Tertaut
Tertaut
Aku tersenyum dan memeluknya, lalu mengajaknya duduk di sebuah kursi panjang di dekat kasir, dengan Astro yang duduk tepat di sisiku. Giana menatapku dengan tatapan terkejut saat menyadari kedatanganku, tapi dia hanya tersenyum karena sedang melayani seorang pelanggan.
Toko cabang ini adalah toko kecil di salah satu pusat perbelanjaan. Toko yang biasa dijaga oleh Giana. Dengan barang-barang pindahan dari ruko, sekarang toko cabang ini memang terlihat kelebihan muatan.
"Ada sesuatu?" Sari bertanya, yang membuyarkan lamunanku.
Aku tersenyum, "Nanti aja kita bahas. Sebentar lagi tutup kan?"
Sari mengangguk, "Banyak customer yang dateng bilang dapet kabar ruko kebakar. Mereka ikut sedih dan jadi borong banyak produk."
"Berarti penjualan bagus ya?"
"Naik dua kali dari penjualan yang biasa, tapi emang barang dari ruko lumayan banyak. Jadi kita display semua yang ga muat di loker penyimpanan."
"Ga pa-pa. Display kalian bagus kok walau keliatan penuh."
Sari baru saja akan mengatakan sesuatu saat ada seorang pelanggan datang. Aku memberi isyarat padanya untuk melayani pelanggan lebih dulu, dia langsung bangkit dan meninggalkanku berdua dengan Astro.
Astro menyodorkan handphone lmiliknya. Aku menerimanya dan membaca sebuah email dari Kyle. Kyle berkata akan menghentikan pencarian data mengenai Lana.
Aku mengembalikan handphone Astro sambil mengangguk. Aku yang memintanya memberi email pada Kyle karena kami sudah mendapatkan informasi langsung dari Opa semalam. Aku harus mengakui Opa memang terlihat aneh saat aku bertanya tentang Bunda, tapi aku yakin semua informasi yang Opa beritahu padaku adalah kebenaran.
Dua orang pelanggan yang datang ke toko cabang ini berkali-kali melirik ke arahku dan Astro, tapi kami mengabaikan mereka. Kami sudah menduga reaksi ini akan datang dan kami sepakat akan membiarkan mereka mengambil asumsinya sendiri.
Kami sengaja datang ke toko cabang setelah menyelesaikan urusan di divisi robot perusahaan Ayah. Kami akan mengajak Sari dan Giana bicara setelah menutup toko. Kami beruntung karena dua orang pelanggan terakhir hari ini tak melakukan hal lebih selain hanya menatapi kami dalam diam.
Sari dan Giana duduk di hadapan kami dengan sebuah kursi kayu masing-masing satu setelah menutup rolling door. Mereka menatap kami penuh tanda tanya.
"Maaf ya kita dateng ga bilang dulu. Ada hal penting yang mau aku bahas dan keputusannya ada di tangan kalian. Aku ga akan maksa." ujarku sambil menatap mereka berdua bergantian.
"Ada apa, Za?" Sari bertanya.
Aku menoleh untuk menatap Astro. Dia sedang membuka ransel dan mengeluarkan dua pasang surat perjanjian, lalu menyodorkan masing-masing satu pada Sari dan Giana.
"Kalian baca dulu. Kalau ada yang ga ngerti kalian bisa nanya." ujar Astro.
Sari dan Giana saling bertatapan, tapi mereka mengambil surat bagian mereka dan membaca dalam diam. Aku meneliti ekspresi mereka saat membaca surat itu. Ekspresi bingung, terkejut dan tak percaya menjadi satu di beberapa waktu yang berbeda. Mereka menatap kami bergantian setelah selesai membaca, tapi mereka diam.
"Kalian ngerti sama yang tertulis di sana?" Astro bertanya.
Sari mengangguk, tapi Giana terlihat ragu-ragu.
"Kalian bisa nanya kalau ga ngerti."
"Maaf, Kak, ini surat perjanjian gitu ya?" Giana bertanya.
"Iya."
Giana menoleh pada Sari sebelum menatap kami kembali, "Kenapa kita bikin surat perjanjian kayak gini, Kak?"
"Kebakaran toko itu udah direncanain. Aku cuma mau lebih hati-hati mulai sekarang. Keputusannya ada di tangan kalian kok. Aku ga akan maksa." ujarku sambil menatap mereka lekat.
Sari dan Giana saling bertatapan dalam diam. Sebetulnya aku mengerti kenapa perjanjian ini berat untuk mereka. Surat perjanjian yang ada di tangan mereka itu adalah surat perjanjian yang sama yang kuberikan pada partner kerjaku di workshop dan ada pasal untuk melindungi privasiku seumur hidup mereka. Mereka tidak diperbolehkan membicarakan tentang aku atau Astro, juga keluarga kami pada siapapun.
"Siapa yang rencanain?" Sari bertanya.
Aku terdiam sesaat sebelum bicara, "Vinny."
Sari menutup mulut dengan tangannya dan menatapku tak percaya. Sedangkan Giana menatapi kami semua bergantian dengan tatapan bingung.
"Vinny kembarannya Gon?" Giana bertanya dengan tatapan tak yakin.
Aku mengangguk, "Aku udah nemu bukti dan aku udah ngasih gugatan ke pengadilan tadi pagi. Mungkin dia akan dapet surat penggilan dari pengadilan beberapa hari lagi."
"Kamu serius?" Sari bertanya.
"Aku serius. Itu sebabnya aku bikin surat perjanjian itu. Itu buat lindungin kalian juga sebenernya. Aku ga mau ada kejadian kayak gini lagi ke depannya dan aku akan lebih selektif milih partner kerja mulai sekarang."
Giana terlihat bingung, "Aku ... ga pernah bikin perjanjian gini sebelumnya, Kak. Aku harus nanya emakku dulu."
"Ga bisa. Kalian harus putusin sekarang. Kalau kalian emang ga siap, ga pa-pa. Kalian tau sendiri konsekuensinya. Kalian dipecat." ujar Astro.
Giana terlihat terguncang sambil menatap Astro, lalu mengalihkan tatapannya padaku dan Sari. Dia kembali menatapi lembaran surat perjanjian di tangannya dan terdiam.
Sari menatapku ragu-ragu, "Putri tau soal ini?"
Aku mengangguk, "Putri udah tau. Dia juga udah tanda tangan. Aku udah ngasih surat perjanjian yang sama buat partner kerjaku di workshop beberapa hari lalu."
"Beberapa hari lalu? Berarti kamu udah tau rencana Vinny bakar toko sebelum kebakaran?"
Aku mengangguk, "Aku pikir aku masih bisa percaya sama Vinny. Aku ga nyangka dia malah bakar toko pakai trik."
Sari terlihat bingung, "Berarti aku bener soal mereka yang keliatan aneh dari pertama mereka kerja?"
Aku mengangguk, "Kamu bener. Aku ga tau apa Gon ada hubungannya sama rencana Vinny, tapi sementara ini aku mau liat perkembangan kasusnya dulu."
"Aku perlu telpon Gon buat nanya ini?"
"Ga usah. Kalau Vinny terima gugatanku, Gon pasti tau ada apa. Kalau dia telpon kalian, kasih tau aku. Nanti biar aku yang ngomong sama dia."
Sari terdiam. Sepertinya dia sedang berpikir dalam dan matang untuk memutuskan apa yang akan dia pilih.
"Kalau aku tanda tangan, trus aku keluar dari sini gimana, Kak?" Giana bertanya.
"Perjanjian itu berlaku seumur hidup, Gi. Pikirin baik-baik."
Giana menatapku gamang, dengan jari saling tertaut dengan gelisah. Dia menatapi kami bergantian seolah kami sedang mengancamnya, padahal kami tak melakukan apapun.
Sari bangkit dan menghampiri kasir. Dia kembali dengan sebuah pulpen, lalu menandatangani surat perjanjian bagiannya. Dia menyodorkan padaku surat perjanjian itu dengan tatapan sendu, "Cuma ini yang bisa aku lakuin. Aku ga tau aku akan terus kerja sama kamu atau ga karena aku punya impian mau buka tokoku sendiri, tapi aku setuju sama perjanjian itu."
Aku mengangguk dan tersenyum, "Thank you."
Giana mengambil pulpen di tangan Sari dengan ragu-ragu dan menandatangani surat perjanjian miliknya, "Aku juga ga bisa janji aku bisa kerja sama Kakak terus atau ga, tapi kalau Sari percaya sama Kakak, aku juga percaya."
"Thank you, Gi. Aku minta maaf karena kalian harus bikin perjanjian kayak gini. Aku cuma ga mau ngulang kesalahan."
"Gimana soal Lulu sama Dian?" Sari bertanya.
"Aku harus renovasi ruko dulu. Nanti aku kabarin kapan aku butuh ngobrol sama mereka. Sementara ini kalian berdua kerja di sini dan buka sesi belajar crafting di sini. Aku udah minta beberapa orang jaga area ini kok. Ga perlu khawatir soal Vinny atau Gon kalau mereka tiba-tiba dateng, tapi kalian harus kabarin aku kalau mereka beneran ke sini."
"Ada yang jagain area ini gimana, Kak, maksudnya?" Giana bertanya.
"Kalian ga mau ada kebakaran lanjutan di sini kan?" Astro bertanya, yang disambut tatapan terkejut Sari dan Giana.
=======
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-