Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Capek



Capek

2Mayang : Ini kan hari kamis. Kamu bisa dateng ke pertemuan lukis di galeri     

Denada : Oh iya. Aku lupa, tapi mataku masih bengkak. Aku ga mau ada yang liat aku begini. Aku ga mau jelasin apa-apa kalau ada yang nanya     

Aku : Kamu bisa ngelukis di rumah, Denada. Easel sama kuas yang waktu itu aku bawa ke rumah bisa kamu pakai     

Denada mengetik lama sekali, tapi pesannya tak kunjung datang hingga aku meletakkan handphone kembali ke saku dan menatap kanvas di hadapanku. Kurasa aku akan membutuhkan waktu seminggu untuk menyelesaikannya dengan suasana hati yang tak menentu seperti ini.     

Aku turun dari tangga yang menopang tubuhku dan duduk di sofa di bawah kanopi transparan. Aku memang sedang berada di atap rumah rahasia sambil melukis untuk menghilangkan rasa bosan sesuai dengan permintaan Astro.     

Aku bisa mendengar partner kerjaku berbincang di atap workshop saat mereka beristirahat siang beberapa waktu lalu. Mereka membahas tentang kenapa aku tak bekerja lagi.     

Putri berkata Astro memang protektif padaku hingga sering memaksaku untuk tak bekerja. Ucapannya memang benar hingga membuatku tersenyum lebar saat mendengarnya. Aku memang menyukai sikap Astro yang seperti itu, walau terkadang dia membuatku kesal jika dia terlalu berlebihan melkukannya. Seperti pagi ini.     

Qori berkata andai saja suaminya lah yang memaksanya melakukan itu, dia akan tetap pergi bekerja. Dia berpendapat perempuan harus bisa mandiri di atas kakinya sendiri dan berhak memilih apa yang akan dia lakukan, yang hampir saja membuatku melepas tawa. Namun aku menahannya sekuat tenaga karena aku tak ingin mereka mengetahui keberadaanku.     

Aku baru saja berpikir akan membuat dinding pembatas atap menjadi lebih tinggi, juga memasang alat peredam suara karena aku hampir kehilangan kendali. Akan berbahaya jika kami bisa saling mendengar percakapan di sini. Lagi pula aku sudah memiliki akses rekaman kamera tersembunyi yang sudah dipasang di atap workshop jika aku ingin mencuri dengar percakapan siapapun.     

Aku mengeluarkan handphone dari saku. Ada pesan balasan di grup lavender, aku membukanya.     

Denada : Aku minta maaf, Za. Easel sama semua kuas dari kamu udah aku rusakin dan aku bakar abis aku pulang dari Aussie. Aku minta maaf banget     

Ada batu mengganjal di dadaku dan menambah kegelisahan di hatiku. Aku tahu Denada sudah memaafkanku dan berusaha menerima kesalahan yang dia perbuat. Bukan harga easel dan kuas yang kuberikan padanya yang menjadi keberatan bagiku, aku hanya berpikir Denada tak akan melakukan hal seperti itu walaupun dia sedang sangat marah.     

Tiba-tiba aku mengingat buket bunga lavender artifisial dan tiara yang kuberikan pada Denada bertahun-tahun lalu. Buket bunga lavender artifisial dan tiara itu masih tersimpan rapi di kotak kaca di sudut dinding kamarnya. Aku melihatnya saat aku dan Astro memasuki kamar Denada sabtu lalu.     

Aku : It's okay. Kamu bisa beli di toko Sishie. Mereka bisa nganter ke rumah kok. Ada cat sama perlengkapan lainnya kalau kamu butuh juga     

Denada : Maaf ya, Za (mengirimkan emoji sedih)     

Aku : Ga pa-pa kok. Sebentar aku kirim nomornya, kamu chat sendiri ya     

Aku : (Mengirimkan nomor toko Sishie)     

Denada : Thank you, Faza     

Aku : Iya     

Kemudian kami saling bertukar pikiran apa yang sebaiknya dilukis untuk pemula seperti Denada. Aku mengirimkan beberapa tutorial lukisan yang beredar di youtube hingga Denada memutuskan akan mencari video tutorial yang lainnya.     

Entah sudah berapa lama aku berkirim pesan di grup lavender hingga aku mendengar suara langkah kaki menaiki tangga. Saat aku menoleh, Astro sedang berjalan ke arahku dengan senyum tipis.     

Aku menyalami dan mencium tangannya saat dia duduk di sebelahku, "Kamu udah makan?"     

"Udah." ujarnya sambil melingkarkan kedua kakinya mengelilingi tubuhku, "Tapi aku mau makan lagi."     

Aku menatapnya tak percaya, "Seriously?"     

Astro mengangguk dan mengecup tengkukku sambil berbisik, "Makan kamu."     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

Aku menatapnya sebal, "Aku masih harus istirahat, kamu tau?"     

Astro mencubit pipiku pelan, "Istirahat apanya? Kamu di sini dari pagi kan? Aku tau kok kamu masih ngecek laporan dari email."     

Aku terdiam. Aku memang menyempatkan diri mengecek semua email laporan saat Astro baru saja berangkat ke kampus tadi pagi karena aku tak ingin Jian memergokiku sedang bekerja saat dia mengirimkan kanvas dan cat. Ternyata memang sulit sekali menipu laki-laki di hadapanku ini.     

Sial ... aku lupa Astro bisa melihat gerak-gerikku melalui rekaman kamera CCTV yang tersebar di rumah ini.     

"Ngaku." ujarnya sambil menatapku lekat.     

"Iya, maaf. Aku kan ga bisa biarin laporan itu ngang ..."     

Tiba-tiba saja bibir kami sudah bercumbu. Perlahan dan manis, tapi sanggup membuat suhu tubuh kami naik dan tubuh kami saling melekat satu sama lain. Aku baru saja menyadari selama seminggu ini aku hanya memanjakannya beberapa kali. Aku baru saja menyusupkan kedua tanganku untuk mengelus punggungnya. Namun dia justru melepaskan cumbuannya dan mengamit kedua tanganku, lalu mengecup keduanya.     

"Kamu masih harus istirahat." ujarnya sambil menatapku dengan tatapan lembut.     

Hatiku bergetar mendengarnya mengatakan itu. Betapa laki-laki ini sangat berusaha.     

"Bisa kok sekali. Kalau kamu mau." ujarku.     

Astro menatapku lekat selama beberapa lama dan menggeleng pada akhirnya, "Jangan sekarang. Aku butuh kamu sehat dulu, Honey."     

"Aku sehat kok."     

"Aku tau. Aku cuma mau kamu istirahat dulu." ujarnya dengan tatapan mantap. "Ayo siap-siap. Kita kencan."     

Astro baru saja akan melongkarkan pelukannya saat aku memeluknya lebih erat sambil menatap matanya. Tatapannya tenang sekali, seolah bukan dirinya. Biasanya dia akan menggodaku lebih dulu atau berlama-lama merayuku, tapi kali ini dia tidak melakukannya.     

"Bisa kencannya dibatalin aja?" aku bertanya.     

"Kenapa?" dia bertanya dengan alis mengernyit mengganggu.     

"Aku mau di rumah aja."     

Astro menatapku tak percaya, "Mau ngerayu aku ya?"     

Aku mengangguk.     

Sial ... baru kali ini aku yang merayunya dengan terang-terangan seperti ini. Aku memang pernah merayunya setelah kami bertemu dengan dokter Alena, tapi tidak seperti ini.     

Astro tersenyum. Senyuman lembut yang baru pertama kali aku melihatnya. Aku hampir saja menciumnya saat aku mengingat sesuatu.     

"Belajar senyum begitu dari mana?" aku bertanya.     

"Kenapa? Baru liat?"     

Aku mengangguk.     

"Ini namanya senyum tulus. Aku ga belajar dari siapa-siapa. Muncul sendiri." ujarnya sambil memindahkan helaian rambut ke balik telingaku.     

"Seriously?" aku bertanya dengan tatapan menyelidik.     

Astro mengangguk, "Aku belajar banyak dari kamu, kamu tau? Aku udah bilang kan aku capek pura-pura terus. Aku mau jadi diriku sendiri. Mungkin aku akan nyeremin kadang-kadang, tapi kamu kan tau aku ga akan tega marah-marah sama kamu."     

Aku menatapnya tak percaya. Setiap kata dalam kalimat yang dia ucapkan terasa tulus bagiku. Aku benar-benar mengharapkannya seperti itu.     

Astro mengamit tanganku dan menarikku bangkit, "Kamu harus jalan-jalan ke luar. Kita kencan hari ini."     

Kurasa aku harus mengikuti keputusannya sekarang. Bagaimana pun aku tak akan bisa membantahnya karena rayuanku tak berhasil membuatnya luluh padaku.     

Astro mengelus puncak kepalaku saat kami menuruni tangga, "Kamu mau ikut aku ke Lombok sabtu ini atau kamu mau di rumah aja?"     

Aku menoleh untuk menatapnya, "Kamu mau ke Lombok weekend ini?"     

Astro mengangguk, "Yang terakhir sebelum aku ke sana lagi libur semester nanti."     

"Kamu maunya aku ikut atau ga?"     

Astro menghentikan langkah kakinya, "Aku nanya karena aku mau tau pendapat kamu. Kalau aku mau kamu ikut aku kan tinggal pesen tiket."     

"Aku nanya pendapat kamu karena kamu ngotot minta aku istirahat terus." ujarku sambil menatapnya lekat.     

Astro menatapku dalam diam selama beberapa lama sebelum bicara, "Aku mau kamu ikut."     

Aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku. Namun aku melepas genggaman tangannya dan berjalan mendahuluinya menuju ke kamar.     

"Honey."     

Aku akan mengabaikannya. Coba lihat siapa yang tak bisa bepergian tanpaku. Laki-laki itu imut sekali.     

"Mafaza Marzia, berhenti di situ."     

Aku menghentikan langkah dan menyembunyikan senyum sebelum menoleh. Astro sudah berada tepat di hadapanku sekarang.     

"Apa?" aku bertanya.     

"Ikut aku ke Lombok." ujarnya dengan tatapan memelas.     

Aku diam hanya untuk menikmati ekspresinya yang terlihat menggemaskan sebelum bicara, "Aku mau ikut kalau kamu manjain aku abis kita kencan."     

"Seriously?"     

Astaga ... aku hampir saja tertawa.     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.