Bipolar
Bipolar
Aku sedang menatap layar handphone milik Astro dan berpikir lama sekali. Aku tahu Astro sedang menungguku memberikan reaksi, tapi aku sama sekali tak tahu harus bereaksi seperti apa.
Kami memang sempat mengantar komputer dan laptop Bunda ke rumah Astro sebelum berangkat ke pertemuan bulan lalu. Ini sudah satu setengah bulan berselang hingga aku hampir lupa kami pernah meminta tolong pada ayahnya untuk membongkar data peninggalan Bunda.
Aku menoleh untuk menatap Astro, "Aku terserah kamu aja."
Astro hanya mengangguk, lalu mengamit handphone miliknya dari tanganku.
Kami baru saja selesai menyelam karena aku merasa bosan di cottage sepanjang pagi. Kami sudah meminta Lyra dan Eboth menyusuri kawasan ini untuk mencari Bu Kamalia, tapi mereka belum memberikan informasi apapun sejauh ini.
Sebetulnya Astro sempat mengajariku surfing (bermain ombak dengan menggunakan papan) sebelum kami menyelam. Namun kurasa aku akan membutuhkan lebih banyak waktu untuk bisa benar-benar mengendalikan papannya.
Astro memberi isyarat padaku untuk merebahkan kepalaku di pangkuannya. Aku menurutinya. Area pantai ini memang cukup ramai, tapi kami berjarak cukup jauh dari orang lain hingga kurasa orang lain tak akan mempedulikan keberadaan kami.
Aku menatap Astro dalam diam sedangkan dia mengelus ujung rambut di dahiku yang masih basah sambil menatap jauh ke ujung pandangannya. Entah kenapa suasana ini membuatku merasa kami sedang berlibur dibandingkan sedang mencari seseorang.
Aku lupa. Mungkin Ibu yang mengingatkan Astro agar kami lebih banyak beristirahat dan menikmati hidup.
"Honey." aku memanggil Astro sambil mengelus wajahnya.
Astro hanya menggumam sambil menatapku.
"Apa yang mau kamu pastiin?"
Astro menatapku dalam diam selama beberapa lama sebelum menjawab, "Aku belum bisa mastiin. Jadi aku ga bisa jawab."
"Kalau Bu Kamalia ga ketemu. Kamu ga jadi lebarin resort?" aku bertanya.
Astro tersenyum lembut, "Kita masih punya beberapa jam sebelum pulang. Who knows (Siapa yang tau)?"
Aku tahu Astro benar. Aku hanya ... entahlah. Beberapa jam adalah waktu yang singkat sekali, bukan?
"Kamu harus nikmatin suasana, Honey. Ga perlu terlalu mikirin itu."
Aku menghela napas perlahan dan mengangguk. Aku ingin sekali mengecup bibirnya, tapi aku membatalkannya. Bagaimana pun kami masih berada di area publik dengan banyak pengunjung lalu lalang di sekitar kami.
"Ganti baju yuk." ujarku sambil bangkit. "Ga enak pakai diving suit (pakaian khusus menyelam) gini."
Astro mengangguk dan mengamit tas berisi perlengkapan kami. Aku membantunya merapikan alas yang kami pakai untuk duduk dan melipatnya. Kami berjalan sambil saling menggenggam tangan ke arah Cottage Banyu yang berjarak sekitar tiga puluh lima meter.
"Kita ga akan bisa liat senja di pantai nanti. Ga pa-pa ya." ujar Astro tiba-tiba.
Aku hanya mengangguk. Aku tahu waktu kami hanya sedikit. Mungkin aku akan bisa menikmati senja di perjalanan nanti. Aku tak akan menganggapnya sebuah masalah besar. Menikmati senja di mana pun aku tak akan merasa keberatan.
Tiba-tiba aku baru mengingat sesuatu.
"Zen chat kamu?" aku bertanya sambil menatap Astro. Aku benar-benar berharap dia menjawab pertanyaanku dengan jujur.
Astro mengangguk sambil menatap lurus ke depan, "Kemarin dia bilang mau ke rumah opa buat main catur."
"Kamu bilang apa?"
Astro menoleh padaku dan terdiam sesaat sebelum menjawab, "Aku ijinin."
Aku tersenyum lebar sekali. Entah apa yang harus kukatakan padanya. Aku merasa berterima kasih, tapi juga bangga. Bagaimana aku harus menjabarkan perasaan ini?
"Kamu seneng banget ya." ujarnya dengan tenang.
"I am proud of you (Aku bangga sama kamu). Dan ... iya ... seneng juga."
Astro mengecup dahiku. Dia baru saja akan mengatakan sesuatu saat kami mendengar seseorang memanggil nama Zia. Kami menoleh dan menemukan seorang perempuan berusia sekitar belasan tahun sedang duduk di sebuah kursi roda, tepat beberapa langkah di dalam area rumah Bu Lia. Sepertinya dia beberapa tahun lebih muda dariku.
Aku menatap Astro dalam diam untuk meminta saran padanya. Dia hanya mengangguk.
Kami berjalan masuk dan menghampirinya yang seperti sedang sengaja menunggu kami seorang diri. Anak perempuan itu terlihat tak asing bagiku. Dia terlihat sangat mirip dengan Bu Lia. Mungkin lebih tepatnya, seperti inilah wajah Bu Lia jika Bu Lia berusia lebih muda.
Aku melepaskan genggaman tanganku pada Astro dan mengulurkan tangan untuk menyalami perempuan itu. Dia diam saja. Apakah ...
"Maaf kalau aku ga sopan." ujarku sambil menarik uluran tanganku.
Dia menggeleng dan menatapku dengan tatapan tenang, "Bisa bantu dorong aku masuk?"
Aku menoleh untuk menatap Astro. Astro hanya mengangguk, maka aku menyodorkan alas tempat kami duduk padanya dan mendorong kursi roda menuju rumah di tengah area yang dikelilingi dinding pembatas ini.
"Seru ya bisa diving?" perempuan itu tiba-tiba bertanya.
Bagaimana pula aku harus menjawab pertanyaan seseorang yang terlihat lumpuh seperti ini? Aku bahkan tak yakin kenapa dia tak menerima jabat tangan dariku.
"Aku denger waktu kalian ke rumah tadi pagi. Aku jarang keluar, jadi cuma duduk di rumah sambil baca buku." ujarnya yang seolah lupa pada pertanyaannya untukku beberapa saat lalu. "Nama kita sama. Aku juga Zia, Lizia Jelita."
"Aku ... lebih sering dipanggil Faza. Kamu bisa panggil aku Zia kalau kamu mau, tapi nanti kamu bingung kalau kita sama-sama dipanggil Zia."
Zia tertawa, "Kamu lucu."
Astaga ... apanya yang lucu dari kalimat yang baru saja kulontarkan padanya?
Aku menoleh untuk menatap Astro yang berjalan di samping kami. Dia terlihat tenang, entah apa yang sedang dia pikirkan.
Kami sampai tepat di depan pintu rumah dan aku tak yakin apa yang harus kulakukan sekarang. Haruskah aku mengetuk pintu yang memang sudah terbuka lebar itu? Namun aku tak melihat siapapun di ruang tamu.
"Kita bisa lewat samping kalau kamu sungkan lewat dalem. Bibi mungkin lagi masak di dapur. Kita lewat situ." ujar Zia sambil memberi isyarat dengan arah kepalanya ke sebuah jalan di samping rumah.
Aku mendorong kursi roda sesuai petunjuk darinya dalam diam. Detakan jantungku terasa berbeda dalam setiap langkah yang kuambil. Tidak cepat, tapi juga tak terasa seperti biasanya.
Saat kami sampai di teras belakang, yang juga satu area dengan dapur yang dibangun dengan konsep outdoor, Zia memanggil Bu Lia dengan suara nyaring. Dia membuatku terkejut karena aku tak menyangka dia akan mengeluarkan suara seperti itu.
Bu Lia menoleh dan berjalan cepat menuju ke arah kami. Dia mengambil pegangan kursi roda dariku dan membawa Zia menjauh tanpa mengatakan apapun.
Kurasa aku harus berhenti di sini. Aku hanya menatapi mereka dalam diam. Sekarang, bagaimana aku harus berpamitan pada keduanya?
Astro menundukkan bahu pada Zia dan Bu Lia. Kurasa ini lah cara kami berpamitan pada merek. Maka aku melakukan hal yang sama, lalu kami berbalik dan menjauh.
Entah kenapa ada kelegaan dalam hatiku yang sulit kujelaskan. Tubuhku terasa ringan dan napasku lebih lapang.
Aku bisa melihat sosok Jian menunggu di depan pintu kayu saat kami sampai di dekat sebuah sangkar burung kakak tua berwarna putih. Aku tahu Jian sedang mengawasi kami dan tak akan mengganggu jika tak ada sesuatu yang buruk terjadi.
"Kayaknya dia bipolar." ujar Astro tiba-tiba.
Aku menoleh padanya. Mungkin dia benar. Kami baru saja bertemu seorang perempuan yang lebih muda dari kami, lumpuh dan memiliki gangguan bipolar. Entah apa maksud dari pertemuan ini, tapi aku merasa dekat dengannya. Walau terasa aneh karena aku tak merasa kasihan walau sedikit.
Angin yang membelai tubuhku terasa sejuk dan sedikit mengeringkan rambutku yang basah. Namum tubuhku tetap terasa tak nyaman karena lengket dan kotor.
Kami baru saja akan sampai di dekat Jian saat seseorang menghambur dan memelukku dari belakang. Saat aku menoleh, aku menemukan Zia dengan wajah yang basah dengan air mata. Dia mampu berdiri, tanpa kursi roda yang menopang tubuhnya.
=======
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : iamno
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-