Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Misi



Misi

2Entah apakah karena aku mendapatkan energi tambahan atau semacamnya, aku menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari dugaan. Kekesalanku membuat otakku berpikir lebih cepat dan jariku bergerak diluar nalar.     

Aku sengaja menahan semua rasa penasaran hingga semua partner kerjaku pulang dan di sini lah aku sekarang. Menanti Astro menjemputku tepat di depan pintu workshop, dengan jaket pemberian Mama Denada tersampir di lenganku. Aku berusaha bersikap setenang mungkin, tapi gerakan kakiku menghianatiku.     

Saat Astro datang dan membuka helmnya, ada raut khawatir di wajahnya. Aku segera menghampirinya untuk menyalami dan mencium tangannya, seperti yang biasa kulakukan.     

"Are you okay?"     

Aku menggeleng dengan kesal, "Aku dapet email dari Kyle. Kamu dapet emailnya juga?"     

Astro menghela napas sambil turun dari motor dan mengajakku beranjak masuk, "Aku udah baca emailnya."     

Aku menatapnya dalam diam. Aku tahu aku tak seharusnya merasa kesal padanya, tapi hatiku tak bisa kubohongi. Aku kesal sekali.     

Astro mengajakku duduk di salah satu kursi meja dapur sambil melepas ranselnya dan menatapku lekat, "Aku ngerti perasaan kamu, tapi kita punya janji ketemu Donny."     

Uugh aku tahu dia benar.     

"Jangan cemberut atau Donny bisa mikir kita lagi berantem. Aku ga mau ngasih dia kesempatan deketin istriku."     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

"Okay, Honey?"     

Aku hanya menggumam. Entah apa yang kugumamkan. Aku pun tak yakin.     

"Aku mau liat kamu senyum."     

Astaga ... Bagaimana pula aku bisa tersenyum dengan suasana hati buruk seperti ini?     

"Honey."     

Aku memaksakan sebuah senyum mengembang di bibirku walau aku tak yakin bagaimana aku sedang terlihat saat ini. Aku tidak peduli. Masa bodoh dengan bagaimana aku terlihat. Aku baru saja mendapati kenyataan bahwa kecelakaan yang menewaskan keluargaku bukanlah sebuah kecelakaan.     

"Kamu ga kasih aku minum? Aku baru pulang, kamu tau?"     

Aku bangkit dan menghampiri kulkas untuk membuat segelas sirup dingin, lalu menaruhnya di hadapannya sambil duduk di kursi yang kutinggalkan. Dia meneguk habis air sirup dalam beberapa detik dan membawa gelasnya ke wastafel.     

"Kita berangkat sekarang." ujarnya sambil menghampiriku dan mengulurkan tangan untuk mengajakku bangkit.     

Aku hanya bisa menurutinya. Dia membantuku memakai jaket dan mengambil helmku sebelum kami keluar dari workshop, lalu mendorong motornya ke luar gerbang sambil menungguku mengunci pintu workshop.     

"Aku minta Eboth jaga workshop di seberang jalan." ujarnya sambil memakai helm saat aku menutup gerbang dan menguncinya.     

Aku memakai helm sambil menaiki motor dan menepuk bahunya sebagai isyarat bahwa aku siap berkendara. Dia mengamit kedua tanganku dan memintaku memeluknya, seperti biasa. Hangat tubuhnya menjalariku walau angin mulai membelai kulit. Aku menyukai sensasi ini walau aku tak pernah mengatakannya padanya, tapi aku cukup yakin dia mengetahuinya.     

Hotel tempat Donny menginap hanya berjarak setengah jam dengan kecepatan cukup tinggi. Aku sempat melihat Jian mengikuti kami dengan sebuah motor di belakang sana. Aku juga sempat mencari keberadaan Rilley, tapi aku tidak menemukannya.     

Astro mengajakku ke lounge hotel dan memesan minuman sambil menunggu Donny. Lounge hotel itu bersisian dengan sebuah kolam renang besar yang memberikan sensasi sejuk di area sekitar ini. Kami duduk di satu sudut yang jauh dari pengunjung lain, dengan Jian duduk di meja sebelah kami agar tak ada orang lain yang mengganggu percakapan kami dengan Donny.     

"Mau berenang?" tiba-tiba saja Astro bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa. "Biar kamu ga bete."     

"Kita ga bawa baju ganti."     

"Kita bisa pulang dulu."     

Aku menatapnya tak percaya, tapi aku menggeleng. Suasana hatiku masih buruk dan aku akan mengabaikannya. Aku harus menata perasaanku sebelum kami bertemu dengan Donny.     

"Atau mau coba nginep di sini?"     

"Ga mau. Aku mau pulang abis ketemu Donny. Aku punya banyak pertanyaan buat Kyle."     

Astro baru saja akan membalas kalimatku saat seorang pramusaji datang membawa minuman pesanan kami. Astro berterimakasih sebelum pramusaji itu pergi. Satu yang kusukai darinya adalah dia selalu berusaha bersikap sopan pada siapapun. Tidak seperti kebanyakan laki-laki lain yang tak peduli pada hal remeh semacam itu.     

Namun entah apakah karena aku terlalu kesal, tapi aku meneguk coklat panas milikku hingga tersisa setengah saat melihat Donny datang menghampiri kami. Dia memakai kaos lengan panjang berwarna hitam dan celana selutut berwarna biru laut.     

"Aku ga lama kan?" ujarnya yang langsung duduk di kursi di sebelah Astro.     

Aku hanya menggeleng sambil meletakkan cangkir ke atas meja. Aku masih tak menyukai laki-laki yang tersenyum pada kami bergantian ini. Dia pernah membuatku pingsan dan terluka, juga berurusan dengan polisi. Walau aku sudah memiliki kesepakatan dengannya dan secara tak langsung aku adalah orang yang bekerja di bawahnya, aku tak akan bersikap lunak padanya.     

"Mau pesen minum? Aku yang traktir." ujar Astro.     

"Aku udah pesen tadi, tapi aku ga nolak kalau kamu yang bayar." ujar Donny sambil mengeluarkan sekotak rokok dari sakunya.     

"Bisa ga ngerokok dulu? Ada istriku di sini."     

Donny tersenyum walau ada kekesalan di matanya saat dia memasukkan rokoknya kembali ke saku, "Kalian bener mau pindah ke Jerman semester depan?"     

"Bener. Semuanya udah diurus, kita tinggal pindah. Kamu punya berita apa?"     

"Kemungkinan minggu depan vonis pengadilan kalian yang menang. Keluarga Zenatta udah ga punya cara lain buat lawan kalian. Aku cuma mau minta kalian hati-hati sama om Hubert."     

Aku sudah mengetahui hal ini sebelumnya, maka aku tak merasa terkejut sama sekali. Aku hanya ingin mengakiri basa-basi ini dan bertanya tentang Gon dan Vinny.     

"Desain kamu sama Zen bagus. Penjualan furnitureku naik 4,2 % bulan lalu. Ada barang yang kamu mau? Aku bisa kirim ke workshop kamu nanti. Hadiah dariku." ujar Donny padaku.     

"Ga perlu, Don. Kita jalanin sesuai kesepakatan kita aja. Ada yang lain yang mau aku bahas." ujarku sambil menatap Donny lekat.      

Aku hampir melanjutkan kalimatku saat seorang pramusaji datang membawa minuman pesanan Donny. Donny langsung meneguknya dan menatapku penuh minat setelah meletakkan cangkirnya ke meja.     

"Kamu tau kenapa Gon sama Vinny kerja di toko craftku?" aku bertanya.     

Alis Donny terangkat saat mendengar pertanyaanku, "Gon sama Vinny kerja buat kamu?"     

Aku mengangguk sambil meneliti ekspresi Donny dengan seksama. Aku tak ingin melewatkan satu ekspresi pun yang mungkin saja lolos dari pengamatanku.     

Donny mengambil handphone dari saku dan mengetik entah apa, lalu dia meletakkan handphone di meja dan mengatur mode teleponnya ke speaker dengan volume yang cukup untuk didengar oleh kami bertiga.     

"Ya, Kak?" ujar seseorang di ujung sana yang kukenali dengan jelas.     

"Kamu kerja di toko Faza?" Donny bertanya.     

"Kok Kakak tau? Om ngasih tau?"     

Donny menatapku lekat, "Aku dapet informasi dari orang lain. Papa nyuruh kamu ngapain, Vin?"     

"Itu ... bisa kita bahas lain kali aja? Aku lagi di toko."     

"Jawab sekarang."     

"Uugh sebentar aku keluar dulu."     

Andai aku sedang membawa laptop aku bisa mengecek di mana Vinny berada saat ini, tapi kurasa seperti ini lebih baik. Setidaknya Donny akan menganggapku mempercayainya.     

"Kak."     

"Gimana? Papa nyuruh kamu ngapain?"     

"Om minta aku nyari informasi Faza mau nikah di mana, siapa aja temennya, omset tokonya, karyawan-karyawannya, tapi setelah Faza pindah ke Surabaya aku ga bisa dapet banyak informasi kecuali seputar tokonya aja."     

"Dibayar berapa sama papa?"     

"Om ngasih kosan buat Gon biar bisa pindah deket sini."     

"Gon tau soal ini?"     

"Gon ga tau, Kak. Aku manfaatin dia karena dia suka craft. Gon ga tau apa-apa."     

"Aku mau ketemu kamu besok malem, jam setengah sembilan. Nanti aku chat tempatnya. Aku kasih kamu kerjaan di outlet kalau emang kamu butuh uang."     

"Sorry, Kak. Aku ... ga bisa terima tawaran Kakak. Misiku belum selesai. Nanti kalau misiku selesai, aku hubungin Kakak. Sekarang aku ga bisa. Minggu depan Faza pulang, mungkin abis minggu depan. Gimana?"     

"Kamu mau ngapain? Misi apa?"     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.