BUKU SIHIR SANG RAJA ELF

Tugas Utama dari Putra Raja



Tugas Utama dari Putra Raja

1Setelah menemukan Buku Sihir milik Raja Rapher, Egara menjadi semakin percaya diri dan yakin dengan kemampuan dirinya. Di malam-malam tertentu dia kembali menyelinap dan menyalin satu per satu kalimat mantra yang dapat ia pelajari. Sangat sulit, karena dia harus mempelajari bahasa kuno untuk dapat membacanya.     

Beruntung prajurit kegelapan berjumlah ribuan, sehingga perbedaan sikap pada Egara tidak begitu ketara.     

Hingga pada akhirnya Egara bersapa dengan Rader secara tidak sengaja di gerbang kerajaan.     

Rader memiliki energy yang sangat kuat, tentu saja dia juga mudah untuk mengetahui tentang kejanggalan pada prajuritnya.     

"Bekerjalah dengan sungguh-sungguh," ujar Rader pada Egara yang berjaga.     

"Siap!" jawab Egara menyesuaikan jawaban yang biasa diucapkan oleh rekan-rekannya.     

Rader mengamati Egara dari ujung kaki hingga ujung kepala. Terdapat banyak luka, tentu saja karena memang tidak ada prajurit yang tidak pernah terluka di Kerajaan ini.     

"Kau prajurit yang bagus," ujar Rader. Egara tidak menjawab, itulah yang dia tahu selama mengamati sikap prajurit lain ketika dipuji atau diajak bicara oleh Rader maupun kerabat Kerajaan.     

Kucing sihir kembali memeking nyaring mengejutkan. Sebisa mungkin Egara bersikap tenang, berpura tidak terkejut dan takut sedikitpun.     

"Darimana kau berasal?" tanya Rader.     

"Desa Sane."     

"Emm, lalu siapa namamu?" tanya Rader lagi.     

"Egara Mithicon."     

Seketika Rader tersenyum.     

Detik berikutnya Egara mengumpat dalam hati, dia telah ketahuan sekarang.     

"Kenapa kau tidak meminum airnya waktu itu?" pertanyaan Rader semakin menjelaskan kalau dia telah mengetahui semuanya.     

Egara kembali diam.     

"Baguslah. Kurasa aku bisa mengandalkanmu," ucap Rader.     

"Maaf?" Egara menatap Rader sejenak lalu kembali berposisi siap.     

"Kau berbeda. Aku membutuhkanmu untuk menemukan seorang musuh besar yang sedang berkeliaran di luar sana." Rader menatap lekat Egara. "Temui aku malam ini di perbatasan hutan, aku akan menjelaskan semuanya." Rader berlalu begitu saja.     

Egara yang mendengar kata 'perbatasan' sudah berpikiran kalau dia mungkin akan mati malam ini. Dia hanya mampu kembali mengutuki kebodohannya. Sudah susah payah ia menutupi kebenaran, namun malah dengan mudahnya mengaku di hadapan putra Raja Kegelapan.     

*     

*     

Egara telah menyiapkan mental untuk menemui Rader. Dia juga telah siap dengan beberapa ilmu sihir yang mungkin bisa dia praktekkan untuk menyelamatkan diri.     

Perbatasan hutan yang sangat sepi. Sama sekali tidak mendapat cahaya dari kobaran api Kerajaan yang tidak pernah padam.     

Menunggu untuk waktu yang cukup lama, akhirnya sosok pria bertudung api biru muncul menghampirinya.     

"Kau sudah siap mendengarnya?" kata Rader membuat Egara kembali berpikir.     

"Kau harus membantuku untuk menemukan musuh besar Raja Kegelapan. Selama ini kami belum berhasil menemukannya karena dia dilindungi oleh kekuatan yang sangat besar. Aku hanya memintamu untuk menemukannya dan memberitahuku dimana ia berada. Setelah itu aku yang akan mengurusnya," Rader menjelaskan tanpa pertanyaan dari Egara.     

"Kau paham?" ucap Rader.     

"Tapi … siapa dia? Bagaimana aku bisa mengetahui tentang musuh besar itu?" tanya Egara bingung.     

"Dia adalah keturunan raja Rapher Elfkinn. Aku tidak tahu dia dimana, wajahnya seperti apa, lalu apakah dia pria atau wanita."     

Egara mengerutkan dahinya. Dia menjadi semakin bingung dengan tugas itu.     

"Kau akan menemukannya ketika kau dapat merasakan energinya. Atau mungkin kau dapat mengetahuinya dari suatu tanda. Satu hal yang pasti, yaitu dia seorang peri dengan mata abu kehijauan pucat."     

Egara masih diam, mencoba untuk mencerna.     

"Kau akan membunuhnya?" tanya Egara.     

Rader mengangguk samar, "Itu akan menjadi urusanku," sahutnya.     

Egara mengangguk pelan. Pikirannya kembali sibuk kini. Dia baru saja merasa sangat antusias karena menemukan buku milik sang Raja Peri, namun kini mendapat tugas untuk menangkap keturunan Raja peri.     

'Apakah aku seorang pengkhianat?' pikirnya. Dia bahkan sempat berpikir untuk menjadi bagian dari kerajaan Northan, namun dia kini berada dalam jeratan kegelapan.     

"Ada yang ingin kau tanyakan?" Rader mengamati ekspresi Egara yang masih belum sepenuhnya paham.     

"Apakah aku hanya seorang diri?" tanya Egara.     

"Kau akan memiliki pasukanmu sendiri, pilihlah besok setelah matahari terbit. Kau akan menjadi ketua pasukan dalam misi ini," ujar Rader.     

Terpancar kesenangan dari wajah Egara setelah mendengar kalimat Rader.     

"Tapi tetaplah ingat, kalian jangan menyentuh musuh besar itu. Namun jika orang di sekitarnya, itu tidak masalah. Biarkan dia menjadi jatahku. Mengerti?" Rader kembali emnatap lekat Egara.     

Egara mengangguk paham. Segera ditepuknya bahu pemuda itu oleh Rader.     

"Ah apa kau minum Bruen?" tanya Rader mengalihkan topic.     

"Emm, aku mulai meminumnya sejak kecil," jawabb Egara sedikit malu.     

"Kalau begitu terimalah. Ini salah satu kesukaanku yang berasal dari desa di Utara. Aku selalu meminumnya ketika sedang pikiran kosong." Rader menyerahkan sebotol Bruen yang baru saja ia hadirkan dari balik jubahnya.     

"Wah kukira penyihir sepertimu tidak meminum minuman seperti ini," ujar Egara cukup terkejut.     

Rader tertawa samar. "Kau pikir kami tidak menyukai yang enak-enak?" sahutnya. "Asal kau tahu saja, Raja Kegelapan juga kerap meminumnya," sambung Rader dengan sedikit berbisik.     

Egara tertawa simpul. Dia menerima pemberian Rader dan menyimpannya di balik jubahnya yang besar.     

Pertemuan berakhir.     

Menyisakan kepenatan dalam kepala Egara mengenai tugas barunya.     

-     

"Kau akan memiliki pasukanmu sendiri, pilihlah besok setelah matahari terbit. Kau akan menjadi ketua pasukan dalam misi ini," ujar Rader.     

-     

Kalimat itu masih membuat Egara bersemangat. Dia hanya perlu kembali bersikap seperti biasa dan memilih beberapa prajurit yang dapat ia jadikan rekan dalam menjalankan misi.     

Egara menuju ruangan prajurit, dia akan beristirahat yang cukup untuk malam ini. Semua rekan prajurit telah beristirahat pada posisinya masing-masing. Egara mendapat bagian tempat tidur di pojok ruangan dekat jendela, sehingga dia menjadi yang paling sering terbangun ketika ada badai atau petir yang menyapa wilayah Selatan.     

Dia merapikan beberapa carik kertas salinan mantra di sebuah kotak di bawah tempat tidurnya. Masih banyak yang telah ia pelajari, namun belum satupun yang ia praktekkan secara langsung.     

Ting!     

Botol Bruen berdeting ketika ia hendak melepas jubah dan menggantungnya. Bunyi yang menarik, EGara lalu mengambil botol itu dan dipandanginya dengan seksama.     

Sudah sangat lama dia tidak mencicipi minuman itu. Dibukanya dengan hanya menggunakan tangan dan ia hirup dalam-dalam aroma segarnya.     

"Wah ini seperti yang biasa diminum ayah," gumamnya antusias.     

Tanpa pikir panjang lagi, segera saja dia menenggangnya beberapa kali. Benar saja, dia menjadi mengenang beberapa memori saat menemani ayahnya minum. Padahal waktu itu dia masih sangat bocah, namun sang ayah sama sekali tidak melarangnya karena hanya meminum satu gelas kecil.     

"Ah aku merindukanmu, Ayah." Kembali ditenggaknya minuman beraroma segar itu.     

Tanpa ragu sama sekali, Egara menghabiskannya hingga tetes terakhir. Selanjutnya dia hanya berharap kalau kualitas tidurnya tidak akan terganggu untuk menjalankan tugas istimewa besok hari.     

***     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.