Raja Barat Praktik Sihir
Raja Barat Praktik Sihir
Semua prajurit yang ada disekitar Raja bersiaga, mereka juga terkena dampak namun tidak begitu buruk hingga membuat mereka masih mampu untuk berdiri dan menjaga Raja mereka.
Tidak lama kemudian suara aungan dan jeritan nyaring terdengar dari arah hutan, jelas sekali itu adalah suara hantu hutan yang terpanggil. Saat Raja Raddone ingin melangkah mundur, dia dikejutkan dengan munculnya gerombolan hantu hutan yang menyerbu kearahnya dengan tanpa aba-aba.
Raja Raddone merasa senang karena mantranya berhasil, namun dia juga khawatir karena jumlah dari hantu hutan itu sangat banyak dan kangsung menyerang tanpa ampun.
Para prajurit kesulitan karena para hantu tidak dapat dierang dengan pedang, namun mereka membuyarkan fokus dengan saura-suara aneh yang mereka.
Raja Raddone cukup kuwalahan hingga melangkah mundur cukup jauh. Buku Sihir segera diambilnya dan ia buka lembar berikutnya. Namun dia kurang beruntung, karena angina kencang membuat lembaran Buku SIhir itu robek dan terbang jauh.
"Sial!" Raja hanya mampu mengumpat nyaring.
Dia hendak berlari mengejar, namun hantu hutan menjerat kedua kakinya dengan sangat kuat dan sebagian lagi menabrak tubuhnya berkali-kali hingga Raja Raddone mulai lemah.
Seorang prajurit hendak menolong, namun angina kencang masih berputar di sekitaran Kerajaan yang membuat suasana menjadi semakin kacau.
Tatapan Raja Wedden tertuju pada le,bar kertas yang masih melayang-layang dan berputar terbawa angin. Tubuhnya lemas, tidak dapat lagi berpikir dengan jernih.
Semampunya, Raja Raddone melawan dan melepaskan diri dari jeratan para hantu hutan yang sebagian bahkan masuk ke dalam kerongkongnya dan membuat Raja sesak napas.
Dengan kakinya yang cukup panjang, Raja Raddone meraih Buku Sihir yang tertutup.
Beruntung ada prajurit yang datang dengan membawa air suci dan dapat membebaskan beberapa rekan juga sang Raja dari hantu hutan yang menggerumbul pada tubuhnya.
"Raja!" prajurit itu mendorong tubuh Raja cukup kuat untuk melepas hantu hutan yang menempel.
Raja Raddone bergegas membuka Buku Sihir lembar per lembar, dicarinya mantra yang akan membebaskannya dari makhluk menyebalkan itu.
Ia menemukan mantra untuk meniupkan angina kencang. Dibaca oleh Raddone, namun itu justru menambah kacau suasana karena angin besar dari hutan seolah berteman dengan angina yang baru saja dipanggil oleh Raddone.
Kemudian Raddone membaca mantra untuk menghentikan waktu, itu sama sekali tidak berpengaruh apapun.
Banyak sekali mantra yang dibaca oleh Raja Raddone namun tidak satupun membantunya. Prajurit lain kembali datang dengan membawa air suci.
"Kalian pastikan Kerajaan terlindung dari makhluk-makhluk itu! Jangan ada yang keluar sampai keadaan membaik!" perintah Raja Raddone pada prajuritnya. Dia mengkhawatirkan para pelayan juga Famara jika harus terkena dampak dari tindakannya ini.
Masih dengan suasana yang kacau, Raja Raddone mulai lemas karena hantu hutan yang sebelumnya menempel pada tubuhnya berhasil menyerap banyak energy.
Di dalam bangunan Kerajaan. Famara menyaksikan kekacauan yang terjadi. Dia juga melihat betapa susahnya Raja Raddone untuk bertahan di dalam badai dengan banyaknya hantu hutan yang berkeliaran. Famara menempelkan wajahnya pada kaca jendela, memicingkan ekdua mata guna memperjelas pandangannya dan memastikan kalau semuanya akan segera baik-baik saja.
Plek.
Famara terkesiap dengan selembar kertas yang menempel pada kaca jendela. Ia melangkah mundur, namun ketika ia membaca tulisannya ia segera melangkah maju.
Dia ingin sekali mengambilnya, namun membuka kaca adalah hal konyol untuk dilakukan karena akan mengacaukan isi Kerajaan.
Samar terlihat olehnya tulisan mantra pengusir hantu hutan. Dalam keadaan terbalik, Famara mencoba untuk membacanya perlahan.
Jemarinya meraih sebuah besi yang ada di dekatnya, sambil ia membaca sambil ia menggoreskan besi itu pada permukaan dinding untuk menyalin.
Perlahan dan berulang dibaca oleh Famara, namun kertas itu kembali terbawa oleh angin dan terbang tidak keruan tujuannya.
Suasana diluar masih sangat kacau, Famara merasa dia telah salah membaca juga menyalin. Ia hanya memijat pelan kepalanya yang mulai nyeri, kemudian dengan helaan napas panjang. Dia mencoba fokus dan yakin kalau ingatannya tidak salah mengenai kalimat mantra yang ia salin.
Famara kembali membaca goresan pada dinding itu perlahan dan berulang. Kalimat yang cukup panjang dengan bahasa yang cukup asing membuat lidahnya terbelit.
BLAM!
Sepotong kayu berukuran sedang menabrak jendela dengan kerasnya, beruntung kaca jendela itu tidak pecah. Hanya saja semua orang berteriak karena histeris.
Famara sama sekali tidak menghiraukan sekitar, masih berharap kalau mantra yang ia baca itu akan mengubah keadaan. Wanita itu membacanya sambil memejamkan kedua matanya karena dia sudah menjadi hapal, entah sudah berapa kali dia melaflkannya.
Famara merasakan seseorang menyentuh bahunya pelan, namun masih dia abaikan. Lalu ada sentuhan kedua yang lebih keras dari sebelumnya.
"Famara. Buka matamu. Semuanya sudah baik-baik saja berkatmu."
Raja Raddone telah berada di belakangnya dalam keadaan yang cukup kacau namun baik-baik saja.
Famara yang mengenali suara sang Raja segera berbalik dan menatap kedua manik mata Raddone lekat.
"Kau menyelamatkan kami. Kau membaca mantra yang benar. Terimakasih." Raja Raddone menatap Famara.
Wanita itu masih mematung, dia hendak menangis namun Raja Raddone segera memeluknya dengan erat.
Ketika Famara membaca kalimat mantra, angin mulai mereda dan hantu hutan mulai kehilangan arah. Semakin dibaca oleh Famara, kekacauan mulai mereda dengan berangsur hilangnya para hantu hutan yang kembali ke hutan dengan terburu-buru.
Keadaan Raja Raddone dan para prajurit sangat lemah, beruntung tidak ada cidera fisik. Mereka segera beristirahat dengan perawatan khusus dari para pelayan.
Famara terlihat kesal, namun dia juga sangat mengkhawatirkan keadaan Raja Raddone.
"Hey, kenapa kau marah?" ucap Raja yang terbaring.
"Kau ceroboh, Raja. Seharusnya kau mempersiapkan segala sesuatunya dengan benar. Kenapa kau membahayakan dirimu sendiri untuk ini?" urat dahi Famara terlihat tegang.
Raja Raddone tertawa kecil. "Aku ingin mempraktekkan kekuatan sihir yang diminta oleh Raja Wedden," sahutnya.
"Mempraktekkan? Kurasa kau tadi hanya sedang mengorbankan diri. Bukankah mempraktekkan adalah melakukan hal yang sudah kita pahami dan kuasai?" oceh Famara yang masih membereskan meja tempat rempah untuk minuman Raja.
Raja Raddone mengangguk pelan. "Tapi kau hebat. Kau membantu kami," ujar Raja yang mengabaikan kekesalan Famara pada dirinya.
"Aku ingin kau juga belajar sihir," kata Raja sambil terus menatap Famara.
"Tidak. Aku lebih senang menjadi manusia biasa," jawab pendampingnya itu ketus.
"Begitukah? Tapi nanti anak kita tetap akan menjadi penyihir setelah aku menguasai semuanya."
Famara berhenti melakukan aktivitasnya. "TIdak ada yang akan memiliki anak denganmu," ucapnya. Raja Raddone cukup terkejut dengan kalimat itu.
"Kau harus menjadikanku seorang permaisuri jika kau mau."
***