Nyawa
Nyawa
"Ga tau. Mikirin keluarganya bikin banyak ulah bikin aku kesel. Emangnya mereka ga ada kerjaan lain sampai ganggu kita begini? Kita kan ga pernah ganggu mereka."
"Bukannya aku pernah bilang akan selalu ada orang-orang yang kayak gitu? Kita ga perlu terlalu mikirin."
Ingatanku kembali ke saat kami pulang dari kompetisi robotik dua tahun lalu. Tepat setelah Donny mendorongku hingga lenganku terluka dan aku pingsan. Bekas lukanya bahkan masih terlihat walau samar.
Astro benar. Dia pernah mengatakan hal itu.
Aku menundukkan tatapanku. Namun dia mengangkat wajahku untuk menatapnya dan menatapku lekat, seolah tak rela satu ekspresi pun lepas darinya. Seakan tak akan membiarkan satu petunjuk lolos dari pengamatannya.
"Jangan samain level kita sama mereka. Kamu ngerti?"
Aku hanya sanggup mengangguk, lalu kami saling bertatapan dalam diam. Lama sekali. Hingga ada rintik air turun dari langit dan dia membimbingku kembali ke kamar di rumah rahasia kami.
Aku melirik jam di dinding kamar sebelum merebahkan tubuh di tempat tidur, pukul 00.17. Dua tahun lalu di jam ini, aku sedang berusaha mengikuti irama kerja Astro. Dia lah yang mengajarkan padaku untuk bekerja beberapa jam di tengah malam sebelum kembali tidur.
Sekarang dia sedang berusaha membuatku kembali ke kebiasaan lamaku. Aku tahu sekali. Aku mengingat saat dia berkata dia akan membuatku tak perlu bekerja jika kami sudah menikah. Kurasa dia benar-benar akan menepati ucapannya.
Astro memelukku erat dalam dekapannya setelah menyelimuti tubuh kami. Dia mengelus rambut di dahiku perlahan dan berhasil membuatku merasa mengantuk. Saat aku memejamkan mata, aku mengingat pertama kali dia mengulurkan tangan padaku di toko kain milik Opa bertahun lalu.
Anak laki-laki dengan kemeja berwarna hijau dan celana pendek berwarna krem, sedang mengajakku berkenalan dan bertanya apakah aku sudah sehat. Anak laki-laki menyebalkan yang bahkan mengikutiku pulang ke rumah Opa tanpa aku tahu kenapa.
"Kenapa kamu ngikutin aku pulang dari toko dulu?" aku bertanya tanpa membuka mata. Aku tahu Astro masih terjaga. Bahkan kurasa dia sedang berpikir entah apa.
"Waktu kita pertama ketemu?"
Aku hanya menggumam mengiyakan.
"Kamu yakin mau tau?"
"Kenapa aku harus ga yakin?"
Astro terdiam sebelum bicara, "Karena kamu keliatan sedih. Kayak ... ga tau mau ngapain."
Aku mendongkak dan menatapnya lekat, "Kamu kasihan sama aku?"
"Bukan kasihan. Aku pikir ... kamu ga keliatan kayak anak bodoh yang ga tau apa-apa. Tatapan mata kamu beda. Kayak lagi nyari sesuatu."
Sepertinya Zen benar tentang tatapan mataku. Diaa pernah berkata mataku seperti bisa bicara.
Astro juga benar. Saat itu aku memang sedang mencari sesuatu yang entah apa. Mungkin lebih tepatnya, aku berharap akan menemukan sesuatu. Entah suasana, benda atau seseorang. Walau pada awalnya aku memang tak ingin bertemu seseorang yang baru kukenal, tapi jauh di dalam hati aku tahu aku memang tak bisa menghindarinya.
Tunggu sebentar....
Aku bertemu dengannya.
Aku menatapnya dengan takjub. Betapa pertemuan kami bukanlah sebuah kebetulan. Betapa Tuhan mengaturnya dengan baik, dalam setiap langkah tanpa aku menyadari betapa setiap pergerakan memiliki makna begitu dalam.
Aku menarik napas perlahan, "Aku nyari ... aku ketemu kamu."
Astro menatapku bingung, tapi tak mengatakan apapun.
"Kamu kenapa di toko waktu itu?"
Astro menaikkan bahu, "Aku bosen di rumah. Aku ikut ayah karena pengen nyari apa gitu. Aku pikir kalau aku ikut ayah aku pasti nemu sesuatu."
Aah.. ..
Aku tak menyangka dia pun sama. Dia juga sedang bosan dan ingin mencari sesuatu, lalu kami saling menemukan. Entah kenapa ini terasa lucu.
"Aku nemu kamu." ujarnya sambil menatapku dengan tatapan lembut.
Aku tersenyum dan mengangguk. Hanya itu yang mampu kulakukan walau sebetulnya hatiku dipenuhi kehangatan yang aku tak tahu bagaimana harus menjelaskannya. Terasa seperti ... begitu hangat dan kuat. Hingga kurasa aku akan mampu berpegangan padanya andai aku bisa menyentuhnya.
Aku mengecup bibirnya. Saat aku akan melepasnya, dia memangut bibirku dan kami saling bercumbu perlahan. Hangat dan manis. Aku menyukainya.
Astro menatapku lekat setelah dia melepas cumbuan kami, "Aku minta maaf udah bikin kamu dapet banyak masalah."
"Bukan salah kamu. Mungkin emang jalannya harus begini. Kamu ga perlu minta maaf."
Entah kenapa dia menatapku dengan tatapan sendu. Aku tahu dia tulus meminta maaf, tapi dia benar-benar tak perlu melakukan itu. Segala yang terjadi di dalam hidupku, adalah jalanku. Aku hanya perlu mencari solusi dan bersabar dalam setiap prosesnya. Aku tahu aku mungkin saja salah mengambil kesimpulan, tapi siapa pula di dunia ini yang bisa begitu yakin atas apa yang terjadi dalam hidupnya?
Saat aku menyadari bahwa tak ada yang kebetulan terjadi di dunia ini. Aku hanya harus menghadapi. Aku tahu aku sedang ditempa untuk menjadi seseorang yang lebih baik. Setidaknya lebih baik dari diriku yang lalu.
Bertahun-tahun mengenal laki-laki di hadapanku ini memberiku banyak arti hidup yang sama sekali baru. Aku mengenal bagaimana caranya membangun kembali diriku yang terpuruk. Aku tahu bagaimana harus mengendalikan diri walau terasa sulit sekali. Aku juga belajar menerima segalanya apa adanya.
"Aku janji berusaha jauh-jauh dari masalah. Walau masalah yang emang suka deket-deket aku." ujarku sambil mengelus wajahnya dan tersenyum manis, seolah masalah bukanlah hal perlu kami takutkan.
Astro menyentil dahiku pelan, "Aku tau kamu kuat. Aku tau kita pasti nemu solusi, tapi jangan sampai lengah. Kita beruntung selama ini kita selalu dapet bantuan."
Aku hanya sanggup mengangguk. Semua yang dia katakan adalah benar, tapi aku tak ingin membayangkan andai kami benar berada dalam masalah dan tak ada seorang pun yang membantu kami.
Astro mendekapku erat di dadanya. Bibirnya menempel di puncak kepalaku, dengan deru napasnya yang hangat membelaiku di sana.
"Aku ga nyesel kok milih kamu. Jangan nganggep kamu yang bawa masalah buatku." ujarku sambil mengelus tulang lehernya.
"Tapi emang itu kenyataannya. Kalau aku lahir dari keluarga yang biasa aja, mungkin masalah kita ga akan seberat ini. Rrrghh sial! Aku ga seharusnya bilang gini."
Aku mendongkak untuk menatapnya dan mencubit pipinya kencang, "Kamu emang ga seharusnya bilang begitu."
Astro menatapku gamang dan tak mengatakan apapun.
"Keluarga kamu yang bentuk kamu sampai jadi begini. Kalau kamu lahir di keluarga yang lain aku mungkin aja ga jatuh cinta sama kamu, kamu tau?"
Astro masih terdiam.
"Semuanya akan beda kalau kita dari keluarga yang beda." ujarku sambil melepas cubitanku di pipinya.
Astro menghela napas panjang dan mengecup dahiku lama sekali, "I know."
Entah ada apa dengan laki-laki yang menjadi suamiku beberapa bulan ini. Apapun itu, kurasa kami sudah sepakat dengan hal ini. Kuharap dia tak akan membahasnya lagi.
"Besok Zen mau diskusi soal kerjaan sama kamu. Kamu harus online sebelum dia berangkat kuliah." ujarnya tiba-tiba.
"Dia ijin ke kamu dulu?"
Astro hanya menggumam mengiyakan.
"Ada yang lain yang dia bilang?"
"Dia masih belum tau kenapa mama sama kakaknya nyoba masukin alat perekam. Dia bilang mereka keliatan biasa aja."
Aah begitukah?
"Mm ... menurut kamu ... mataku kayak bisa ngomong?" tiba-tiba saja aku menanyakannya, entah kenapa.
Astro mengamit daguku dan menatapku lekat, "Siapa yang bilang begitu ke kamu?"
Aku menatapnya ragu-ragu, "Zen."
Astro terlihat kesal sekali, "Kapan?"
"Udah lama kok. Beberapa hari setelah kamu ngelamar di depan kamar, kalau aku ga salah inget."
Astro menatapku dengan tatapan yang sulit kumengerti, "Bilang apa dia?"
"Dia bilang dia suka sama aku dari pertama liat karena tatapan mataku kayak punya nyawa."
Astro mendengus keras, "Bagus dia ga ketemu kamu dari dulu kan?"
Aku tersenyum lebar sekali, "Makanya jangan bikin pengandaian kalau kita bukan dari keluarga kita yang sekarang. Kamu rela kalau aku milih Zen?"
Astro terlihat salah tingkah, "Itu ..."
"Apa?"
"Rrrgghh!!"
=======
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-