Last Boss

Chapter 173 - Kebangkitan



Chapter 173 - Kebangkitan

2Kota itu dalam sekejap menjadi neraka. Bangunan penduduk runtuh, terbakar, lenyap akibat ledakan yang terjadi di pusat kota. Ledakan yang menciptakan sebuah lubang yang berukuran setengah dari luas kota tersebut.     

Tidak sedikit penduduk kota maupun prajurit persekutuan yang tewas di tempat. Sebagian dari mereka menghilang setelah ledakan, lalu yang lain tertimpa puing bangunan. Ada juga mereka yang tubuhnya hancur, namun diberi siksa pedih dengan kesadaran mereka yang masih utuh.     

Jeritan memekakkan telinga Scintia. Namun dirinya hanya berdiri, membeku dan terdiam, menatap tak percaya akan semua yang ia lihat hari ini.     

"Scintia!"     

Seorang gadis tiba-tiba memanggil namanya dengan suara keras, suaranya familiar namun tak pernah sekali ia mendengar mengeluarkan suara sekeras itu. Dirinya menoleh kebelakang, matanya membulat ketika melihat pakaian pelayan gadis itu compang-camping meski bagian atasnya masih tertutupi, keningnya berdarah dan lengannya juga terluka.     

"Uksia!? Luka mu ... Kenapa kau tidak sembuhkan luka mu?"     

Ukisa yang minim ekspresi itu menunjukkan raut wajah jengkel kemudian menjawab ucapannya "Maaf, aku tidak sempat. Setengah prajurit persekutuan di tanah ini telah musnah, penduduk kota juga banyak yang terluka–"     

"Kemari!"     

Scintia menarik seragamnya dengan perlahan, namun itu cukup untuk menarik tubuh Uksia. Scintia menaruh tangannya melayang di atas lengan Uksia yang terluka, matanya terpejam lalu "[Magic: Heal]" tangannya bercahaya, memulihkan kembali kondisi tangannya seperti semula secara perlahan "Lanjutkan laporan mu."     

"Baik," balas Uksia seraya menundukkan kepalanya sesaat–memberi hormat singkat kepada Scintia "Ledakan yang terjadi sebelumnya membuat kota ini kacau. Pasukan persekutuan, terutama para Iblis terpengaruh dan mulai melawan manusia. Tetapi saat ini Jenderal Asmodeus maupun Ratu Sylvia sedang menenangkan mereka dan meluruskan semuanya."     

"Ratu Elf ada disini!? Kenapa?" tanya Scintia begitu terkejut mendengar penguasa bangsa Elf datang ke tanah manusia.     

Scintia langsung menjawab "Dari yang ku dengar, Ratu Elf sendiri yang ingin ikut paduka ke tanah ini. Alasannya, karena Ratu khawatir jika serangan organisasi bernama Leak akan muncul kembali ... Ternyata benar, semua serangan ini kemungkinan ulah dari Leak."     

Scintia termenung sesaat, organsisasi yang berulang kali disinggung oleh sang Kaisar akhirnya muncul secara terang-terangan. Dirinya masih berdiri tak percaya jika organsisasi itu memiliki kekuatan yang jauh melebihi sang Kaisar, meski begitu ... Scintia masih percaya kepada kekuatan milik tuannya mampu mengakhiri semuanya.     

Scintia kembali bertanya "Lalu bagaimana keadaan Jenderal Asmodeus dan Ratu? Lalu aku dengar juga dua pengawal paduka juga ikut ke kota ini, bagaimana dengan mereka?"     

"Semuanya baik-baik saja. Ratu dan Jenderal merapalkan sihir pelindung untuk melindungi kami semua, saat ini mereka–"     

"Tunggu, lalu kenapa kau terluka?" tanya Scintia seraya mengkerutkan keningnya keheranan.     

Jika dia dalam perlindungan Ratu dan Asmodeus, maka seharusnya dia aman, tetapi kenapa dia sampai terluka parah? Itulah pertanyaan yang ada di benak Scintia sekarang, tak memahami apa yang terjadi dengan Uksia.     

"Ah ... Itu. Saat aku sedang menyelamatkan dan menyadarkan prajurit-prajurit kita, tiba-tiba satu rumah meledak karena alat sihir yang rusak. Akhirnya diriku terkena bebatuan dan kayu rumah karena ledakan, aku lengah."     

"Be--begitu     

Jawabannya begitu santai seolah semua bukan apa-apa, sebagai atasannya Scintia tak tau bagaimana meresponnya, tetapi ucapannya serta ekspresi memberikan rasa lega untuk Scintia.     

"Lalu satu lagi, Scintia," ucap Uksia lagi seraya menunjukkan raut wajah kesalnya kembali.     

"Apa?"     

"Lucifer ... Dia berada di kota ini bersama dengan perempuan yang mengendalikan boneka. Kemungkinan bukan hanya mereka ... Tetapi ..."     

Mata Scintia terbelalak, hatinya terasa terbakar dengan cepat ketika memahami dugaan Uksia. Bukan hanya keberadaan mereka saja, mustahil mereka hanya berdua disaat di kota ini terdapat Ratu Elf dan juga Jenderal Iblis ke-7. Tentu pastinya ada sosok yang akan mengawal mereka.     

Scintia kembali bertanya, kepalanya sedikit tertunduk raut wajah seakan ragu dan takut untuk membuka mulutnya. Walau begitu, ia tetap paksakan untuk berbicara:     

"Dimana paduka?"     

Dari semua makhluk yang ada disana, hanya sosok itu yang paling penting yang ia ketahui keberadaan juga kondisinya. Hanya tuannya yang agung, sang Kaisar Iblis.     

Uksia terdiam sejenak, kepalanya sedang memproses kata-kata yang tepat untuk dikeluarkan mulutnya. Tetapi tidak ada yang tepat.     

"Aku ... Tidak tahu. Setelah ledakan itu, aku tidak melihat paduka. Bahkan sosok itu juga sedari tadi hanya berdiri diatas langit."     

Dirinya melihat kearah langit, melihat sosok yang begitu mirip dengan sang Kaisar. Namun, hati mereka sudah bisa membedakannya jika sosok itu bukanlah sosok yang harus mereka hormati, sosok itu bukanlah Kaisar, melainkan musuh besar mereka.     

**     

Gelap ...     

Semuanya gelap, Edward berulang kali mengedipkan matanya untuk memastikan matanya telah terbuka. Tetapi yang ada disekitarnya hanyalah kegelapan. Ruangan hampa yang tidak memiliki apapun, hanya ada rasa pahit dan pedih yang terus menerus menerpa tubuhnya.     

'Apakah ini adalah akhirnya?'     

Batinnya bertanya kepada dirinya sendiri, menanyakan keberadaan takdirnya yang seharusnya masih belum ia dapatkan. Edward hanya terduduk, memeluk kedua lututnya sembari membenamkan wajahnya.     

'Pada akhirnya diriku tidak bisa berbuat apa-apa ... Aku hanyalah manusia biasa.'     

Dirinya terasa melayang, kesana kemari tanpa tujuan. Ia sudah tidak peduli apapun yang akan terjadi kepada dirinya, entah kematian yang akan datang lebih cepat atau apapun itu ... Dia sudah tidak peduli.     

'Di dunia manapun ... Semuanya selalu seenaknya. Mereka selalu menuntut dan memaksa ku menerimanya, lalu mengambil segalanya dan melupakan ku begitu saja ... Mungkin ... Itulah takdir ku yang sebenarnya. Hanya menjadi alat kesenangan untuk orang lain, jika mereka bosan maka aku akan dibuang ... Sama seperti mereka.'     

Kenangan pahit dikepalanya diputar secara perlahan bagaikan sebuah roll film jadul, tak memiliki warna apapun dan tak bersuara.     

'Kupikir ... Mati tidak ada buruknya.'     

"Menyedihkan, apa kau hanya akan menyerah begitu saja?"     

Suara lelaki, terdengar dalam dan berat. Bergema di ruang hampa miliknya, namun Edward hanya merasa jika itu khayalannya saja. Khayalan dari kenangan pahit yang tiba-tiba bersuara, ia tetap menundukkan kepalanya dan tak peduli dengan suara yang menggema itu.     

"Kau melakukan berbagai cara untuk menghindari takdir kita ... Kau bahkan melakukan cara yang tidak biasa kulakukan, kau bisa membawa Iblis berteman dengan manusia, mengubah pola pikir Sylvia untuk membuka diri kepada manusia. Kau melakukan tindakan bodoh, tetapi hebatnya semua itu bekerja dengan lancar ... Lalu sekarang kau hanya akan menyerah?"     

"Diam."     

"Kau benar-benar membuatku malu ... Aku terlalu berharap banyak kepada mu."     

"Diam."     

"Kau tidak pantas mengantikan diriku ..."     

"Aku bilang diam!"     

Kepalanya terangkat dengan kuat, raut wajah murka tanpa sadar ia tunjukkan langsung kepada sosok yang benar-benar ada di depannya. Mata Edward membukat, napasnya tercekat ketika melihat sosok yang benar-benar tidak asing dimaranya.     

Dia seorang Iblis dengan tinggi sama sepertinya, memiliki tanduk bagaikan seekor domba, iris mata merah bagai darah. Dirinya selalu melihat sosok itu di cermin Istana, sosok sang Kaisar Agung ...     

Sang Kaisar menekuk mulutnya tanda tak senang, menatap rendah Edward yang masih terduduk dan mematung melihat sosoknya.     

"Kau benar-benar membuatku kecewa, wahai manusia yang merasuki raga ku. Kupikir kau benar-benar bisa mencintai tanah air dan menghindari takdir, tetapi pada akhirnya sia-sia ..."     

"Tunggu, ini seragam ku? Jadi bukan cermin? Tapi bagaimana ... Kau adalah Kaisar Void yang sesungguhnya!?" tanya Edward bingung setengah mati. Ia melihat tubuhnya mengenakan pakaian seragam sekolah yang sebelumnya ia kenakan sebelum diseret ke dunia lain, lalu terangkat seraya kembali melihat sosok sang Kaisar agung dengan kesadarannya sendiri.     

"Edward ... Aku selalu mengawasimu. Sejak dewa itu seenaknya menahan jiwa ku, diriku hanya bisa diam dan melihat segala perbuatan mu. Apa yang kau lakukan kepada Kekaisaran ku, kepada Scintia bahkan kepada para Jenderal ku ... Sejujurnya itu sangat memalukan," ujar Void seraya memalingkan wajah dengan kesal.     

Edward disana berdiri terpaku, mematung tak berkata apa-apa, tetapi Void kembali berbicara seraya menoleh kearahnya dengan senyuman tipis kearah Edward:     

"Tetapi, Edward. Diriku harus mengakui jika caramu sangat luar biasa, kau bisa mendekatkan diri dengan Kerajaan Abyc. Mungkin kau tidak sadar, tetapi ... Berkat mu mungkin kita bisa terlepas dari takdir yang mengekang kita–"     

"Tidak mungkin ... Aku tidak melakukan apa-apa," Edward membantah ucapannya seraya memalingkan wajahnya "Pada akhirnya aku hanya membawa diriku pada kematian, aku sama sekali tidak bisa menghindari takdir itu," tambahnya lagi tak memiliki semangat untuk menjalani hidup.     

Void menghela napas berat, raut wajahnya menjadi sinis ketika menatap wajah anak muda yang tak lagi semangat hidup.     

"Jika kau mati, lalu kenapa?" Void bertanya dengan sinis, membuat kepala Edward kembali terangkat dan menatapnya dengan terkejut "Pada akhirnya setiap makhluk hidup akan mati. Walaupun diriku sudah hidup 900 tahun, suatu saat nanti juga aku akan mati, entah karena penyakit atau karena takdir. Jadi kenapa kau harus takut? Justru, bukankah kau sudah siap untuk menghadapi kematian?"     

Pertanyaan juga penyataan sang Kaisar menampar Edward dengan keras. Hatinya terasa terlalap oleh amarah yang begitu besar tanpa alasan yang jelas, perlahan memaksa kedua kakinya untuk bangkit dari keterpurukan yang menjeratnya.     

"Edward! Apakah kau ingin membuat mereka semua bersedih?"     

"Eh?"     

"Scintia, Uksia, Ratu Abyc, lalu gadis ajin itu ... Aku mengetahuinya tetapi tidak menyelamatkannya, tapi kau menyelamatkan gadis itu ... Apa kau ingin membuatnya bersedih karena kehilangan mu?"     

'Tidak.'     

"Apa kau akan menyerah begitu saja kepada dewa yang sudah mempermainkan kita?"     

'Tidak ...'     

"Apa kau hanya ingin diam saja dan membiarkan orang-orang menghina dirimu seperti apa yang terjadi di dunia mu ..." Void mengetahuinya, segala ingatan yang dimiliki oleh Edward, Void mengetahuinya "Menyakitkan ... Bukan? Diperlakukan tidak adil, diperlakukan seperti alat untuk membuat nama baik keluarga mu ..."     

Edward tak berkata apa-apa mendengar sang Kaisar agung mengetahui masa lalunya.     

"Tetapi apa kau ingin terus seperti itu?eralat oleh para dewa dan dipaksa untuk mengikuti takdir mereka?"     

Gigi Edward mengerat dengan kuat, tanganya mengepal dipenuhi emosi yang tak dikenal.     

"Bangkitlah, Edward ... Buktikan kepada mereka semua jika kau mampu menentang mereka semua ... Aku akan bersama mu, kita akan bersama melawan mereka ... Edward!"     

Amarahnya semakin meluap, emosi asing tak terkendali merasuki tubuhnya dalam sekejap. Hatinya tak mengenal apapun lagi selain kebencian kepada mereka yang mempermainkannya.     

"[Peringatan: ID_001, melakukan tindakan illegal]"     

"[Peringatan: ID_001, melakukan tindakan illegal]"     

Suara sistem terus berderu di kepalanya berulang kali, berulang semakin cepat dan semakin cepat. Namun Edward mengabaikan segala suara-suara itu, dia yang sudah membuka akses yang dilarang tidak lagi peduli dengan segalanya. Dirinya hanya peduli dengan apa yang ia inginkan, balas dendam, kekuatan, dan pembuktian     

"Ghaaaaaaaaaaaaaaaaa!"     

Energi gelap meluap, dengan sangat cepat membentuk pilad yang begitu panjang hingga menembus langit. Getaran yang kuat serta hembusan angin yang tak wajar menerpa dengan kuat, mereka yang tak siap langsunh terjatuh hingga terpental.     

Sang Dewa yang sudah tersenyum puas, kini tersentak melihat betapa kuatnya energi yang dilepaskan oleh makhluk ciptaannya.     

Meninggalkan Uksia, Scintia langsung bergegas menuju tepian lubang di dekat pusat kota–dimana sumber energi gelap itu berasal. Langkahnya terhenti di tepi, melihat di dasar pilar itu terdapat sesosok makhluk yang tak bisa ia lihat dengan jelas wujudnya.     

Uksia yang mengikutinya dari belakang langsung mematung disamping Scintia melihat pemandangan tak wajar itu.     

"Kekuatan ini ..."     

"Paduka ... Aku yakin ini adalah kekuatan paduka."     

Scintia tersenyum ditengah rasa takutnya, kekuatan yang begitu familiar bagi Scintia meninggalkan rasa bahagia di hatinya, tetapi rasa khawatirnya masih hadir dihatinya karena ia tak tahu apa yang terjadi kepada sang Kaisar.     

Pilar itu berputar dengan lembut dan indah, bagi para Iblis akan merasa tenang melihat putaran pilar energi gelap itu. Tetapi tidak bagi manusia biasa dan juga mereka yang memiliki energi sihir cahaya.     

Kedua kaki sang Ratu melemas, ia berusaha bangkit tetapi seluruh tubuhnya menolak untuk bangkit.     

"Ratu Sylvia!?" Asmodeus langsung mendekatinya "Maaf, biarkan saya membantu," ucapnya kemudian ia mencoba merangkul sang Ratu dan membantunya berdiri.     

"Maaf ... Energi gelap itu sangat kuat ... Sepertinya energi sihir cahaya milikku terpengaruh."     

Pada dasarnya energi cahaya adalah lawan dari energi gelap. Mereka bisa merasakan satu sama lain kekuatan masing-masing pengguna, meskipun pengguna energi cahaya jauh lebih sensitif ketika merasakan energi gelap dibandingkan sebalimnya. Sebab itu ketika energi cahaya jauh lebih lemah dibandingkan energi gelap, maka secara tidak langsung akan membuat pemilik energi cahaya merasa sangat sensitif hingga merinding atau dengan kata lain akan membuat pemilik energi cahaya akan merada ketakutan secara tidak sadar.     

"Tapi ... Kekuatan macam apa ini? Apa mungkin paduka ..."     

"Ya ... Ini adalah kekuatan paduka Void ..."     

Bagaikan sebuah petunjuk arah, para Iblis yang ada di benua itu mengarahkan pandangan mereka kearah pilar hitam. Hati mereka terasa gemetar melihat pemandangan yang amat menakjubkan bagi mereka, hingga seluruh bangsa Iblis dengan beragam ras-nya–Iblis, monster pintar, Succubus dan ajin yang memilikii darah Iblis, secara perlahan berlutut dan menundukkan kepala mereka kearah pilar tersebut.     

Bahkan mereka yang berada di dalam ruangan juga mengarahkan tubuh mereka kearah pilar meski tak melihatnya. Para Jenderal termasuk Amodeus juga menundukkan kepala seraya berlutut menghadap pilar itu.     

"Paduka ... Sungguh luar biasa kekuatan anda ..."     

Scintia memuji sembari meneteskan air mata penuh kekaguman.     

Lalu ...     

Zap!     

Pilar dengan cepat menyusut kembali dan menjadi pendek hingga semuanya terpusat kepada satu sosok yang berdiri dengan dua pedang yang memiliki bentuk berbeda daripada sebelumnya, bahkan berebda dibandingkan ia menggunakan skill [Hell of Claws]     

Keduaoesang itu berwarna merah gelap, setiap sisinya terdapat bagian yang mencuat sangat tajam dan terdapat jarak pada setiap durinya, semakin mencapai ujung pedang semakin kecil duri merah yang tubuh di sisi tajam pedang tersebut.     

Wujud sang Kaisar juga perlahan berubah, tanduknya membesar dan ujungnya menjadi sangat tajam. Bagian matanya terdapat sebuah garis hitam yang ditarik ke belakanh kepalanya ... Wujud sang Kaisar yang tidaj pernah ada.     

"Apa ini ... Aku tidak mengingat menaruh potensi ini ... Bagaimana bisa? Apa mungkin anak itu? Tetapi bagaimana?" sang dewa terjebak dalam kebingungannya, ia memeriksa kembali program yang ada namun hasilnya nihil.     

Wujud itu tercipta dengan sendirinya, bukan bagian dari program penciptaan manapun.     

Boom!     

Tiba-tiba sebuah tombak hitam melesat kearah sang Kaisar. Scintia dan Uksia disana yang melihat langsung, langsing mencari darimana tombak itu berasal ...     

"Dia ..."     

Scintia menggeram dengan kuat, menatao sisik yang terbang dengan dua sayap yang berbeda. Sayu sayap berwarna hitam, sedangkan sayap lainnya tampak berwarna perak bagai baja namun ada bagian yang menyala di ujung sayapnya.     

"Sayap itu ... Buatan?"     

"Paduka pernah membakarnya, ingat? Sepertinya ada seseorang yang membuatkannya."     

Scintia sepakat dengan kesimpulan Uksia dan kemudian tak berkata apa-apa.     

"Oh, paduka!?"     

Mereka menoleh dengan khawatir, melihat tuan mereka yang dihantam tombak hitam milik Lucifer. Ketika asap yang mengepulnya menghilang, sang Kaisar masih berdiri tegap tanpa mengeluarkan ekspresi apapun di wajahnya.     

"Sial! Serangan ku tidak bekerja ... Sudah kuduga Kaisar sangat kuat ... Tetapi, aku tisak menyesal telah melakukan ini!"     

Lucifer mengeluarkan dua tombak di tangannya, mengambil ancang-ancang untuk melempar tepat kearah Sang Kaisar, tetapi ...     

"Tidak akan kubiarkan!"     

Scintia melesat dengan cepat kearahnya, ia menapaki udara seperti Void dan mengayunkan pedangnya kearah kepala Lucifer.     

"Tidak akan kubiarkan kau mengganggu paduka!"     

"Sialan kau ... Scintiaaaaa!"     

Lucifer berusaha menendangnya, namun Scintia dengan sigap menghindari serangannya. Dia berdiri dengan tegap bersama pedang satu mata tajam miliknya, berdiri diatas langit dengan sihir yang sama seperti yang digunakan oleh sang Kaisar.     

"Lucifer ... Kau tidak akan pernah ku maafkan karena sudah mengkhianati paduka! Aku akan membawa kepala mu kepada paduka!" ucap Scintia dengan lantang memberikan ancaman yang tampaknya mampu ia lakukan.     

Begitu angkuh ucapannya hingga membuat wajah Lucifer masam, tetapi kemudian dia menyeringai licik bagaikan seekor rubah "Kalau begitu ... Bagaimana kau penggal dia saja?" Lucifer menjentikkan jarinya, lalu dalam sekejap seorang gadis manusia burung muncul tepat di depan Scintia.     

Dia mengayunkan sabitnya, namun beruntung Scintia menghindarinya.     

"Gh!"     

"Guahahahahaha! Bagaimana? Dia juga pengkhianat sama seperti ku? Apa kau bisa–"     

"Diam!"     

Scintia menerjang dengan cepat, tanpa ragu mengayunkan pedangnya kearah mantan rekannya. Serangannya ditahan, namun itu memaksa mona untuk terseret terus kebelakang hingga perlahan mereka turun dengan cepat dan menghantam bangunan bersama-sama.     

"Tch ... Tidak berguna! Kondisinya semakin buruk, dia juga sepertinya akan kewalahan ... Seperti ya aku harus pergi dari–"     

"Anda mau kemana, Tuan Lucifer?"     

Seekor burung melesat dari langit, menggunakan cakar membelah sayapnya. Namun reflek Lucifer lebih cepat, dia menghindar disaat yang begitu kritis. Cakar yang sangat tajam itu melukai sayapnya, beruntung dia menghindar karena kalau tidak, dia tidak akan bisa terbang karena kehilangan sayapnya lagi.     

"Sialan ... Pak tua! Apa yang kau lakukan disini!?" tanya Lucifer dengan membentak kepada seekor burung hantu yang kini di depannya.     

Ink Owl tiba dari Ibukota Kekaisaran secepat mungkin menuju kota dimana pertempuran berlangsung, alasannya sangatlah sederhana.     

"Tentu saja, karena saya khawatir dengan paduka. Saya merasa tidak tenang, jadi saya kemari. Anda tidak perlu khawatir, karena saat ini Tenerbis yang mengatur Kekaisaran untuk sementara," jelas Ink Owl seakan menjawab pertanyaan yang ada di dalam benak Lucifer.     

Lucifer menggeram jengkel, ia mengekuarkan dua tombak hitam kembali lalu mengarahkannya kepada Ink Owl dengan sorot mata tajam "Jika itu yang kau inginkan, pak tua. Aku akan melayani mu!"     

Ink Owl dan Lucifer saling berhadapan, di darat juga Mona dan Scintia juga Uksia sedang melakukan reuni kecil mereka dengan senjata tajam. Void menyeringai tipis, dirinya kemudian melangkah secara perlahan menaiki udara, menuju dimana dewa itu sedang berdiri dan menatapnya penuh kebencian.     

"Tidak akan kubiarkan!"     

Cambuk besi menjerat tubuhnya, berulang kali menarik tubuhnya hingga membuatnya tak bisa berjalan. Bell menghalanginya, dirinya tampak baik-baik saja meski sudah ia tendang hingga membentur tembok Kota. Dia berusaha sekuat tenaga mencegah Void mendekati sang Dewa. Tetapi ...     

Roaaaar!     

Seekor naga tiba-tiba ada di langit tertinggi, menjatuhkan sesuatu tepat arah Void. Melesat dengan cepat, lalu ...     

Slash!     

Cambuknya pun dibelah dengan sempurna oleh pedang yang sangat familiar di mata Void. Sosok dengan zirah perak yang begitu mengkilap membuat matanya terbelalak untuk sesaat, sosok yang ia tinggalkan dengan perpisahan yang buruk.     

"Edward ... Aku akan mengurusnya, jadi kau urus orang misterius itu," ucap sosok itu tanpa sedikitpun menoleh kepada Void.     

Namun itu tak membuatnya marah, kehadieannya saja membuatnya bisa merasa lega "Terima kasih, Lilia ..." Sang kapten kesatria suci, Lilia Neil'o datang disaat yang tepat.     

Void kembali melangkah, menaiki anak tangga transparan yang diciptakan olehnya.     

"Berhenti!"     

Cambuk kembali melesat, tetapi Lilia membelahnya dengan sangat rapih hingga cambuk itu tak mencapai Void.     

"Yo ... Ayo kita tanding ulang. Aku tidak akan melepaskan mu sekarang!"     

"Sialaaaaaaan!"     

Bell langsung menjauh secepat mungkin, melemparkan semua benih bonekanya ke tempAt dimana ia berlari. Benih-benih itu tumbuh dengan cepat, menciptakan sekelompok prajurit dengan jubah hitam yang pernah memporak-porandakan berbagai kota.     

Tetapi kali ini mereka tidak bisa seenaknya melakukan itu.     

"Hancurkan semua boneka-boneka itu! Lindungi penduduk kota dan jangan biarkan mereka masuk ke taman walikota! Tunjukkan kesetiaan kalian kepada Kaisar! Hidup Kekaisaran! Hidup persekutuan!"     

"Yaaaaaaaaaaa!"     

Ucapan Asmodeus membakar jiwa seluruh prajurit Kekaisaran serta prajurit persekutuan. Semangat para Iblis serta kepercayaan mereka telah pulih, mereka kembali tunduk dan mematuhi perintah Asmodeus untuk melindungi para manusia yang saat ini mereka ungsikan ke halaman bangunan pemerintah walikota. Mereka menerjang boneka-boneka sihir tanpa ragu dan mengayunkan pedang mereka untuk melindungi manusia juga kehormatan mereka.     

"Ya ... Apa kau rekan developer? Kau benar-benar seenaknya ... Apa kau tau apa yang paling tidak menyenangkan saat bermain game online?" Void melangkah mendekatinya, menyeringai percaya diri penuh kemenangan, melotot kearah sang Dewa dengan seringai lebar "Seorang admin yang seenaknya ikut campur dalam permainan!"     

To be continue     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.