Buyut
Buyut
Aku memang sudah melihat betapa mereka bekerja dengan kesungguhan hati saat pertama kali ke sini, tapi melihat pemandangan di hadapanku sekarang membuatku menyadari banyak hal. Salah satunya adalah betapa mereka sangat jujur dengan ide yang ada di benak mereka.
Berbeda dengan partner kerjaku yang lain di workshop. Entah apakah karena mereka sudah terbiasa menerima perintah atau memang aku yang harus menggali ide dari mereka dengan lebih intens, tapi mereka jauh lebih pasif dibandingkan orang-orang di sekitarku ini.
Aku memperhatikan dan mendengarkan dengan seksama saat Reid merasa keberatan dengan material komponen salah satu penggerak sayap burung, juga saat Milla berpendapat bahwa mereka bisa saja meletakkan kamera di bagian perut burung jika mereka menginginkannya. Astro menanggapinya dengan tenang dan menerima semua masukan dengan baik, dia bahkan mencatatnya di sebuah jurnal yang sengaja dia bawa dari rumah.
Sentuhan di lenganku membuatku menoleh. Aku mendapati Ayah sedang menatap sekumpulan tim robotiknya seolah mereka adalah orang-orang yang paling berpengaruh di dunia.
Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling untuk mencari keberadaan Ibu. Ibu sedang berjalan menjauh ke arah tangki air yang berada beberapa belas meter dari kami.
Aku berusaha tersenyum pada Ayah walau aku tak yakin apakah Ayah akan melihatnya, tapi berdua dengan Ayah di sini entah kenapa membuatku canggung. Namun Ayah pasti ingin membahas sesuatu, maka aku hanya menunggu.
"Faza bisa liat anak kecil yang banyak luka dan bau amis?" Ayah bertanya tanpa menoleh padaku.
Aku memang sudah menduga Ayah akan mengajakku bicara mengenai hal itu. Walau sebetulnya aku tak menduga Ayah akan bertanya di sini. Kupikir Ayah akan meneleponku nanti jika aku dan Astro sudah kembali ke Surabaya.
Semalam setelah aku dan Astro ketahuan berciuman, Ayah memisahkan kami berdua. Ayah menahan Astro berada di sisinya, dengan Ibu di sisinya yang lain. Sedangkan aku berada di sisi Ibu yang tersisa.
Kami menonton video pernikahanku dan Astro di Gili Meno yang terlihat cantik dan mendebarkan. Dimulai saat aku memukul Astro karena aku merasa kesal, hingga kami menghilang di balik kamar resort. Aku terkejut, malu sekaligus terharu saat melihat video itu. Walau Ayah meminta maaf karena telat mengedit video, kurasa itu bukan masalah besar.
Kami memiliki berbagai masalah yang lebih mendesak untuk diselesaikan beberapa bulan ini. Kasus dengan keluarga Zenatta benar-benar menguras waktu dan pikiran. Ayah juga memiliki dua perusahaan yang sedang dikelola. Aku benar-benar tak bisa mengharapkan yang lebih baik dari yang sudah terjadi sejauh ini.
"Iya, Yah. Belum lama kok, sekitar tiga minggu yang lalu." ujarku sambil terus menatap Astro yang berjarak cukup jauh dari kami.
Aku bisa melihat Ayah sedang menatapku di sudut mataku, hingga membuatku menoleh untuk membalas menatapnya. Seorang pria tampan dan matang, sedang menatapku dengan tatapan penuh minat. Andai pria itu bukanlah ayah mertuaku, aku pasti sudah pergi meninggalkannya karena tatapannya padaku yang begitu intens.
"Faza ga takut?" Ayah bertanya.
Kenapa reaksinya sama dengan Astro? Astro juga bertanya hal yang sama saat aku memberitahukannya tentang hal ini.
Aku menggeleng, "Faza ngerasa biasa aja. Mungkin karena dia senyum ke Faza. Dia ... ga jahat kan?"
Ayah tersenyum lebar sekali yang kemudian berganti dengan tatapan menyelidik, "Dia ga jahat, tapi Faza harus hati-hati."
"Kenapa?"
"Ayah kaget ternyata Faza bisa liat, soalnya Ibu ga bisa. Ayah cuma bisa minta Faza lebih hati-hati."
Aah begitukah? Tapi ...
"Nenek Pita ga bisa liat juga?" aku bertanya.
Ayah menggeleng, "Yang bisa liat dia selain keturunan langsung cuma kakek buyut Suwisno, suaminya nenek buyut Prameswari. Faza tau kan siapa nenek buyut Prameswari?"
Aku mengangguk, "Ibunya Kakek Arya."
Ayah menatapku dengan tatapan penuh minat yang sekarang bertambah dengan tatapan antusias yang jelas sekali, "Kakek Arya pernah bilang ke Ayah kalau pasangan pewaris bisa aja liat anak kecil itu, tapi ada syaratnya."
"Apa syaratnya?"
Ayah terdiam seolah sedang berpikir apakah aman untuk membiarkanku mengetahui hal itu atau tidak sebelum bicara, "Kakek Arya ga tau pasti soal itu, tapi menurut cerita dari kakek buyut Suwisno emang ada syaratnya. Syaratnya adalah pasangan pewaris dan pewaris sah tombak itu harus bener-bener terikat.
"Ayah sendiri ga ngerti maksudnya terikat itu apa. Saat kita nikah sama seseorang, bukannya pasangan kita emang udah terikat sama kita? Ayah sempet mikir mungkin aja kakek buyut Suwisno cuma bikin dugaan karena cuma beliau selain pewaris sah yang bisa liat. Jadi kita ga bisa mastiin kebenaran syaratnya."
Aku terdiam. Mungkin karena aku dan Astro sudah saling mengenal selama bertahun-tahun sebelum kami menikah? Mungkin ... hubungan kami berbeda dengan Ayah dan Ibu, juga Kakek Arya dan Nenek Pita.
"Kakek Buyut Suwisno udah kenal sama Nenek Buyut Prameswari dari kecil?" aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya.
Ayah menggeleng dengan senyum lebar terkembang di bibirnya, "Mereka ketemu ga sengaja di pasar. Saling suka trus nikah cuma selang tiga minggu setelahnya."
Mungkin memang tak ada hubungannya dengan seberapa lama pasangan saling mengenal. Lagi pula jika membahas siapa yang lebih lama, Ayah dan Ibu pastilah memiliki jangka waktu yang lebih lama dibanding aku dan Astro. Bagaimana pun, mereka sudah menikah berpuluh tahun lamanya.
"Ayah tau gimana reaksi Kakek Buyut waktu liat anak kecil itu?" aku bertanya karena mengingat reaksi Astro dan ayahnya yang serupa.
"Ayah ga tau. Faza bisa tanya kakek kalau Faza penasaran."
Aah begitukah?
"Ayah takut waktu pertama lkat dia?" aku bertanya.
Ayah terlihat gamang, "Mungkin bukan takut, tapi kaget. Ayah baru bisa liat dia setelah Ayah terima modal usaha dari kakek. Ayah udah remaja waktu itu dan Ayah ga percaya sama hal mistis, jadi sempet nolak kenyataan. Erm.. Ayah sempet khawatir sama Astro karena Astro udah bisa liat dari dulu. Ayah ga tau kenapa, padahal bisa aja Astro tiba-tiba punya adik kan?"
Ayah benar. Hal itu memang aneh sekali. Namun keberadaan anak kecil itu saja sudah sangat aneh, bukan?
"Ga ada cerita lain soal anak itu, Yah? Maksud Faza ... cerita dari kakek nenek buyut yang lain?"
Ayah tersenyum lebar sekali, "Ayah ga pernah nganggep dia nyata, jadi Ayah ga pernah cari tau lebih. Faza bisa tanya kakek soal itu, mungkin ada cerita lain yang kakek simpen dari Ayah. Maaf ya Ayah ga bisa bantu soalnya Ayah ga mau ngurusin gituan."
"Ga pa-pa, nanti Faza tanya Kakek Arya. Faza cuma ngerasa aneh. Faza ga pernah ketemu sama yang begini sebelumnya."
"Jangan cerita soal dia ke sembarang orang, Faza ngerti kan?"
Aku hanya mampu mengangguk. Siapa pula yang akan mempercayaiku jika aku menceitakannya? Aku bahkan bisa membayangkan Opa dan Oma akan menatapku dengan tatapan aneh andai aku menceritakannya pada mereka.
"Faza tau gimana reaksi Astro waktu Astro pertama liat dulu?" Ayah bertanya.
Aku hanya menggeleng karena Astro tak menceritakan apapun tentang itu.
"Astro ga mau keluar kamar hampir seminggu dan ga mau ketemu temen-temennya. Astro baru mau makan setelah tiga hari dirayu sama ibu, trus sikapnya berubah jadi murung hampir sebulan. Andai Ayah ga nanya mungkin Astro ga akan cerita."
Astaga ... apa yang baru saja kudengar?
Astro memang pernah berkata dia dikejar oleh anak kecil itu, tapi aku tak benar-benar berpikir dia dikejar. Aku hanya menangkap kata-kata itu sebagai sebuah pengandaian. Apakah dia benar-benar dikejar?
=======
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-