Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Cambuk



Cambuk

0Menatapi berbagai barang yang berjejer di tempat tidur membuatku gamang. Ada sebuah kain tenun sepanjang satu meter dan lebar 40 sentimeter buatan Bunda, dua pasang yukata (salah satu jenis kimono yang digunakan saat musim panas) hadiah pernikahan dari keluarga Zen, juga kotak berisi sisir hadiah dari Om Hanum kemarin sore.     

"Mau diapain?" Astro bertanya sambil mengusap rambutnya yang basah dan berjalan ke arahku dari kamar mandi.     

"Mau aku pindahin ke mansion kalau kita ke sana lagi, tapi aku bingung."     

"Kenapa bingung?" dia bertanya sambil duduk di tepi tempat tidur.     

Aku menatapnya lekat, "Aman?"     

Astro menatapku dengan alis mengernyit mengganggu, "Kenapa ga aman?"     

Aku menaikkan bahu, "Ga tau. Rasanya ... mungkin karena aku jarang ke sana. Jadi aku ragu-ragu."     

"Kamar kita di mansion aman kok. Kalau kamu ga yakin kamu bisa titipin itu semua ke ibu. Nanti biar ibu yang simpen." ujarnya sambil mengusap rambutku dengan handuk yang berada di bahuku. "Kenapa yukata dari Zen mau kamu pindahin? Kan ga penting."     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

"Kita mau pindah, Astro. Lama banget, bisa empat tahun. Yukata harus disimpen di tempat aman, bukan ditaruh sembarangan di rumah kosong. Rumah ini kan nanti ga ada penghuninya kalau kita pindah." ujarku sambil mengelus wajahnya.      

Astro mengedarkan tatapannya ke sekeliling kamar kami yang bercat maroon, lalu tatapannya tertumpu pada lukisan rumah tua peninggalan Kakek Indra yang menyembunyikan pintu rahasia menuju workshop. Entah apa yang dia pikirkan, tapi aku mendapatkan firasat.      

"Kanzashi dari mama Zen disimpen di rumah itu?" aku bertanya.      

Astro menoleh padaku dan menatapku lama sebelum mengangguk, "Rumah itu isinya barang-barang tua. Ga akan ada yang nyadar kalau ada satu barang tua lain disimpen di sana. Lagian ibu punya tempat nyembunyiin barang sendiri. Kamu ga akan nemu kanzashi itu walau kamu nyari keliling rumah."     

Aah begitukah?     

Aku menghela napas perlahan dan turun dari tempat tidur, "Sarapan yuk. Nanti kamu telat."     

Astro membuntuti langkahku dan mengelus puncak kepalaku sebelum kami menuruni tangga. Dia menggenggam tanganku seolah aku tak akan mampu melangkah melewati tangga seorang diri tanpanya.      

"Kamu lebay." ujarku sambil menoleh padanya. Kurasa aku akan menggodanya sebentar.      

Astro terkejut, "Lebay apanya?"     

"Nih." ujarku sambil mengangkat tangan kami yang sedang saling menggenggam dan tersenyum manis.      

Astro menatapku tak percaya, "Kan kamu yang selalu butuh tanganku buat nenangin diri."     

Astro benar. Dia memang yang paling mengerti aku. Sejak pertama kali aku menyatakan perasaanku padanya di tebing lebih dari dua tahun yang lalu, aku selalu menyukai caranya menggenggam tanganku. Terasa hangat dan nyaman.     

Aku mengecup pipinya dan melangkahkan kaki lebih cepat menuruni tangga. Aku hampir saja melepas tangannya, tapi dia menyamakan langkah kakinya denganku hingga kami berjalan bersisian sambil tersenyum.      

Entah sejak kapan, aku merasa tak perlu menjelaskan beberapa perasaanku padanya. Aku tahu dia mengerti walau aku tak mengatakannya dengan kata-kata. Walau harus kuakui, aku memang sering mengutarakan perasaan di banyak kesempatan dengan jelas hanya agar dia tahu aku perlu bicara.      

Kami mempersiapkan sarapan kami dengan saling membantu. Ini bukan hal yang baru bagi kami. Kami sudah sering memasak bersama sejak bertahun yang lalu. Kami bahkan saling menyuapi dan bercanda di sela sarapan kami yang terasa singkat. Kami juga saling membantu membereskan semua perkakas setelah kami selesai.      

"Gimana kalau rumah ini kita sewain aja?" aku bertanya saat kami berjalan menjauh dari dapur.      

"Aku ga akan sewain atau jual rumah ini. Ini kan rumah kamu." ujar Astro sambil menyentil dahiku pelan.      

Aku lupa bahwa rumah ini adalah milikku. Rumah rahasia ini memiliki desain sesuai dengan selera Astro. Semua furniture dan desain interiornya yang minimalis sangat sesuai dengan kepribadiannya. Catnya bahkan berwarna maroon sesuai dengan warna kesukaannya.     

"Mm ... gimana kalau Axe yang nempatin?" aku bertanya saat kami mulai menaiki tangga.      

"No! Aku ga akan biarin siapapun masuk rumah ini kalau kita ga ada."     

Aku menghela napas. Kurasa aku akan menurutinya saja, maka aku mengangguk tepat saat Astro mengecup puncak kepalaku.     

"Aku ke gudang sebentar ya." ujarku saat kami sampai di anak tangga paling atas.     

Astro hanya mengangguk dan kami berpisah arah. Aku berjalan menuju gudang, sementara dia kembali ke kamar untuk mempersiapkan keperluan kuliahnya.     

Gudang di rumah ini adalah sebuah kamar kecil yang tak mungkin kami pakai untuk meletakkan barang-barang berukuran besar. Sebetulnya mungkin akan cukup sebagai kamar bayi, hanya saja kami belum memiliki satu pun.      

Entah bagaimana ada senyum mengembang di bibirku saat membayangkan andai ada bayi di rumah ini. Reagan. Nama calon anak laki-laki yang Astro pilihkan kembali terngiang di telingaku. Aku bahkan bisa membayangkan aku sedang melihat namanya di pintu tepat saat aku membukanya.     

Aku menghampiri sebuah jendela kecil dan menyibakkan gorden agar ada lebih banyak cahaya masuk ke ruangan ini, lalu membuka jendela agar ada udara segar mengganti udara pengap. Ruangan ini memang pengap dan kusam karena aku jarang ke sini.     

Aku mencari berbagai barang yang akan kupakai, juga yang akan kupindahkan bersama dengan barang-barang lain ke tempat yang lebih aman. Aku menemukan berbagai perkakas rumah tangga hadiah pernikahan yang tak terpakai. Kurasa aku akan membawanya pulang dan kuberikan pada Oma dan Ibu.      

Aku memutuskan akan menyimpan borgol dan cambuk di kamar workshop, maka aku membawanya bersamaku. Aku membiarkan barang-barang lainnya yang sudah kupisahkan tetap berada di gudang dan akan membawanya saat waktunya tiba.     

Aku baru saja menutup jendela dan gorden saat Astro muncul di depan pintu. Dia mengedarkan tatapannya ke semua perkakas yang sudah terpisah-pisah, lalu menatap borgol dan cambuk di tanganku.      

"Mau kamu bawa ke mana?" dia bertanya dengan alis mengernyit mengganggu.      

Aku menghampirinya dan tersenyum manis, "Buat kamu kalau kamu nakal."     

Astro mencubit pipiku dengan kencang hingga membuatku mengaduh, "Serius, Honey."     

"Mau aku taruh di kamar workshop. Udah ih, sakit." ujarku sambil berusaha melepas cubitannya di pipiku.     

Astro melepas cubitannya dan memelukku erat, "Mau buat apa?"     

Astaga ... kenapa tatapannya begitu serius?     

"Buat jaga-jaga aja. Lagian ditaruh di gudang juga ga guna." ujarku sambil mengusap pipiku yang terasa sakit.     

Astro menatapku lekat seolah tak rela melepas satu ekspresi pun darinya, "Aku baru mikir mau nutup pintu ke workshop, tapi aku butuh material dan kita harus mikir gimana bikin bodyguard kita ga curiga kita bawa bahan material ke rumah."     

"Itu urusan gampang. Aku bisa bikin satu ruangan tambahan di atap workshop dan kita beli bahan material sedikit lebih banyak. Nanti kita bahas kalau kamu pulang."     

Astro menatapku dalam diam selama beberapa lama sebelum mengangguk, "Tapi kita jadi repot kalau mau bolak-balik."     

"Ga masalah. Kita bisa ngerjain itu nanti kalau udah deket waktunya kita pindah. Ada yang lebih penting. Aku harus nemu orang yang mau tinggal di sini buat jaga workshop karena Putri ga mau."     

"Kenapa ga mau?"     

Aku menaikkan bahu dan mendorong tubuhnya menjauh dari pintu gudang sebelum menutup pintunya, "Dia bilang dia ga yakin bisa jaga semua barang di ruang penyimpanan. Masalahnya aku ga bisa percayain itu ke orang lain."     

"Cacha bisa jaga."     

Aku menatapnya dalam diam dan berpikir lama sekali. Cacha adalah satu pengawal kami yang hanya bekerja jika kami membutuhkan pengawal lebih banyak. Dia pernah membuntuti Sofia walau tak mendapatkan hasil apapun yang bisa membuat kami curiga, tapi pekerjaannya sama baiknya dengan yang lain.      

"Dia mau?" aku bertanya.      

"Kamu bisa tanya sendiri, Honey. Dia ga ikut kita pindah. Harusnya ga masalah kalau dia jaga workshop, tapi kita punya masalah lain. Kamu udah cari tau soal Gon sama Vinny?"     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.