Mangrove
Mangrove
Awalnya kupikir Astro akan memberitahu Kyle tentang Axelle, tapi dia justru menyebut hacker yang memberinya data mengenai Rilley adalah Paolo. Aku hanya mengikuti alur pembicaraan yang Astro ciptakan agar Kyle tak curiga.
Berdasarkan dari informasi yang didapatkan Astro, Rilley memang dipersiapkan untuk menggantikan peran Pak Bruce. Jika dugaanku benar, maka sebetulnya Opa sudah mengambil resiko aku akan mengetahui tentang Pak Bruce dan apa saja yang dia lakukan selama bekerja pada Opa. Namun kami tak mungkin membuka kedok begitu saja karena Pak Bruce tak pernah menyebutkan apapun selain pekerjaannya sebagai seorang sekretaris yang membantu Opa mengelola perusahaan kain.
"Bisa kamu cari tau soal Suzu juga?" aku bertanya pada Kyle.
"Itu ga penting, Honey. Biar Kyle fokus cari jejak bunda dulu. Aku juga mau nagih tugas yang kemarin." ujar Astro.
Kurasa aku akan setuju saja padanya, maka aku mengangguk. Aku mengalihkan tatapan pada berlembar-lembar kertas rencana di hadapan kami. Aku benar-benar berharap kali ini kami akan mendapatkan petunjuk. Apapun itu.
Kami memulai pencarian dari sentra batik yang Gerard sebutkan padaku di rutan. Gerard memang berkata sentra batik itu sudah bangkrut, tapi mencari data mengenai sentra batik tak akan terlalu sulit bagi Kyle.
"Kenapa Rilley dingin?" pertanyaan itu datang dari bibirku. Aku langsung menanyakannya begitu saja tanpa berpikir lebih lanjut.
"Kita emang dilatih kerja ga pakai perasaan, Nona." ujar Kyle sambil terus mengetik berbgai macam kode entah apa di laptopku.
Ternyata dugaanku tepat. Aku hampir saja bertanya kenapa dia berbeda, tapi aku membatalkannya. Aku bahkan pernah berpikir dia adalah seorang yang sering mempermainkan hati perempuan saat pertama kali bertemu dengannya. Coba lihat sekarang, aku bahkan memintanya untuk mendekati Denada, tapi dia menolak.
Kyle menyodorkan laptop padaku dan berbagai akun sosial media milik Gerard sudah terpampang di layar, juga berbagai data lain. Bagaimana dia bisa menyadap secepat ini? Aku benar-benar tak mengerti.
Kyle menunjuk ke akun instagram milik Gerard. Akun instagram itu biasanya tak akan bisa kulihat karena Gerard mengaturnya menjadi akun yang bersifat pribadi, tapi sekarang aku bisa bebas melihatnya tanpa kecuali. Ada sebuah foto empat tahun lalu, di depan sebuah toko pusat oleh-oleh dengan sebuah keterangan : Udah bangkrut dan ganti toko, tapi jajanannya enak.
Aku membeku. Mungkin itu adalah toko pengganti sentra batik yang disebutkan oleh Gerard padaku.
"Kita bisa ke sana sambil jalan ke Bogor sebelum ke galeri." ujar Astro, yang membuatku menoleh padanya. "Sendy juga ga akan keberatan kalau kita mampir beli jajanan."
"Tapi buat apa? Udah ganti toko dan udah lama juga. Kita bisa nanya ke siapa soal perempuan yang mirip Bunda?" aku bertanya.
"Kita bisa coba dulu. Lagian ga ada salahnya kita beli jajanan kan?"
Astro benar. Entah kenapa jantungku berdetak kencang. Aku bahkan bisa membayangkan akan bertemu bundaku di sana. Bagaimana aku harus bersikap nantinya jika kami benar-benar bertemu?
"Kenapa ga nyari pemilik sentra batik sebelumnya aja? Akan lebih masuk akal kan?" tiba-tiba saja pertanyaan itu meluncur dari bibirku.
"Nona bisa serahin itu ke Kyle nanti. Rilley bisa ngikutin kalian duluan sementara Kyle cari informasi." ujar Kyle.
Kurasa aku akan setuju saja padanya, maka aku mengangguk. Aku kembali menatapi akun instagram milik Gerard. Entah kenapa aku merasa bersalah padanya. Aku sudah menjebloskannya ke penjara dan sekarang aku melihat informasi pribadinya. Jika Gerard tahu apa yang sedang kulakukan, aku tak akan terkejut jika kebenciannya terhadapku bertambah besar.
"Udah jam setengah sepuluh, Honey." ujar Astro, yang membuatku memperhatikan jam di sudut laptop. Dia benar dan kami belum bekerja.
"Hari ini udah dulu, Kyle." ujarku.
"Cari informasi yang kuminta soal bisnis Zen sama blueprint robot dariku buat opa." ujar Astro sambil bangkit.
Kyle mengikutinya bangkit dan menatapku, "Kyle usahain dapet info lain malam ini. Nona harus istirahat."
"Thank you, Kyle. Kamu juga harusnya istirahat."
Kyle memberiku senyumnya yang terlihat menawan, "Kyle baru bisa istirahat kalau kalian aman. Kyle pamit ya."
Entah kapan aku dan Astro akan aman dari gangguan. Namun kurasa aku akan setuju saja, maka aku mengangguk. Aku ikut bangkit untuk mengantar Kyle sampai dia menghilang dari parkiran workshop.
Astro mengunci gerbang dan mengajakku kembali masuk. Bunyi bel yang terdengar seperti lonceng menyambut kami saat kami membuka dan menutup pintu. Aku menguncinya dan menarik lengan Astro untuk menaiki tangga.
"Ga sabaran banget minta dimanja." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Aku menatapnya sebal, "Kita belum kerja. Aku ga akan ngerayu kamu sekarang."
Astro melepas tanganku dari lengannya dan memeluk pinggangku, "Iya deh. Dasar Nyonya Gila Kerja."
Aku mencubit pipinya walau tak mengatakan apapun. Dia benar-benar menyebalkan.
Kami kembali ke atap dan duduk bersisian menghadapi laptop kami masing-masing. Ada banyak pekerjaan yang menanti diselesaikan. Padahal jika aku bisa memilih, aku akan tidur saja dan mengistirahatkan tubuhku yang lelah. Kami baru mematikan laptop setelah jam sebelas tiba dan mengangkut barang-barang kami ke kamar.
"Honey, kamu belum mandi, kamu tau?" Astro menegurku sambil merapikan barang-barang di meja kerjanya.
Aku hanya menggumam sambil tengkurap di tempat tidur. Aku memberinya isyarat untuk berbaring di sisiku, tapi dia menggeleng.
"Aku mau mandi dan aku ga mau tidur bareng kamu kalau kamu bau."
Aku menatapnya sebal, "Biasanya juga kamu yang bikin aku bau. Nyebelin."
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa sambil beranjak ke kamar mandi tanpa mengatakan apapun. Laki-laki ini benar-benar menyebalkan.
Aku ingin sekali beranjak dan menyusulnya, tapi tubuhku lelah sekali. Entah kapan aku terlelap, aku yakin saat ini aku sedang tidur walau tak bermimpi tentang apapun. Aku bisa merasakan napasku yang berubah lebih lambat dan dalam, juga tubuhku yang terasa lebih ringan.
"Bangun juga?" Astro bertanya tepat di depan mataku.
Aku mengerjapkan mata beberapa kali dan tersenyum, "Hai, ganteng."
Astro menatapku sebal, "Kamu bau, ga mandi dari kemarin. Aku ga akan kena rayuan kamu sekarang. Mandi dulu sana."
Aku menggeleng dan memeluk tubuhnya lebih erat. Aku akan mengabaikannya jika dia menolakku. Entah sejak kapan lengannya menjadi tempat kepalaku bersandar, tapi ini terasa nyaman. Hangat tubuhnya menjalar ke tubuhku dan aku menyukainya.
"Kita ada wawancara di imigrasi hari ini. Ayo bangun. Mandi sana trus kita sarapan. Kita ga boleh telat, kamu tau?"
Aku hanya menggumam sambil membenamkan wajah di dadanya. Kenapa laki-laki ini nyaman sekali dipeluk? Sensasi tubuhnya membuatku ingin berlama-lama memeluknya.
"Om Chandra tadi nelpon. Katanya kenalannya bisa mulai ngajar kita bahasa Perancis minggu depan setelah kita pulang dari Bogor, tapi kenalannya minta kita dateng ke rumahnya. Gimana?"
Aku mendongkak untuk menatapnya, "Kenapa harus di rumahnya? Kan bisa di sini aja."
Astro menaikkan bahu, "Aku ga ngerti."
"Rumahnya di mana?"
"Deket hutan mangrove. Aku udah dapet alamatnya dan aku mau minta Eboth buat nyisir area sana dulu. Aku ga akan gegabah, tapi kalau itu kenalan Om Chandra harusnya aman kan?"
"Aku lebih suka di sini aja. Ga bisa kamu rayu dia dulu atau gimana gitu?"
Astro menggeleng, "Kalau dia bisa dirayu, Om Chandra pasti udah ngerayu dia duluan. Nyatanya dia tetep minta kita belajar di rumahnya. Berarti ada sesuatu kan?"
=======
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-