kalau boleh belajar mah aku ayo-ayo aja, tapi kalau urusan hati masih ke Leo ya itu konsekuensi buat kamu, gimana?"
"Kalau aku berhasil membuat kamu suka sama aku, apa imbalannya?"
Azrell menatap serius ke arah Rio, lalu memiringkan tubuhnya dan menelusuri rahang Rio dengan jari telunjuknya yang lentik. "Janin dan aku akan menjadi milikmu, tidak akan ada pengakuan lagi kalau sebenarnya ini adalah kepemilikan Leo. Deal?" ucapnya yang menjawab pertanyaan Rio dengan keuntungan yang benar tidak main-main.
Rio memusatkan perhatiannya ke Azrell, "Deal." jawabnya. Ia mendekatkan wajahnya ke arah leher Azrell, dan memberikan tanda kepemilikan di sana.
"Jangan di hapus, itu pembuktian kepemilikan dari aku." sambungnya dengan senyuman yang terlihat manis.
...
Next chapter