Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Gerilya



Gerilya

0"Aku udah bikin rencana cadangan. Aku print dulu." ujarku sambil bangkit, tapi Astro menghalangi langkahku dan menarikku duduk di pangkuannya.     

"Kamu serius mau nutup cabang yang dipegang Giana?" alih-alih bertanya tentang rencana cadanganku dia justru membahas cabang toko craftku.     

"Sementara waktu aja sampai aku nemu crafter baru. Aku masih belum yakin soal Gon sama Vinny. Aku pikir lebih bagus Giana bantu Sari di toko dulu sementara."     

"Sementara itu berapa lama?"     

"Sampai aku ketemu mereka minggu depan dan bisa ambil keputusan."     

Astro mengangguk dan bangkit hingga aku terpaksa bangkit juga, "Mandi dulu yuk. Panas."     

"Cuma mandi ya." ujarku dengan tatapan serius.     

"Iya, dasar Nyonya Bawel. Ini beresin dulu."     

Aku hampir saja menggodanya, tapi aku membatalkannya. Akan lebih baik jika aku mengikuti rencananya lebih dulu atau dia mungkin akan bertingkah menyebalkan.     

Kami membereskan barang-barang kami, lalu Astro mengunci pintu workshop sebelum kami beranjak ke lantai dua. Kami meletakkan semua barang-barang kami di meja kerja dan beranjak mandi dengan cepat walau sambil bercanda.     

Kami berpakaian dan kembali turun ke dapur karena aku mengingat Parti berkata dia menyimpan gudeg dan sambal goreng krecek di kulkas. Astro membantuku menghangatkan makanan dan kami makan sambil saling menyuapi.     

"Enak." ujarnya setelah makanan kami habis.     

Aku mengangguk karena sedang meneguk air. Selama ini kami memang menghindari memasak makanan yang membutuhkan waktu lama untuk memasaknya, seperti gudeg, karena kami tak memiliki banyak waktu.     

"Kamu mau coba masak?" aku bertanya sambil meletakkan gelas ke atas meja.     

Astro menggeleng, "Ga akan sempet. Kamu udah?"     

Aku mengangguk, lalu bangkit dan membereskan semua perkakas bekas makan kami. Astro membantuku membawa sebagian ke wastafel dan kami mencuci piring bersama.     

"Sebenernya om Hubert berangkat ke Madura malem ini." ujarnya sambil menyodorkan sebuah piring untuk kubilas. "Tapi aku ga mungkin ngajakin kamu ke hotel tempat Donny nginep malem ini."     

"Besok aja, ga pa-pa kok. Aku udah ambil keputusan sementara. Aku ga buru-buru banget ngobrol sama Donny."     

Astro mengecup puncak kepalaku, yang membuatku menyadari ternyata beberapa waktu belakangan ini aku tak bersikap terlalu mesra dengannya. Aku terlalu fokus mengerjakan segala jadwal yang sudah kami susun demi rencana rahasia kami bersama Opa tetap berjalan dengan baik.     

Aku menatap tubuhku sendiri. Tubuh yang dibalut kaos yang sedikit kebesaran dan celana boxer yang kupesan setelah kami pulang dari Gili Trawangan. Astro memang tak memprotesku saat aku memilih pakaian ini, aku hanya sedang merasa aneh karena aku biasanya akan memakai lingerie saat berdua bersamanya.     

"Kenapa?" dia bertanya sambil mengelap tangan dengan handuk kecil yang tergantung di dinding atas wastafel.     

Aku menggeleng, "Ga pa-pa. Aku baru nyadar aku ga milih lingerie."     

Astro menyandarkan tubuh pada wastafel dan menggigit ujung bibirnya, "Kamu mau ngerayu aku sekarang?"     

Aku tersenyum manis, "Nanti aku ganti baju kalau aku mau ngerayu kamu. Aku tau lingerie favorit kamu yang mana."     

"Yang mana?"     

"Maroon yang paling sexy. Yang segini." ujarku sambil menunjuk ke belahan dadaku yang paling bawah. Aku tahu dia pasti mengerti.     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa dan mengelus punggungku perlahan, "Sekarang aja yuk."     

Aku mengecup bibirnya sambil mengelap tanganku ke handuk, "Kita harus kerja, kamu tau?"     

Astro menatapku dengan tatapan memelas, tapi aku akan mengabaikannya. Aku mengamit tangannya dan mengajaknya kembali ke lantai dua. Kami memasuki kamar dan duduk di depan meja kerja kami masing-masing.     

Aku mencetak rancana cadanganku dan menaruhnya di meja kerjanya. Dia langsung membacanya begitu rencana itu sampai padanya, hingga rela meninggalkan deadline kampus yang masih belum selesai.     

Aku menatapnya dalam diam sambil menunggunya memberikan reaksi. Raut wajahnya serius sekali, hanya berubah sesekali dalam waktu sedetik waktu yang terlewat.     

"Kamu harus ubah bagian ini. Backing kita ga bisa handle sampai sejauh ini." ujarnya sambil melingkari sebuah poin dengan pulpen. "Ini juga terlalu berlebihan. Bodyguard kita yang ikut pindah cuma Kyle, Rommy, Jian, sama Lyra."     

"Rilley ikut kan?"     

"Harusnya ikut, tapi dia punya basecamp sendiri."     

Aku mengangguk. Bagaimanapun Astro benar. Rilley memang bergerak sendiri.     

Astro menghela napas sambil meletakkan lembaran kertas ke atas meja, "Aku selesaiin deadline kampusku dulu ya. Kamu bisa mulai gerilya sendiri."     

Aku mengangguk dan menyalakan laptop baru. Aku masuk ke berbagai akun baru dan mulai mengerjakan rencana kami.     

Handphone Astro di atas meja berbunyi. Dia memberi isyarat padaku untuk mengangkatnya, maka aku menurutinya dan menyalakan mode speaker agar dia bisa mendengar percakapan kami.     

"Kamu kerja sama bareng Axe?" suara Ayah yang terdengar serius menyapaku di ujung sana.     

Kami saling bertatapan, tapi Astro kembali berkutat dengan deadlinenya. Aku tahu dia akan mendengarkan percakapan kami dengan seksama walau tak mengatakan apapun.     

"Ini Faza, Yah. Astro lagi ngerjain deadline kampus. Udah mepet banget malam ini harus selesai."     

Ayah menghela napas dan suaranya terdengar lebih lembut, "Faza tau Astro sama Axe kerja sama?"     

"Bukannya mereka emang kerja sama ngurusin perusahaan game?" aku bertanya seolah tak tahu ke mana arah pembicaraan kami.     

"Maksud Ayah soal berita kepindahan kalian ke Jerman yang nyebar di mana-mana."     

"Ga kok, Yah. Kayaknya itu emang dari temen-temen kita. Kemarin kita sempet liat ada beberapa yang posting soal itu di instagram. Mungkin Ayah baca salah satunya."     

"Ayah baca semuanya. Rese banget temen-temen kalian tuh. Dikira jadi orang kaya cukup pakai ongkang-ongkang kaki?"     

Astro hampir saja tertawa, tapi dia menahan dengan punggung tangan yang ditempelkan pada bibirnya. Aku hanya bisa berharap Ayah tak menyadari apapun karena Astro memang tak bersuara.     

"Faza juga sebel bacanya, tapi Astro bilang ga perlu dipikirin. Mending kerja jadi bisa hasilin uang lebih banyak." ujarku sambil tersenyum manis dan menatap Astro penuh arti.     

Astro memang tak pernah mengatakannya segamblang itu. Dia selalu berkata aku tak perlu terlalu memikirkan pendapat orang lain, tapi aku tahu pendapatku yang baru saja kulontarkan adalah benar.     

"Ga sia-sia Ayah didik Astro dari kecil buat jadi laki-laki tangguh kan?" terdengar kalimat bangga dari Ayah di ujung sana.     

Andai aku tak khawatir Ayah akan mendengar suaraku, aku pasti sudah menggoda Astro detik ini juga. Namun yang bisa kulakukan hanya memberi Astro senyum iseng karena dia baru saja dipuji oleh ayahnya dan wajahnya merona merah sekali.     

"Faza mimpi anak kecil itu lagi?" tiba-tiba saja Ayah bertanya.     

"Ga, Yah. Kenapa?"     

"Ga pa-pa. Rasanya agak aneh. Ya udah, nanti bilang Astro kalau deadlinenya selesai langsung telpon Ayah. Ayah mau ngobrol penting."     

"Iya, Yah."     

"Ayah tutup ya."     

Aku belum sempat mengatakan apapun saat sambungan telepon kami terputus begitu saja. Aku menatapi handphone Astro di tanganku dalam diam, tapi Astro mengamit handphone itu dan meletakkannya di meja.     

"Jangan bengong. Lanjutin gerilya kamu." ujarnya sambil mengelus puncak kepalaku.     

Aku terpaku menatap layar laptop di hadapanku, tapi pikiranku melayang jauh. Aku bisa saja memakai akun baru milikku untuk menyerang seseorang yang mengatasnamakan Dara, bukan?     

"Belum ada kabar dari Paolo?" aku bertanya tanpa mengalihkan tatapanku pada Astro.     

"Belum." ujarnya sambil mengecek handphone dan membiarkannya tergeletak di atas meja. "Jangan coba-coba pakai akun baru itu buat nyerang Dara, Honey. Tunggu Paolo selesai lacak dia dulu. Jangan gegabah."     

Aku tahu Astro benar. Walau sebetulnya jariku terasa gatal sekali untuk tak mengetikkan nama Dara di kolom pencarian.     

"Aku serius, Honey."     

Aku menoleh untuk menatap Astro dan tersenyum lebar, "Kalau bukan aku yang nyerang, ga masalah kan?"     

Astro menatapku dengan alis mengernyit mengganggu, "Mau ngapain kamu?"     

Aku menaikkan bahu dan mengamit handphoneku. Aku mengetikkan nama Viona di daftar kontak dan dering telepon menyambutku sesaat setelahnya.     

"Aku bisa minta tolong?" aku bertanya sebelum Viona sempat mengatakan apapun.     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.