Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Selesai



Selesai

0Total hukuman sembilan tahun empat bulan penjara dengan pasal berlapis untuk Om Neil dan Zenatta dijatuhkan hari ini. Pasal yang mencakup pasal perencanaan kekerasan dengan senjata api, pasal ancaman kekerasan, pasal kepemilikan senjata ilegal, pasal perusakan, dan pasal kejahatan berencana dimulai dari kasus Astro dengan Cokro dan Dissa.     

Gerard dan tiga pengawal Zenatta yang lain mendapatkan hukuman yang lebih ringan, yaitu enam tahun dua bulan dengan berbagai pertimbangan dan pembelaan bahwa mereka hanya mengikuti instruksi. Dengan kata lain, mereka hanya mengikuti perintah yang sudah diarahkan padanya dan terlepas dari jerat pasal perencanaan. Namun Gerard masih akan menghadapi proses hukum lain dari salah satu kolektor lukisan yang merasa ditipu.     

"Kita pulang dari luar negeri, mereka masih dipenjara. Kita punya banyak waktu buat bangun bisnis kita lebih bagus lagi." ujar Astro dengan senyum mengembang di bibirnya.     

Aku tahu dia benar, tapi entah kenapa masih ada sesuatu yang mengganjal hatiku. Terasa seperti ada sesuatu yang belum tuntas.     

"Kamu ga seneng?"     

"Aku cuma ngerasa kayak ada yang belum selesai."     

"Apa?"     

Aku menaikkan bahu, "Ga tau."     

Astro terlihat berpikir, lalu meraih wajahku dan menatapku lekat. Seolah tak rela satu ekspresi pun lepas dari pengamatannya.     

"Aku seneng kok. Siapa juga yang ga seneng orang yang ngerusak resepsi pernikahan kita dihukum selama itu? Walau sebenernya bisa lebih dari itu andai mereka ga punya backing tim pengacara bagus, tapi aku emang ngerasa kayak ada yang belum selesai." ujarku sambil mengelus wajahnya perlahan.     

Astro menghela napas dan melepas tangannya dari wajahku. Dia memberiku isyarat duduk di pangkuannya, menghadap ke arahnya. Aku menurutinya. Kami hanya saling menatap dalam diam. Aku tahu dia sedang berpikir dalam dan matang, begitu pun denganku. Walau kami tak mengatakan apapun. Kurasa dia memang mengakui ada sesuatu yang masih belum selesai.     

Aku merapatkan tubuhku padanya dan mengamit wajahnya dengan kedua tanganku, lalu menyandarkan dahiku di dahinya. Aku menatap manik matanya dengan teliti. Manik mata yang entah kenapa sepertinya akan diwariskan pada anak kami nantinya.     

"Kita masih harus hati-hati." ujarku pelan dan jelas.     

"Aku ngerti."     

"Ga boleh gampang puas sampai bikin kita jadi gegabah."     

Astro mengangguk.     

"Tapi kita harus bersikap biasa aja. Kayak ga ada apa-apa."     

"Okay."     

"Thank you."     

Astro menggeleng, "Ini yang harus aku lakuin buat kita. Ini tanggung jawabku karena udah bawa kamu masuk ke keluargaku."     

Aku tersenyum, "Bukan. Dari awal kita emang keluarga. Kita cuma ga punya hubungan darah. Sejak Opa ikut Nenek Buyut Prameswari, Opa pasti nganggep Nenek Buyut kayak ibu sendiri. Walau Opa mungkin ga pernah bilang begitu."     

Astro terdiam dan menatapku lekat.     

"Kita harus ke mansion. Aku punya banyak pertanyaan buat Kakek."     

"Kamu bisa telpon Kakek kalau kamu mau."     

Aku menggeleng, "Aku mau ngobrol langsung. Aku gatau hapeku udah dihack atau belum. Aku ga mau ambil resiko."     

Astro menghela napas, "Perlu kita tunda rencana ke bogor?"     

"Aku ... ga yakin. Aku udah bilang Opa sama Oma kalau kita mau ke Bogor. Oma nitip satu kemeja punya Bunda. Katanya mau disimpen."     

"Lebih penting mana, ke Bogor atau mansion?"     

Aku terdiam. Kedua pilihan itu sama pentingnya bagiku. Aku tak dapat memutuskannya sekarang.     

"Kasih aku keputusan hari minggu ini."     

Aku hanya mampu mengangguk.     

Astro mengelus wajahku perlahan, "Aku seneng masalah kita berkurang satu. Aku pengen ngajak kamu liburan, tapi ga bisa dalam waktu deket ini. Ada tempat yang lain yang mau kamu datengin?"     

"Ada satu galeri, tapi ga di sini. Dokter Alena ngasih alamat galeri tempat lukisan Suzu dijual, alamatnya di perbatasan Jogja-Klaten."     

"Kita bisa ke sana sekalian kita pulang, tapi kita harus bawa mobil."     

"Aman?"     

"Kita liat kondisi nanti. Lagian masih lama, jadwal kita penuh dan kamu belum mutusin mau ke mansion atau Bogor dulu."     

Dia benar. Mungkin memang sebaiknya kami mengerjakan semua hal sesuai jadwal kami lebih dulu. Ini benar-benar merepotkan.     

"Kamu sama Hendry baik kan? Maksudku ga ada masalah?" entah kenapa tiba-tiba pertanyaan itu keluar dari bibirku.     

Astro menggeleng, "Ga ada apa-apa kok, tapi Hendry emang sengaja jaga jarak dulu dari kita. Dia mau main aman. Aku ga masalah."     

"Kamu masih punya proyek sama Hendry. Hendry ga akan bisa mutusin hubungan gitu aja kan."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Proyekku sama Hendry kan proyek rahasia. Ga ada yang tau kecuali kita. Erm ... kamu tau minggu kemarin ada pertemuan, tapi kita ga diundang?"     

Aku terkejut, "Oh ya?"     

"Yang nyediain tempat kan Viona. Hendry pasti minta dia ga ngasih tau kita. Kemungkinan Denada juga diminta tutup mulut."     

"Trus kamu dapet informasi ada pertemuan dari mana?"     

Astro tersenyum lebar sekali, "Paolo."     

Aah....     

Keterlibatan Paolo dengan perusahaan game Astro memang rahasia. Semua orang hanya tahu Paolo memiliki proyek dengan seseorang yang tak disebut namanya, hingga dia memilih untuk berkuliah dengan jalur online agar memiliki waktu bekerja yang fleksibel.     

Hubungan Paolo dengan kami pun terlihat seperti biasa saja. Seperti hubungan dekat kami dengan Xavier yang tak akan saling mengganggu atau memberikan informasi jika tak dibutuhkan. Astaga ... aku lupa Xavier memintaku membuat desain.     

Aku bangkit dari pangkuan Astro dan mengabaikan tatapan menderita darinya sambil menghampiri meja di dekat jendela untuk mengambil beberapa lembar kertas dan alat tulis, "Vier mau ngelamar Denada. Dia minta aku bikin beberapa desain cincin."     

"Apa?" Astro bertanya dengan alis mengernyit mengganggu.     

Aku menaikkan bahu dan kembali duduk di sebelahnya, "Vier mau ngelamar Denada, Honey."     

"Seriously?"     

Aku menghela napas, "I have no idea. Aku udah bisa bayangin Denada pasti nolak."     

Entah kenapa dia justru tertawa puas sekali. Aku hanya mampu menatapnya dengan tatapan sebal dan menunggunya menyelesaikan tawanya lebih dulu sebelum mulai membuat sketsa.     

"Sorry, Honey. Hahaha ... lucu banget."     

"Yeah, right. Aku pengen nolak aja kalau bisa, tapi aku ga tega."     

Astro menatapku dengan tatapan iseng, "Terima aja. Lumayan orderan baru."     

Aku memberinya tatapan sebal, "Bukan gitu ih. Aku ga enak nolaknya. Bukan karena aku mau dapet orderan baru."     

"Aku tau. Lagian kamu juga ga bisa ngapa-ngapain. Biarin Vier usaha dulu. Kalau dia ga nyoba dia pasti penasaran terus."     

Aku terdiam dan mengalihkan tatapanku ke sebuah kertas di atas meja. Aku sedang memikirkan desain cincin yang sesuai selera Denada. Denada memang glamor, tapi sebetulnya dia menyukai detail sederhana dan bermakna.     

Astaga ... bagaimana mungkin aku bisa membuat sebuah desain yang bermakna jika aku tahu Xavier mungkin saja ditolak oleh Denada?     

"Kamu pasti ga tau gimana rasanya ditolak kan?" entah bagaimana pertanyaan itu muncul begitu saja dari bibirku.     

"Siapa bilang? Kamu kan nolak aku berkali-kali."     

Aku terkejut hingga menoleh untuk menatap wajahnya lebih dekat. Seingatku aku lah yang menyatakan perasaanku padanya lebih dulu. Aku bahkan langsung menerima lamarannya tanpa berpikir panjang setelah dia memintaku menjadi istrinya. Bagaimana mungkin dia berkata aku sering menolaknya?     

"Coba jelasin. Aku ga ngerti."     

Astro mengelus punggungku dan menatapku dengan tatapan lembut, "Dari dulu kamu sering nolak kalau aku bantu. Kamu sering sok bisa ngerjain semuanya sendirian sampai ga nyadar aku punya solusi yang labih baik dari kamu. Kita udah nikah pun kamu juga masih sering nolak kalau aku ajak making love. Trus kamu juga ser ..."     

"Wait ... stop it there!" ujarku sambil menutup mulutnya dan menatapnya dengan tatapan tak percaya.      

Aku benar-benar tak bisa mempercayai pendengaranku, walau aku tahu aku mendengar setiap kalimat yang dia ucapkan dengan baik. Teramat sangat baik. Aku bahkan hampir saja mengutuk pendengaranku karena berfungsi dengan sempurna.     

"Kamu tau maksudku bukan nolak yang itu."     

Astro mengamit tanganku yang menutup mulutnya dan mengecupnya dengan lembut, "Rasanya sama-sama patah hati, kamu tau?"     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.