Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Insting



Insting

0"Opa tahu. Mereka hidup dengan baik hingga saat ini, walau rumah mereka pernah terkena kebakaran besar."     

Aku menatap Opa curiga, "Abidzar yang ngebakar?"     

"Opa menduga hal yang sama, tapi mendapatkan bukti untuk sebuah kejadian di luar negeri sangat sulit. Lagi pula itu bukan kewenangan kita."     

Aah....     

"Kemarin Opa bilang insting Faza bagus. Gerard juga bilang hal yang sama. Menurut Opa, apa Faza harus ngikutin insting Faza ke depannya?"     

Opa menghela napas perlahan, "Insting Mafaza memang bagus, tapi ada yang lebih penting dari sekadar insting. Pengalaman dan cara pandang Mafaza terhadap segala hal sangat penting untuk membuat keputusan. Opa harus mengakui bertahun-tahun ini Mafaza memang tangguh, tapi hanya sekadar tangguh tak akan membawa Mafaza ke mana pun jika Mafaza gegabah."     

Aku terdiam sesaat sebelum bicara, "Menurut Opa, Faza gegabah?"     

"Gegabah dalam mengambil keputusan bisa dilakukan oleh siapa saja, tapi pengalaman bisa membuat Mafaza lebih bijak memilih."     

Aku terdiam. Aku memang bersalah karena membiarkan Vinny membakar tokoku, tapi ... jika kejadian ini tak pernah ada, mungkin aku tak akan pernah bicara dengan Opa mengenai semua hal ini, bukan? Bukankah tak ada yang kebetulan terjadi di dunia ini? Ini juga salah satunya, bukan?     

Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan, "Ada hal lain yang mau Opa kasih tau ke Faza?"     

Opa terdiam sesaat sebelum bicara, "Ada hal yang Mafaza ingin tahu?"     

Aku ingin tahu mengenai bundaku. Haruskah aku bertanya? Apakah Opa akan mengakui dan memberitahu tentang Bunda padaku? Jika Oma tak mengetahui tentang perjodohanku dengan Astro sejak awal dan justru membuat kesepakatan dengan melibatkan ayahku yang tak pernah bertemu Astro, bukankah itu berarti Opa bisa saja menyembunyikan Bunda dari Oma?     

"Gerard bilang dia pernah liat orang mirip Bunda di Jogja. Faza ga percaya, ga mungkin Bunda hidup lagi, kan?" kalimat itu tiba-tiba meluncur begitu saja tanpa bisa kutahan.     

Aku menyadari alis Opa berkedut walau tak yakin apa maksud dari perubahan ekspresi itu. Aku baru pertama kali melihatnya. Ekspresi Opa yang biasanya adalah ekspresi tenang khas orang tua, tapi kali ini berbeda. Namun bukan ekspresi kecewa, atau terkejut, juga khawatir.     

"Oma juga pernah liat, tapi waktu Oma deketin ternyata bukan." ujar Oma tiba-tiba.     

"Jangan mikir berlebihan, Honey. Orang yang mirip di dunia ini ada banyak. Apalagi kalau liatnya dari jauh." ujar Astro sambil mengelus puncak kepalaku.     

Aah....     

Aku mengangguk sambil terus menatapi Opa karena tak ingin melewatkan satu ekspresi pun yang mungkin akan menjadi petunjuk. Namun ekspresi Opa justru terlihat seperti biasanya, tenang khas orang tua.     

"Kalian udah tau soal wawancara kalian di imigrasi?" Oma bertanya.     

"Udah, Oma. Tadi ibu yang ngasih tau." ujar Astro.     

"Nia bilang kalian mau ke mana?"     

"Ibu ga mau ngasih tau. Padahal Astro udah ngerayu, tapi ga mempan. Oma Cantik mau ngasih tau?"     

Oma tersenyum, "Jangan gombal sama nenek-nenek. Oma ga mau ngasih tau."     

Astro tertawa, yang membuatku menoleh padanya. Dia memang bisa dengan mudah mengubah topik pembicaraan sejak dulu dan aku tahu kali ini dia melakukannya karena tak ingin aku menekan Opa dengan pertanyaan mengenai Bunda. Yang menjadi masalah adalah Opa juga pasti menyadarinya.     

"Kamu ada pertanyaan mumpung kita di sini? Ini udah malem banget, kita harus istirahat. Besok jadwal kita padat, kamu tau?" ujarku.     

Astro menghentikan tawanya dan menatapku sambil tersenyum, "Pulang yuk."     

"Kita bisa di sini aja kalau cuma mau pulang." ujarku untuk mencoba menggodanya sambil tersenyum manis.     

"Pulang ke rumahku, Honey."     

"Rumah kamu yang mana? Kamu kan ga punya rumah. Rumah yang di Surabaya itu punyaku."     

Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa dan menyentil dahiku pelan, "Iya, aku ga punya rumah. Kita pulang ke rumah ayah, puas?"     

Aku mengangguk dan tersenyum semakin lebar. Aku menoleh untuk menatap Opa dan Oma. Entah kenapa mereka tersenyum padahal aku baru saja membuat suasana tak nyaman.     

Astro mengajakku bangkit, lalu menyalami dan mencium tangan Opa dan Oma bergantian. Kami berpamitan dan langsung keluar dengan diantar oleh Oma. Astro melambaikan tangan pada Oma sebelum kami mulai berkendara keluar dari halaman.     

Aku sempat mengedarkan pandangan ke sudut-sudut tersembunyi dan berharap akan menemukan salah seorang penjaga rumah Oma yang selama ini tak pernah kusadari, tapi nihil. Aku justru menemukan Jian sedang mengikuti kami dengan sebuah motor di kejauhan melalui spion.     

Aku memeluk Astro lebih erat, "I love you."     

Astro menatapku dari spion dan tersenyum lembut, "I love you too, Honey. Aku seneng kamu biasa aja, padahal abis denger Opa cerita soal Abidzar."     

Aku menatapnya sebal, "Siapa bilang? Aku lagi kesel banget. Aku bilang 'I love you' karena berterimakasih udah nahan aku ga nanya lebih ke Opa. Aku tau nanya gitu ke Opa beresiko, tapi mulutku gerak sendiri."     

"Kamu harus belajar ngendaliin diri."     

"Aku tau, tapi tadi sikap Opa aneh. Ga kayak biasanya."     

Astro mengangguk walau tak mengatakan apapun. Tatapannya lurus ke depan dan laju motor terasa semakin kencang. Kami tak membicarakan apapun lagi hingga sampai di rumahnya.     

Aku melirik jam di lenganku setelah melepas helm dan turun dari motor, pukul 22.37. Ayah dan Ibu mungkin sudah beristirahat. Astro mengamit tanganku dan mengajakku masuk, lalu mengunci pintu. Kami langsung naik ke lantai dua. Dugaanku tepat, tak ada siapapun di sini.     

"Rumah ini ada penjaganya juga?" aku bertanya tepat setelah kami masuk ke kamar dan Astro mengunci pintu.     

Astro menggeleng sambil menarikku menuju tempat tidur, "Satpam yang di depan komplek itu satu-satunya yang jaga area sini, tapi mereka bukan satpam sembarangan. Semuanya emang ayah yang rekrut buat jaga."     

Aku menatapnya tak percaya, "Emang perumahan ini punya Ayah?"     

"Bukan, tapi punya kakek Arya."     

"Seriously?"     

Astro hanya mengangguk sambil memberi isyarat padaku untuk untuk merebahkan tubuh dan bersandar di lengannya. Aku hanya mampu menatapinya tak percaya walau aku menuruti permintaannya.     

Perumahan ini adalah perumahan elit walau lebar lokasi perumahannya terbatas. Jika aku tak salah menduga, hanya ada sekitar beberapa puluh rumah di sini dan satu-satunya pintu masuk dan keluar adalah pintu yang dijaga oleh beberapa orang satpam dalam satu waktu. Namun ada juga satpam yang berkeliling di waktu tak menentu.     

"Perumahan ini nanti diwarisin ke kamu juga?" aku bertanya sambil mengelus wajahnya.     

Astro menggeleng, "Aku ga tau. Kakek ga pernah bahas apapun soal itu. Kakek bisa ngasih warisan ini ke siapapun sih dan aku ga ngarep."     

Aku menarik napas dan memejamkan mata.     

"Kenapa? Kamu kecewa aku ga warisin perumahan ini?"     

Aku membuka mata dan menatapnya lekat, "Aku justru bersyukur. Aku ga keberatan Kakek ngasih perumahan ini buat siapa aja. Aku ga kebayang gimana kerjaan kita akan nambah buat ngurusin perumahan kayak gini."     

Astro tersenyum lembut, "Sebenernya aku dibolehin ngambil satu unit rumah sama kakek, tapi aku tolak."     

"Kenapa ditolak?"     

"Aku ga mau dikepoin sama ibu terus kalo rumah kita di satu area."     

Aku menatapnya tak percaya, "Gimana sama Oma? Oma udah minta sama aku, katanya kalau kita punya anak, Oma aja yang ngurusin. Oma ga akan ngijinin orang lain ngurus anak kita."     

Astro menatapku dengan tatapan lembut sambil mengelus punggungku, "Oma beda, Honey. Kalau ibu ngepoin kita terus nanti kita jadi jarang making love. Kalau oma pasti ngerti."     

"Di pikiran kamu cuma ada making love ya?"     

Astro mengecup bibirku dan menggigit sedikit ujung bibirnya, "Kemarin kan aku ga minta jatah making love. Aku mau sekarang. Kamu juga lagi ga bad mood, kan?"     

"Aku masih kesel."     

"Tapi kamu ga boleh nolak." ujarnya sambil mengecup tengkukku hingga bulu halusku meremang.     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.