Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Pelabuhan



Pelabuhan

0"Kenapa kamu bilang gitu?" aku bertanya karena aku sama sekali tak mengerti. Seingatku baru beberapa hari lalu Astro berkata anak kecil itu ingin pergi.      

"Feeling?"     

"Seriously?"     

Astro hanya mengangguk dan aku tak memiliki kalimat apapun untuk membalas kalimatnya. Maka aku hanya diam dan berpikir.     

Aku hanya melihatnya satu kali di mimpiku saat kami sedang berada di Gili Meno dan aku tak terlalu peduli dengan keberadaannya. Lagi pula dia tidak menyeramkan atau membuatku merasa aku harus waspada. Aku bahkan tak yakin apakah aku harus menganggapnya memiliki eksistensi atau tidak.     

Kami berkendara dalam keheningan jalanan yang dingin dan lenggang, dengan satu tangan Astro menggenggam tanganku. Dia baru melepasku setelah kami sampai di depan gerbang workshop.     

Aku turun dari motor untuk membuka gerbang dan Astro membawa motornya masuk. Saat aku mengunci gerbang kembali, dia sudah turun dari motornya dan sedang melepas helm dari kepalanya.     

"Mandi dulu ya." ujarnya sambil membantuku melepas helm.     

Aku mengangguk dan mengajaknya masuk ke workshop. Bunyi bel yang terdengar seperti lonceng menyambut kami saat pintu terbuka. Entah kenapa mengingatkanku pada sebuah film tentang anak-anak yang pernah kami tonton bersama bertahun-tahun yang lalu.      

Aku memastikan pintu terkunci sebelum kami beranjak ke lantai dua. Kami langsung menghampiri kamar dan menguncinya, lalu beranjak ke kamar mandi karena kami belum sempat mandi sore tadi.      

Kurasa aku baru menyadari, sejak kami menikah beberapa bulan lalu, kami mandi bersama di waktu yang tak menentu. Setelah kami bercinta, saat kami butuh melepaskan penat di kepala, juga saat kami sedang merasa membutuhkan keintiman bersama tanpa alasan yang lain.     

Kami mandi dalam waktu singkat sambil saling bercanda, lalu segera memakai pakaian sebelum berkutat dengan handphone, laptop, dan komputer baru kami. Kami sepakat tak memberitahu siapapun tentang hal ini. Termasuk Opa dan Kyle.     

"Udah ada di instagram story temen kampusku." ujar Astro sambil memperlihatkan padaku sebuah cerita akun instagram di layar handphonenya.      

Di sana tertulis : Anak orang kaya mau ke Jerman ga perlu takut duit abis, Bray. Emangnya kita? Ngerjain deadline aja ngesot     

Aku memutar bola mataku saat membacanya. Aku sudah menduga hal ini mungkin saja muncul. Aku hanya masih belum terbiasa dengan reaksi negatif semacam ini.     

"Ini temennya Cantika kalau ga salah." ujar Astro tiba-tiba.      

Entah bagaimana, mendengar namanya membuat sesuatu menyengat hatiku. Aku tahu aku masih merasa cemburu walau sebetulnya tak perlu.      

Aku mengecup bibirnya sesaat dan mengalihkan tatapan kembali pada handphone di tanganku. Berita tentang kami akan ke Jerman juga menyebar dari akun teman-teman kami yang lain yang tak terlalu dekat dengan kami. Bahkan teman-teman dekat kami yang kami beritahu langsung justru tak memberitakan tentang itu.     

Sebetulnya sejak kami ke galeri sabtu lalu, sudah mulai ada teman-teman kami yang bertanya melalui pesan ke handphone pribadi kami dan kami mengiyakan dengan syarat mereka harus menjaganya sebagai sebuah rahasia. Sebaliknya, kami juga tahu walau kami meminta demikian akan tetap saja ada yang menyebarkannya dan memang itu lah yang kami harapkan.      

Saat Ayah bertanya apakah berita tentang kepindahan kami ke Jerman kami lah yang menyebarkannya, sebetulnya tepat. Itu adalah salah satu rencana yang kami buat untuk mengecoh Om Hubert saat mencari jejak kami nanti. Lagi pula dengan adanya berita yang tersebar ini, kami cukup yakin Ayah tak akan memberitahu kepindahan kami ke pilihan negara barunya pada siapapun. Termasuk Om Hanum.     

"Misi pertama kita berhasil. Kita lanjut misi selanjutnya." ujar Astro sambil mengecup tengkukku.     

Aku hanya menggumam mengiyakan, lalu berkutat dengan handphone dan laptop di hadapanku. Aku mulai bergerilya mencari siapa saja yang menyebar berita lebih intens, lalu meningalkan banyak komentar dengan berbagai akun yang sudah kubuat minggu lalu. Entah bagaimana, sekarang aku merasa sedang menjadi seorang penyusup.      

Aah beginikah rasanya menjadi Kyle? Entah kenapa ini terasa menyenangkan.     

Sepertinya kami sudah berselancar di dunia maya selama satu jam saat kantuk mulai menghampiriku. Saat aku menoleh pada Astro, dia masih berkutat di depan komputer dengan tatapan serius.      

"Ada masalah?" aku bertanya.      

Astro menggeleng, "Kita lanjutin besok pagi aja. Kita istirahat dulu. Nanti aku bangun jam dua buat lanjut kerja. Kamu tidur aja ya."     

Kurasa aku akan menuruti keinginannnya saja, maka aku mengangguk. Kami mematikan semua perangkat yang kami pakai dan beranjak ke tempat tidur. Lengan Astro yang menjadi alas kepalaku memang lebih nyaman dibandingkan dengan bantal.      

"Thank you, Honey." ujarku sambil mengecup bibirnya.      

Astro hanya menggumam sambil memejamkan mata walau jarinya masih mengelus ujung rambut di dahiku sesekali. Dia memeluk tubuhku erat hingga hangat tubuhnya menjalari tubuhku, aku menyukainya.     

Sepertinya baru beberapa detik berlalu setelah aku tertidur saat kurasakan tubuhnya menjauh. Aku mencoba membuka mata, tapi mataku terasa berat sekali. Sepertinya aku sempat menggapainya dan mengatakan sesuatu, tapi entah apa yang kukatakan. Aku tak dapat mengingatnya dengan jelas.      

Aku bisa merasakan napasku panjang dan dalam, sangat menenangkan. Sangat kontras dengan kelebatan-kelebatan di depan mataku yang terlihat sibuk seolah tak ada yang hanya diam di tempat kecuali diriku sendiri.     

Aku bisa mendengar suara orang berbicara dengan bahasa yang tak kumengerti. Aku juga melihat orang-orang asing yang lalu lalang seolah aku bukanlah bagian dari mereka. Aku bahkan tak yakin apakah mereka dapat melihatku.     

Aku menoleh dan mencoba menyentuh seorang pedagang buah, tapi dia mengabaikanku. Aku mencoba bangkit dan berjalan menjauh. Sepertinya aku sedang berada di sebuah pelabuhan karena aku menangkap aroma amis dan asin, juga aroma kerja keras dari orang yang lalu lalang. Aku mencoba bertanya pada seorang pria yang membawa pisau besar di tangannya, tapi dia mengabaikanku.      

Apakah aku tak terlihat oleh mereka? Aku bukan hantu, bukan?     

Aku mencoba berteriak untuk mendapatkan perhatian entah siapa, tapi mereka terus bergerak seolah aku tak ada. Astaga ... aku benar-benar tak kasat mata bagi mereka.     

Aku membalik tubuhku. Aku ingin kembali ke tempat sebelum aku beranjak tadi, tapi aku lupa ke mana arah kembali.     

Seseorang menyentuh bahuku. Saat aku menoleh, aku mendapati ayahku sedang tersenyum padaku dan mengecup pipiku. Bibirnya bergerak. Aku tahu ayahku sedang mengatakan sesuatu, tapi aku tak dapat mendengarnya.     

"Ayah bilang apa? Faza ga ngerti." aku mencoba bicara.      

Ayah hanya menggeleng dengan bingung, lalu menunjuk ke sebelahku yang lain. Saat aku menoleh ke arah yang ditunjuk ayahku, aku mendapati Astro sedang terlelap. Aku mengedipkan mata beberapa kali dan dia tetap di sana. Dengan mata terpejam, juga napas yang panjang dan dalam.      

Aku mencoba menyentuh wajahnya, hangat. Seperti yang selalu kuingat. Aku menoleh ke arah ayahku kembali, tapi ayahku tak ada di sana. Hanya ada kamar yang hening dengan berbagai perabotan di dalamnya. Sepertinya aku sudah terbangun dari tidurku.     

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Aku ingat ayahku mengatakan sesuatu, tapi aku tak dapat mendengarnya dengan baik.     

Aku melirik ke jam dinding, pukul 04.11. Masih pagi buta. Semalam Astro pasti melanjutkan pekerjaannya saat aku merasakan tubuhnya menjauh. Kurasa dia baru saja terlelap beberapa saat lalu hingga tak menyadari aku sudah terbangun lebih dulu.      

Aku menatapnya dalam diam lama sekali sambil meneliti setiap lekukan wajahnya, menikmati hangat napas yang dia hembuskan, juga mengecup bibirnya Benar-benar hanya sedetik waktu yang terlewat dan dia tetap bergeming.     

Aku kembali memejamkan mata. Kurasa aku akan menemaninya tidur sebentar lagi. Pekerjaan kami banyak sekali. Kami juga harus mengerjakan berbagai hal tambahan untuk mendukung rancana kami dengan Opa dan aku membutuhkannya tetap sehat untuk melewati segalanya dengan baik. Dialah segalanya bagiku.     

Entah bagaimana ada sesuatu yang hangat menjalari setiap aliran darahku. Bukan kehangatan yang berasal dari tubuh suamiku, tapi kehangatan yang berasal dari tempat lain.     

Aku bisa mendengar seseorang bicara. Aku tahu dia siapa dan aku tersenyum lebar tanpa membuka mata.     

"Hati-hati ya."     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.