Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Merinding



Merinding

0"Kamu aku pecat sekarang juga." ujar Astro dengan tenang.     

Putri terlihat marah dan terkejut, tapi raut wajahnya segera berubah. Seperti sedang berpikir dengan matang, dengan wajah tertunduk menatapi gelas berisi sirup dingin di hadapannya. Aku tahu ini berat baginya, tapi aku juga tahu Astro sedang tidak bercanda dengan kalimatnya. Astro akan mencari cara melindungiku lebih dulu dan mengesampingkan orang lain.     

Putri mengangkat wajah dan menatap kami bergantian, "Okay. Apa kesepakatannya?"     

Aku menatap Astro dan membiarkan dia yang menjelaskan semuanya. Bahwa Putri dilarang membicarakan apapun yang bersifat pribadi pada orang lain tentang kami, juga tentang hukuman apa yang akan dia dapatkan jika dia melanggarnya.     

"Kalian tuh siapa sih? Aku ga pernah ngira bakal jadi begini." ujar Putri sambil menatap kami bergantian dengan tatapan tak percaya setelah selesai menandatangani bagiannya.     

"Aku Faza. Dia Astro, suamiku." ujarku singkat.     

"Maksudku ... kenapa sampai begini? Sampai bikin perjanjian di atas kertas kayak gini?"     

"Lebih baik kamu ga tau banyak." ujar Astro sambil membereskan berkas yang sudah kami tandatangani ke ranselnya.     

Putri menatap kami bergantian dan jelas sekali dia ingin membicarakan sesuatu, tapi sepertinya dia membatalkannya. Aku tahu dia membutuhkan pekerjaan ini dan dia menyukainya. Andai dia memutuskan untuk berhenti suatu hari pun, kami sudah mengantongi kesepakatan dengannya.     

"Jangan bahas apapun soal Gon sama Vinny ke orang lain, termasuk Sari atau Giana. Kamu harus pura-pura ga tau. Aku punya rencana." ujarku.     

"Aku bisa bantu kalau kamu butuh bantuan."     

Aku menggeleng, "Aku bisa handle sendiri. Aku cuma butuh kamu pura-pura ga tau. Itu aja cukup."     

"Cacha juga dapet perjanjian ini?"     

"Iya. Dia udah tau duluan, tapi dia emang belum tanda tangan karena berkasnya baru selesai aku bikin tadi." ujar Astro.     

Secara harfiah, Astro memang benar. Sebagai pengawal kami, Cacha memang diharuskan untuk merahasiakan segalanya tentang kami dari orang lain. Astro juga benar saat mengatakan Cacha memang belum menandatangani perjanjian tersebut. Bahkan kurasa Cacha memang tak perlu melakukannya.     

Putri menatap kami dengan gusar, "Kalau bener kalian punya musuh, kenapa kalian justru kuliah jauh? Bukannya lebih aman kalau kalian deket sama keluarga kalian?"     

Aku menoleh untuk menatap Astro sebelum menatap Putri kembali, "Keluarga yang minta kita pindah karena mau kita aman. Mereka tau yang terbaik buat kita."     

"Kamu yakin?"     

"Emangnya kamu mau raguin keputusan ayahku?" Astro bertanya dengan nada tersinggung.     

"Bukan gitu. Aku tau ayah kamu bukan orang biasa. Aku merinding kalau ada di deket ayah kamu, kayak ada aura aku harus nurut." ujar Putri sambil mengusap kedua lengannya dengan tangan. "Aku cuma mikir kalau kuliah ke luar negeri tuh kejauhan. Kan lebih enak kalau deket sama keluarga, tapi ... kalau kalian emang setuju, ya udah."     

"Asal sama istriku aku ga masalah disuruh ke mana aja." ujar Astro sambil mengamit tanganku dan mengecupnya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

Aku memberinya tatapan sebal, "Jangan begitu. Yang di depan kita itu lagi patah hati."     

Astro menoleh pada Putri, "Kamu cari calon suami yang bener. Nanti aku kasih cuti seminggu buat kalian honeymoon."     

Putri menatapnya tak percaya, "Aku mau fokus sama keluargaku dulu. Aku ga mau kejebak sama cowok brengsek lagi. Capek."     

"Bagus kalau gitu."     

Aku menarik napas perlahan saat memperhatikan tingkah mereka berdua. Entah kenapa mereka terlihat seperti anak-anak bagiku. Anak-anak yang bertingkah saling bertolak belakang hanya untuk membuktikan dirinya benar.     

"Tolong panggilin anak-anak yang lain buat ketemu kita, yang udah selesai ngerjain bagiannya duluan aja. Sekalian aku ijinin dia pulang." ujarku pada Putri.     

Putri terlihat tak rela dengan kalimatku yang berarti pembicaraan kami akan kusudahi sampai di sini. Dia mengangguk dan beranjak ke lantai dua, lalu Bara muncul tak lama kemudian.     

Astro menjelaskan isi perjanjian pada Bara dan Bara menyetujuinya dengan mudah. Bara bahkan berkata seharusnya kami melakukan hal ini sebelum workshop dibuka. Aku baru tahu ternyata dia memiliki pendapat bahwa kehidupan pribadi memang harus dipisahkan dengan pekerjaan, yang harus kuakui membuatku terpana selama beberapa saat.     

Astro mengizinkan Bara pulang setelah memanggil Parti. Parti memiliki banyak pertanyaan untuk kami, tapi kami bersikap diplomatis dan mengatakan padanya bahwa kami hanya sedang ingin melindungi privasi kami. Parti setuju menandatangani perjanjian dan diizinkan pulang setelah memanggil Qori.     

Qori menandatangani perjanjian kami tanpa bertanya. Dia hanya membaca semua pasalnya dan menyetujui saja apa yang tertulis. Saat aku bertanya, dia menjawab bahwa bekerja di workshop ini adalah pekerjaan yang paling baik yang pernah dia temukan. Maka dia akan bertahan di sini tanpa banyak mengeluh.     

Tiba saat Umar bicara dengan kami, dia kritis sekali. Dia bahkan hampir menolak andai saja Putri tidak mengatakan padanya bahwa dia tak akan menemukan workshop yang sama seperti ini lagi di dalam hidupnya, kecuali dia membangunnya sendiri.     

"Kamu bisa belajar banyak di workshop ini, Mar. Kalau kamu mau buka workshop sendiri nanti, kamu udah tau kamu harus ngapain. Manfaatin kesempatan yang ga dateng dua kali sebelum kamu nyesel." ujar Putri pada Umar saat Umar terlihat begitu dilema.     

Umar menyanggupi perjanjian kami pada akhirnya dan berkata pada kami bahwa dia bersungguh-sungguh akan belajar banyak hal di sini. Aku hanya mengangguk untuk menyanggupinya dan aku merasa lega sekali setelah semua orang pergi, kecuali Cacha. Aku sengaja membiarkannya pulang paling akhir karena aku memiliki hal yang ingin kubicarakan.     

"Besok hasil sidang keluar. Minta Jian sama Lyra stand by di seberang jalan. Aku cuma mau jaga-jaga." ujarku.     

"Baik, Nona."     

"Kamu harus biasa manggil aku Faza."     

"Aku janji panggil nama Nona kalau kita ada di sekitar karyawan Nona." ujar Cacha dengan senyum simpul seolah mengerti yang kupikirkan.     

Kurasa aku akan setuju saja padanya, maka aku mengangguk. Aku terlalu lelah untuk berdebat sekarang. Aku hanya ingin segera mandi dan berganti pakaian. Tubuhku sudah terasa tak nyaman.     

Astro berbincang dengan Cacha tentang apa saja yang dia lakukan di workshop seharian, juga bertanya tentang hal aneh yang mungkin saja dia sadari terjadi. Aku hanya menjadi pendengar dan tersenyum saat Astro mengizinkan Cacha pulang ke basecamp.     

Astro mengantar Cacha keluar workshop sambil mengunci gerbang dan pintu sementara aku menunggunya di anak tangga paling bawah. Dia memelukku dan mengecup puncak kepalaku saat sampai di sisiku, "Capek?"     

Aku hanya mengangguk dan menggumam mengiyakan, lalu memeluk pinggangnya dan membenamkan wajahku di dadanya. Tubuhnya hangat sekali. Aku menyukainya.     

"Mau refleksi?"     

"Kita ga punya waktu santai-santai."     

Astro mengamit wajahku dan memintaku menatapnya, "Bisa kok sebentar."     

Aku menggeleng pelan, "Aku ngerasa capek karena hasil sidangnya besok. Aku ga tau akan ada apa lagi nanti setelah hasil sidangnya keluar. Aku ga mau bayangin, tapi aku pengen tidur dua hari kalau bisa. Aku ga mau ngurusin hasil sidang itu besok atau berurusan apapun lagi sama keluarga Zenatta."     

Astro menatapku lekat sambil memindahkan rambut ke belakang telingaku. Kemudian mengamit tanganku dan mengajakku menaiki tangga, "Ayo, aku pijitin sebentar."     

Aku ingin sekali menolaknya karena aku tahu dia juga lelah, tapi entah kenapa aku tak sanggup mengatakan apapun. Dia melepasku saat kami sampai di tepi tempat tidur. Dia memintaku berbaring dan mulai memijat bahuku.     

"Om Hubert masih di Madura?" aku bertanya.     

"Katanya udah pulang tadi siang. Aku dapet laporan dari Kyle."     

Aku memejamkan mata dengan penuh rasa syukur. Setidaknya Om Hubert tak akan tiba-tiba muncul di workshop ini besok. Aku tak akan sanggup menanganinya jika hal itu benar-benar terjadi.     

"Tadi aku nelpon Opa, katanya nanti pulang dari rumah sakit kamis siang. Pas kita pulang, Opa udah di rumah." ujarnya sambil memijat punggungku.     

"Kamu jadi mau ngurusin robot burung minggu nanti?"     

Astro menggumam mengiyakan, "Kamu jadi ke toko sabtu kan abis kita dari makam?"     

Aku mengangguk. Dengan perubahan rencana karena kami batal mengajak Opa ke resort, maka kami juga merubah rencana kami mengunjungi toko dan divisi robot di perusahaan limbah milik Ayah.     

Aku baru ingat aku belum membalas pesan dari Viona. Kurasa aku akan membalasnya nanti saja setelah tubuhku terasa lebih nyaman. Tiba-tiba aku mengingat sesuatu.     

"Tadi Viona bilang dia dilarang Hendry buat keliatan deket sama kita. Kamu tau kenapa?" aku bertanya sambil membuka mata.     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.