Chapter 70 - Akhir negosiasi dan hadiah
Chapter 70 - Akhir negosiasi dan hadiah
Dengan penandatanganan kontrak kerja sama pada hari itu juga, menetapkan secara tidak langsung wilayah yang disengketakan tidak menjadi masalah. Tentu jika bermasalah kembali, Kekaisaran akan terlibat atas dasar perlindungan sesama aliansi dan Kekaisaran bisa memutuskan kontrak kerja kapan pun jika hubungan Kerajaan Uridonia dan Negeri persatuan Dwarf memburuk.
Dua perwakilan kerajaan Uridonia kembali ke wilayah mereka, setelah jabat tangan dari kedua belah pihak. Mereka kembali dengan kereta kuda dengan sedikit penjagaan, hanya ada 4 penjaga saja yang mengawal mereka. Edward menatapi kepergian mereka dari pintu gedung itu bersama dengan Ink Owl.
"Tuan Edward, apa sebaiknya kita langsung pulang?"
Edward terdiam sejenak, menyentuh dahi dengan satu jari, mengambil pose berpikir cukup lama. Namun saat ingin menjawab, seorang Dwarf memanggil mereka.
"Kalau begitu–."
"Tunggu sebentar, Tuan Ink Owl, Tuan Edward. Jika tidak keberatan bagaimana anda minum sebentar, perjalanan jauh sebelumnya pun membuat anda sekalian tidak dapat beristirahat, bukan?" ucap Dwarf itu, dia adalah Riedle, meski sudah yakin wilayahnya aman tetapi ekspresinya sama sekali tidak tampak senang juga tak kecewa.
Dua perwakilan kekaisaran itu saling menatap, Ink Owl menganggukkan kepalanya sebagai tanda ia setuju dengan ajakan itu. Lalu Edward berkata "Baiklah, negosiasi tadi pun sedikit membuat kami tegang."
"Setelah menawarkan tawaran gila seperti itu membuat anda tegang, ya?" sinis Riedle, dia bersama dua dwarf yang menemaninya tak mengerti apa yang Kekaisaran pikirkan, menyewakan tambang dengan hasil 40% untuk Kerajaan lain dan dengan harga yang sangat murah. Tidak ada negeri yang berani bernegosiasi seperti itu.
Edward hanya tertawa seperti orang bodoh sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal "Ya setidaknya tujuan kami bukan hanya uang mereka saja, tetapi sesuatu yang lebih besar," ucap Edward.
Riedle tak berbicara, hanya menoleh kebelakang sambil terus berjalan menuntun mereka ke ruangannya yang berada di lantai 2 juga, namun berada di lorong yang berbeda dan berada di lorong paling ujung.
Pintu dibuka olehnya, ruangannya tidak ada yang istimewa seperti ruang kerja milik Ink Owl, namun lebih luas. Terdapat lemari berisi buku-buku atau alat-alat alinnya, dinding kayu ek tanpa cat, tidak ada lukisan hanya ada hiasan pedang menyilang dengan perisai di depannya. Tampak tidak seperti asli, pedang dan perisai itu hanyalah hiasan yang terbuat dari tembaga.
"Maaf jika ruangannya sedikit sempit, duduklah, saya sudah menyuruh orang lain membuatkan teh dan cemilan," ucapnya kemudian duduk di sebuah sofa tunggal yang ada di tengah ruangan, berada di atas karpet bersama dengan meja dan sofa panjang.
Edward dan Ink Owl duduk di sofa panjang, Edward duduk cukup dengan dengan Riedle dan Ink Owl duduk di samping Edward "Terima kasih, Tuan Riedle," ucap Edward.
"Tidak, justru saya yang harus berterima kasih, karena berkat kesepakatan anda dengan perwakilan Uridonia, kami bisa sedikit tenang dengan wilayah kami," balas Riedle, membalas diluar konteks rasa terima kasih Edward yang diperbolehkan duduk.
"A--ah itu, tidak apa-apa, anda tidak perlu memikirkannya," balas Void.
Meski begitu ekspresi Riedle sama sekali tak berubah, ia tak tersenyum ramah, tak murung, namun juga tak marah. Ekspresi yang terlihat bosan itu selalu melekat di wajahnya seakan tak ada ekspresi lain.
"Anda benar-benar tidak terbebani dengan kami, kan?" Tanya Riedle tiba-tiba hingga membuat mereka berdua kebingungan "Maksud saya seperti yang saya katakan sebelumnya, anda tidak perlu terbebani oleh kami. Kami akan mempertahankan wilayah kami bagaimana pun caranya," lanjut Riedle mempertegas pernyataanya.
"Ah itu," Edward tentu ingat dengan ucapannya "Tidak, kami sama sekali tidak terbebani oleh permasalah itu, Tuan Riedle," lanjutnya lagi.
Kerutan timbul di keningnya "Sungguh? Anda membuat perjanjian dengan mereka seperti dengan tawaran yang gila, jika itu saya, saya lebih memilih menerima 10.000 keping emas," tuturnya
Edward terkekeh mendengar perkataan Dwarf itu "Sudah saya bilang bukan, saya mengincar sesuatu yang lebih besar," ucap Edward, Riedle hanya terdiam mendengar ucapannya itu sambil terus menatap lelaki berambut perak itu "Bukankah anda sendiri pernah berkata kepada orang itu, jika sudah terlalu lama dia menyimpan luka?"
Melirik Edward dengan tajam, Riedle bertanya penuh curiga "Apa yang anda katakan?" Tiba-tiba seseorang mengetuk, menjeda percakapan mereka "Siapa?" tanya Riedle sedikit kasar.
"Saya membawakan teh, pak," ucap seseorang dari balik pintu.
Riedle menghela nafas, kemudian mempersilahkannya untuk masuk. Seperti yang dikatakannya, dia membawa nampan yang di atasnya terdapat tiga cangkir teh, dengan teko berukuran sedang di dekatnya. Namun tidak sendiri, dibelakangnya ada dwarf lain yang membawa semangkuk ukurang sedang dengan kue-kue kering di dalam mangkuk itu.
"Terima kasih, lanjutkan pekerjaan kalian," ucap Riedle kepada mereka.
"Baik pak!" Sahut mereka, lalu melangkah pergi keluar dari ruangan itu.
Begitu pintu tertutup, percakapan yang tertunda kembali berjalan, Riedle menatap Edward penuh curiga kemudian berganti kepada Ink Owl yang tengah memejamkan matanya.
"Apa maksud anda sebelumnya, Tuan Edward. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Riedle ketika matanya kembali menatap Edward.
Edward tersenyum lalu berkata "Tentu, di Istana Elf," Riedle tampak terkejut mendengarnya, meski yang ia tunjukkan kini wajah bingung juga marah, kala itu pula Edward menyentuh dadanya dan membatalkan sihir penyamarannya.
Mata Riedle membulat untuk sesaat begitu melihat sosok dengan berjubah serta tanduk runcing di atas kepalanya "Benarkan, Tuan Riedle?"
"Paduka Void ..." Setelahnya Riedle menghela nafas dengan kasar, memegang kepala seakan tak percaya jika sang Kaisar kini berada di ruangannya dan pemuda yang bernegosiasi dengan tawaran brutal itu adalah sang Kaisar agung sendiri "Astaga ... Kepala saya langsung sakit, jadi anda menyamar? Pantas saya merasa aura yang tidak asing dari pemuda itu," ucapnya.
"Terkejut?"
"Tentu saja."
Void terkekeh mendengar jawaban Riedle, meski begitu ekspresi ketus Riedle sama sekali tak berubah. Di depannya adalah sang Kaisar agung, tetapi dia menganggap mereka adalah pemimpin yang kedudukannya setara, begitu pun Void yang mengharapkan sikap itu pada Riedle.
"Jika tidak keberatan, apakah anda ingin memberitahu apa tujuan anda sebenarnya?" tanya Riedle yang masih penasaran akan hal itu.
"Oya? Kupikir kau sudah tahu," ucap Void, kemudian ia menggunakan sihir penyamaran kembali untuk mengubahnya menjadi Edward.
"Saya memang sudah menduga hal itu, tapi saya ingin mendengarnya langsung jika tidak keberatan."
Void terdiam sejenak lalu menyilangkan tangannya dan berkata "Seperti yang kau bilang ke Ratu Elf, jika dirinya sudah lama menyimpan luka yang diperbuat lama manusia. Saat itu juga aku berpikir, mungkin sudah saatnya untuk memperbaiki hubungan kita dengan mereka. Yah meski kita berada dalam situasi damai, tapi kau juga baru saja mendapat ancaman kan perihal wilayah kekuasaan mu. Karena itu kupikir untuk mengurangi sekurang-kurangnya gesekan konflik dengan mereka."
Riedle mengambil cangkir tehnya seraya berkata "Saya mengerti maksud anda, tapi apa anda yakin? Mereka adalah makhluk egois dan licik. Jika kita mengulurkan tangan kepada mereka, mereka hanya akan menjabat tangan pada awalnya, hingga akhirnya mereka menghunuskan pedang dengan tangan lainnya ... Ah silahkan," lalu dirinya mempersilahkan Edward untuk minum tehnya
Void tersenyum tipis seraya meraih cangkir teh dan berkata sebelum meminumnya "Bukankah kita juga sama?"
"Huh?" Kerutan keningnya kembali muncul tanda tak mengerti dirinya.
Edward menaruh cangkirnya kembali di atas tatakan piring dan mengambil kue kering yang baunya jelas tercium aroma jahe, kemudian sembari menatap kue kering itu ia berbicara "Aku tidak berniat menyamakan kita dengan mereka. Aku mengerti betapa busuknya mereka, makhluk yang membunuh demi kerakusan mereka dan berlindung dibalik kata perdamaian, membuat peperangan hanya demi keuntungan mereka sendiri dari menjual senjata dan sumber daya kepada negara gang terlibat, mereka makhluk-makhluk yang mudah sekali berkhianat jika melihat keuntungan meski keuntungan itu datang dari hal yang buruk," kemudian Edward memakan kue keringnya hingga menimbulkan jeda, hanya suara renyah kue kering yang Edward kunyah terdengar diantara mereka, lalu setelah itu ia kembali berkata sambil melihat kearah Riedle "Meski begitu, terkadang keburukan mereka pun ada pada diri kita. Bukankah sejarah Negeri ini juga demikian, Tuan Riedle?"
Riedle tersentak mendengar itu, ia hanya terkejut tapi tak marah karena itu kenyataanya. Negeri Dward dulunya terpecah menjadi tiga dan bertarung satu sama lain demi kekuasaan, hingga Kekaisaran turut ikut campur dan menyatukan mereka. Ia hanya bisa terdiam tanpa membalas kata-katanya.
"Mereka licik, begitu juga diriku. Seharusnya kau tahu betapa liciknya diriku memanfaatkan Uridonia untuk menjual barang-barang dari Kekaisaran tanpa harga untuk memasukkannya kepada negara itu. Mereka bukannya tidak bisa, tapi mereka tidak mau berkata jika memerlukan biaya tinggi karena takut negosiasi gagal. Tapi pada akhirnya aku memanfaatkan peraturan bodoh mereka dengan menjadikan Uridonia sebagai pelindung. lihat, aku pun tidak kalah licik dari mereka," ucap Edward lalu memakan sisa kue kering uang masih ada di tangannya "Walau aku masih memiliki hati sih dengan memberikan potongan harga untuk mereka," lanjutnya setelah menelan kue itu.
Riedle hanya masih terdiam, ia pula mengambil kue yang sama dan menatapinya cukup lama. Riedle adalah orang yang cukup realistis, ia terlihat tidak begitu banyak berpikir tetapi sebenarnya ia memikirkan segala hal dengan akalnya. Untung rugi, cerdas dan kebodohan dalam tindakan, lalu hubungan dengan para manusia juga dalam pikirannya.
"Kau berkata sebelumnya kepada Ratu Elf, apakah kau akan melarang jika kami berhubungan dengan manusia? Apa itu berarti dirimu juga sudah siap untuk menjalin hubungan dengan mereka?"
Riedle memejamkan matanya mendengar pertanyaan itu "Benar," begitulah jawabnya. Ia sudah memikirkan hal itu juga, senjata, aksesoris, perhiasan dan juga menjual material kepada kerajaan manusia. Ia ingin jika Dward dapat melakukan hal seperti itu, tetapi ia kembali berkata "Tapi diantara kami masih ada yang tidak ingin berhubungan dengan mereka. Mau bagaimana juga kami 3 suku yang bersatu, sulit untuk menyatukan pendapat, karena itu saya khawatir jika saya memutuskan terburu-buru akan memecah kami kembali. Jadi saya sedang mempertimbangkannya."
"Terpecah kembali ya ...," Edward bersandar dan menatap langit-langit. Ucapannya terdengar lemah, hingga menarik perhatian Riedle. Lalu Void kembali berbicara "Apa kalian juga begitu?" Pertanyaan yang membingungkan keluar dari mulutnya.
"Apa maksud anda?" tanya balik Riedle.
"Aliansi. Negeri persatuan Dwarf, Negeri Elf, dan Kekaisaran Iblis, kita adalah satu aliansi. Seandainya aku berhubungan dengan manusia, apa kalian akan meninggalkan ku?" jawab Void kemudian menatap Riedle dengan sangat serius
Ucapan penuh rasa takut, tatapan yang sungguh-sungguh. Tidak pernah dirinya melihat sang Kaisar mengatakan hal seperti itu dengan perasaan cemas, terlebih ia menunjukkannya tanpa berusaha menutupinya sedikit pun.
Riedle menghela nafas, lalu meminum tehnya setelah itu ia berkata "Itu tergantung bagaimana sikap Kekaisaran. Jika Kekaisaran lebih mementingkan hubungan dengan Kerajaan manusia dibandingkan aliansinya, maka saya tidak ragu untuk memutus hubungan dengan Kekaisaran, meski Kekaisaran sudah banyak membantu kami."
Edward tercengang mendengar kata-katanya, terasa sangat tegas namun membuatnya tenang "Begitu, saya mengerti. Saya tidak akan mengabaikan kalian begit saja, mau bagaimana juga kita sama-sama berjuang di masa lalu demi perdamaian kita."
"Benar sekali."
Mereka berdua sama-sama tertawa pelan setelahnya, terkekeh setelah secara tak langsung sebuah kesepakatan antara dua pemimpin yang berada di satu aliansi yang sama.
"Oh ya berbicara kembali soal tambang, apa itu tidak masalah? Membiarkan para manusia membantu? Bagaimana dengan penambang sendiri dan penanggung jawab disana?" tanya Riedle kembali membahas tambang.
Para penambang di tambang material itu tidak sepenuhnya para Iblis tetapi ada juga Ajin dan Dwarf yang bekerja di sana, tentu di sana juga memiliki seorang penanggung jawab yang mengatur tambang di sana. Kekaisaran juga tidak seenaknya memutuskan apa yang akan terjadi dengan tambang itu dan mengatur seenaknya, tetapi ada koordinasi yang dilakukan sebelum negosiasi dimulai.
"Tidak masalah, Ink Owl sebelumnya sudah berbicara, ya kan, Ink Owl?" ucap Edward seraya menoleh kearah burung hantu di sampingnya, begitu Edward menoleh kearahnya ia masih melihat Ink Owl memejamkan matanya dan tehnya pun tidak tersentuh sama sekali "Ah ...," Dia tertidur, benar-benar terlelap dalam mimpi.
"Sepertinya Tuan Ink Owl juga kelelahan," ucap Riedle.
Edward tertawa mendengarnya "Benar, padahal aku sudah bilang untuk berlibur sebentar, tapi dia menolak," ucap Edward, ia pun mengguncang tubuh burung hantu itu seraya berkata "Owl, Owl! Bangunlah,"
Matanya terbuka, dirinya tersentak sesaat begitu melihat sekelilingnya. Ia benar-benar tidak sadar jika sudah tertidur "A--ah! Ma--maafkan saya, saya lengah jadi ketiduran."
"Tidak apa-apa, kau sudah bekerja keras."
"Tuan Ink Owl, jika ingin beristirahat, saya bisa antar anda ke kamar tamu. Bagaimana?"
Riedle menawarkan sebuah kamar untuknya, namun Ink Owl menolak dengan berkata "Ti--tidak perlu, saya baik-baik saja," ucapnya sambil tersenyum canggung.
Namun Edward langsung membalas "Owl, istirahatlah hari ini. Besok kita akan pulang."
"Tapi ...,"
"Itu bukan permintaan, tapi perintah," ucap Edward kembali dengan tegas.
Edward menggunakan kekuasaanya sebagai Kaisar untuk memaksanya istirahat, penyalahgunaan kuasa namun ia melakukan itu untuk kebaikan bawahannya sendiri. Sebagai bawahan yang patuh akan perintah, Ink Owl pun menerimanya.
"Baik, jika itu yang paduka minta ... Ah," karena terlalu mengantuk, Ink Owl lupa jika identitas Edward sebenarnya dirahasiakan, wajahnya langsung tampak bersalah mengatakan itu.
"Tidak apa, Tuan Riedle sudah tahu."
"Be--begitu ya."
"Astaga, kau benar-benar kelelahan. Istirahat yang cukup, oh Tuan Riedle jika sudah selesai pembicaraanya, saya ingin mengelilingi kota, apa keberatan?"
Riedle menjawab "Tidak masalah, apa mau saya antar?"
Edward menggelengkan kepalanya "Tidak apa, aku sendirian saja."
Riedle tidak keberatan, tetapi ia menyarankan kepada Edward "Sebaiknya anda membawa pengawal kalau begitu, meski anda Kaisar ... Tidak, justru anda Kaisar, sebaiknya anda membawa pengawal," ucapnya.
Edward terdiam sejenak seakan mempertimbangkan hal itu, sebenarnya merepotkan tetapi ia tidak ingin membuat mereka khawatir "Baiklah, aku akan membawa pengawal ku," ucapnya.
Ink Owl pun dibawa menuju sebuah ruangan di lorong yang sama dengan beradanya ruangan negosiasi sebelumnya, disana terdapat 3 ruangan lagi yang mungkin semuanya adalah kamar. Sementara itu Void berbicara kepada prajurit zirah hitam yang sedari tadi berdiri di depan ruangan mereka untuk salah satu dari mereka mengawalnya mengelilingi kota, sedangkan satunya lagi Edward pinta untuk memberitahu yang lain untuk beristirahat hari ini karena mereka akan pulang besok.
"Oh ya dimana kalian akan istirahat?" tanya Edward.
"Anda tidak perlu memikirkannya, paduka Voud," jawab prajurit itu.
"Tidak, beritahu saja aku," tegas Edward.
"Baik! Sebagian dari kami sudah beristirahat sejak awal negosisasi di kandang kuda, di belakang bangunan ini. Kereta kuda pun berada disana, paduka," jawab prajurit itu langsung.
Edward mengangguk satu kali "Begitu, bagus. Kalau begitu istirahatlah. Aku akan pergi sebentar keliling kota, ayo," ucap Edward mengajak prajurit satunya untuk ikut dengannya.
Menuju Ibukota, udara dingin yang begitu menusuk ke tulang membuat Edward menggigil. Edward menoleh kearah prajurit pengawalnya, untuk sesaat ia merasa iri dengannya hang hangat di dalam baju zirah itu. Namun disaat itu juga ia terpikir sesuatu, Edward melepas penyamarannya yang membuat jubahnya kembali serta sosoknya juga, ia melepaskan jubahnya kemudian memberikannya kepada pengawaknya, setelah itu ia memakai penyamaran kembali namun jubahnya tidak ikut lenyap. Ia mengambil jubah kebesarannya itu kembali dan memakainya, karena tinggi tubuh Void dan Edward tidak berubah terlaku banyak jadi sosok Edward masih dapat memakai jubah kebesarannya.
"Ah ... Jubah ini ada gunanya, mungkin aku tidak akan menbuangnya, menjadikannya jubah musim dingin mungkin cukup," ucapnya dengan wajah kenikmatakan karena kehangatan jubah kebesarannya "Ah ayo," ucap Void kembali lalu berjalan, kedua tangannya masuk kedalam pergelangan jubah masing-masing untuk menghangatkan tangannya 'Jalan seperti ini mengingatkan ku film dinasti di asia timur,' pikirnya.
Ibukota Dwarf memanglah lebih kecil dibanding Ibukota Kekaisaran Iblis, tetapi namanya Ibukota akan sangat aneh jika tidak padat. Sama seperti di Kekaisaran, disini pun jalanan sangat ramai meski sudah malam hari. Banyak yang menjual jajanan, pakaian serta perhiasan. Namun disana juga tidak hanya ada Dward saja, tetapi ajin dan terkadang Edward melihat ada Iblis yang sedang berjalan berpasangan.
"Apa di Ibukota juga beragam seperti ini ya? Aku tidak begitu memperhatikan sekitar," ucap Void sangat pekan melihat beragam ras yang ada di kota ini.
"Ayo perhiasannya! Kalian tidak akan menemukan perhiasan sebagus dan secantik ini di tempat lain, untuk ukuran orang dewasa, remaja dan anak-anak! Hanya 10 keping perak saja."
"Anak-anak?" Ketika Edward ingin melangkah tiba-tiba tertahan ketika sadar sesuatu "Oh benar, aku tidak membawa uang," ucapnya pelan, uang pemberian Belial pun ia lupa entah berada dimana. Meski seorang Kaisar tetapi ia sama sekaki tidak memiliki uang, memikirkan hal konyol seperti itu membuatnya ingin tertawa tapi tak bisa karena ia sendiri yang terkena kesialan itu. Kemudian matanya tertuju kepada pengawalnya "Kau membawa uang?" Tanya Edward tanpa ragu.
"Eh? Ah ya paduka, saya membawa uang," jawabnya.
"Berapa?"
"Umm ...," Prajurit itu menyentuh sela-sela antara helm dan zirahnya, mendorong zirahnya sekuat tenaga dan kemudian bagian fepannya terlepas.
'Lah bisa dilepas begitu toh?' pikir Edward terkejut, ia berpikir memakai bagian tubuh zirah itu seperti memakai kaus.
Dari balik zirah itu ada sekantung uang tidak begitu banyak tampaknya, tetapi Edward tisak pesimis karena terakhir kali ia tidak menyangka jika 1 keping perak saja bisa mendapat banyak makanan, bahkan itu pin masih ada sisa.
"20 perak, paduka," ucapnya.
"Banyak juga, aku pinjam," balas Edward tanpa merasa malu sama sekali sambil menadahkan tangannya seperti seorang senior yang memalak juniornya.
"Eh?" tentu prajurit itu langsung kebingungan seakan lupa jika yang meminta uangnya adalah sang Kaisar "Ah, maaf saya hanya terkejut. Tidak masalah paduka, tapi untuk apa?" tanya prajurit itu.
Edward tersenyum tipis "Aku ingin membelikan aksesoris untuk seseorang, tapi aku lupa membawa uang ku. Karena itu aku meminjam darimu, aku berjanji akan mengembalikannya dua kali lipat," ucapnya.
Prajurit itu pun memberikannya "Ya, terima kasih, paduka," ucapnya lalu memberikan sekantung uangnya kepada Edward.
"Aku yang harus berterima kasih," ucapnya laku berjalan menuju penjual perhiasan itu.
Penjual itu membuat etalase berbahan kayu dan juga kaca, semua aksesoris emasnya di tutupinya kaca sekelilingnya 'Rasanya tidak ada bedanya dengan membeli emas di dunia sana, mungkin hanya disini berjualan di tempat terbuka, apa tidak masalah ya?' pikir Edward mengkhawatirkan keamanan tempat itu.
"Oh tuan muda, apa anda tertarik membeli aksesoris emas kami? Kami memiliki beragam jenis aksesoris dari kalung, gelang, cincin dan anting. Bahkan diantaranya ada yang disisipkan permata!" ucap penjual itu berbicara dengan sangat cepat.
Edward seketika gugup mendengarnya berbicara seperti itu, terlebih ia tidak tahu aksesoris seperti apa yang diinginkan anak-anak 'Bertanya sajalah,' pikirnya "Aku berniat membelinya untuk anak-anak, tapi aku tidak tahu aksesoris seperti apa yang dia suka," ucao Edward.
"Oh? Kalau begitu boleh saya tahu anaknya seperti apa?" tanya penjuak itu.
Edward menjawab "Dia perempuan, tidak banyak bicara, tapi kupikir dia hanya canggung karena tempat tinggal barunya, ah lalu dia sepertinya suka sesuatu yang sederhana," begitulah menurut Edward selama dua hari mengenal Roxine.
Penjual itu menaruh dagunya diatas sela-sela ibu jari dan memasang ekspresi serius, tiba-tiba ia berkata "Kalau begitu emas kurang cocok untuknya, karena mencolok saya pikir. Bagaimana kalo perak?"
'Eh? Aku baru tau ada penjual yang benar-benar memikirkan pembelinya,' batin Edward.
Emas tidaklah sebanding dengan perak, mereka sama-sama memiliki keindahan tersendiri tetapi harga mereka jelas sangatlah jauh berbeda. Jarang sekali, atau baru kali ini dalam hidup Edward bertemu dengan pedagang yang memikirkan keinginan pembelinya meski membuat pedagang itu mendapat keuntungan separuh dari harga yang Edward beli seharusnya.
"Bentuk hati ... sepertinya terlalu mencolok, itu juga lebih pantas untuk kekasih. Ah! bagaimana dengan kalung bandul kupu-kupu ini?" ucap pedagang itu setelah menghilang sesaat dari pandangan Edward, ia mengambil sesuatu di lemari kecil di bawah meja dagangnya.
Ia memperlihatkan pada Edward kalung itu, kalung perak dengan bandul kupu-kupu yang diukir dengan sangat teliti pada bagian sayapnya, mata kupu-kupu itu merah, Edward melihatnya sangat dekat hingga menyadari batuan yang sangat kecil untuk mata kupu-kupu perak itu..
"Tunggu, apa ini Ruby?" tanya Edward kembali.
Pedagang itu menjawab dengan riang "Hoho! ternyata anda memiliki mata yang jeli ya, benar saya memasang biji ruby untuk matanya. Karena ada batuan Ruby jadi harganya 7 keping perak saja, bagaimana?"
Edward termenung sesaat ketika sedang menatapi bandul kalung yang begitu indah, sangat sederhana namun sangat terlihat cantik, persis seperti apa yang ia pinta.
Edward mengangguk "Baiklah, aku membelinya."
Tersenyum lebar pedagang itu "Terima kasih," ucapnya seraya menerima uang dari Edward.
Menatap mata ruby yang berkilauan, Edward menaruh harapan agar gadis ajin itu senang. Namun seseorang bersamanya juga tak bisa dilupakan begitu saja "Ah benar ...," ucapnya menyadari hal itu lalu meminta kepada sang pedagang memilihkan aksesoris untuknya lagi.
'Jika ku abaikan firasat ku berkata merepotkan,' batinnya sambil membayangkan wajah murkanya.
To be continue