Pulang
Pulang
"Opa ga ngasih tau kenapa Gon dibawa ke Magelang?"
"Katanya mau diinvestigasi di sana."
"Okay. Kalau ada kabar telpon aku." ujar Astro yang langsung mematikan telepon dan mengecup puncak kepalaku. "Kamu tidur aja. Nanti aku bangunin kalau udah sampai."
Bagaimana mungkin aku tidur di saat seperti ini? Terlebih, entah kenapa aku mendapatkan firasat buruk sejak tahu Gon dibawa ke Magelang. Aku pun baru tahu Opa memiliki markas di sana.
Aku melirik jam di sudut handphone Astro, pukul 03.11, lalu kembali memasukkannya ke saku celana sambil memperhatikan ke luar jendela. Jalan raya di Jakarta lenggang sekali saat ini. Udara di sini cukup dingin karena mungkin masih pagi buta.
Aku menemukan sosok Rilley di belakang kami, sedang bersisian dengan mobil yang dikendarai oleh Kyle. Namun kemudian dia berpisah ke jalan lain saat mobil kami memasuki area tol.
Perjalanan melewati tol di jam seperti ini jauh lebih lenggang dibanding jalan raya hingga kami memasuki area Bogor tak lebih dari satu setengah jam. Dari tol ke rumahku, hanya menempuh perjalanan tak lebih dari empat puluh menit. Kami sampai tepat saat matahari baru saja naik.
Aku langsung turun dari mobil saat kami sampai. Rumahku masih terlihat sama dengan saat aku meninggalkannya bertahun lalu. Sepertinya Opa meminta orang untuk mengecat ulang rumah ini beberapa bulan yang lalu karena catnya terlihat baru. Biasanya akan ada berbagai burung peliharaan Ayah di teras depan rumah ini, tapi burung-burung itu kini tak ada. Sangkarnya bahkan tak terlihat di mana pun.
Aku menghampiri pintu dan menyentuh gagangnya yang masih sama. Biasanya Bunda akan langsung bertanya dari mana aku pergi jika mendengar suara pintu terbuka. Padahal aku sedang berusaha mengendap-endap agar bisa bersembunyi dari Bunda jika aku terlambat pulang.
Aku menarik napas perlahan saat Astro berdiri tepat di sebelahku dengan sebuah koper di sebelahnya. Aku mengamit sekumpulan kunci dari saku jaket dan membuka pintu. Kelebatan berbagai kejadian terputar di depan mataku saat pintu terbuka hingga aku hampir saja mengira baru melihat hantu.
"It's okay." ujar Astro saat aku memeluk lengannya, tapi dia mengalihkan tatapan ke belakang. "Kalian jaga di dalem aja."
"Tuan bilang nanti ada yang nganter sarapan. Kalian istirahat aja, biar kita yang jaga." ujar Kyle yang entah sejak kapan ada di belakang kami.
Aku hanya mampu mengangguk dan melangkahkan kaki memasuki rumah. Aroma rumah ini berbeda. Biasanya akan ada aroma manis dari kue yang dibuat oleh Bunda, tapi sekarang rumah ini beraroma rumah tua yang dingin dan sedikit lembab karena tak ada yang menghuni selama bertahun-tahun.
Aku memeluk lengan Astro lebih erat sambil berjalan melewati ruang tamu. Aku menyentuh semua benda yang berpapasan denganku dan entah kenapa seperti ada getaran dari ujung jariku saat menyentuhnya. Aku rindu sekali.
"Mau tidur di kamar kamu?" Astro bertanya.
Aku menggeleng, "Di kamar Ayah aja. Kamarku kecil dan kasurnya tingkat atas bawah karena sekamar sama Fara."
"Okay." ujar Astro sambil mengecup puncak kepalaku.
Kami beranjak melewati ruang tengah yang bersebelahan dengan ruang kerja Ayah dan Bunda. Meja kerja mereka bersisian dan biasanya terisi dengan berbagai benda yang berbeda. Di meja kerja Ayah biasanya ada satu komputer dan berbagai berkas, sedangkan di meja Bunda ada satu komputer dan berbagai hasil kerajinan tangan. Sekarang semua benda itu tak ada di tempatnya dan hanya menyisakan meja kosong.
Komputer Bunda sudah menjadi milikku bertahun lalu. Bagaimana dengan komputer milik Ayah? Kenapa aku tak pernah memikirkannya sebelum ini?
"Kamarnya yang itu?" Astro bertanya sambil menunjuk ke salah satu pintu kamar. Sepertinya mudah saja baginya menebak yang mana kamar Ayah dan Bunda, karena kamarku dan Fara, juga kamar Danar memiliki nama yang tertempel di depan pintu.
Aku mengangguk dan mengikuti langkah kaki Astro menuju kamar Ayah. Astro yang membuka pintu dan seketika suara teriakanku dan Fara menggema di telingaku. Aku dan Fara sering bercanda dengan Ayah di kamar ini dan kami akan saling melempar bantal jika Ayah tertidur saat kami sedang bermain.
"Kamu mandi dulu ya?" Astro bertanya sambil mendudukkanku di tepi tempat tidur.
Tempat tidur ini adalah tempat tidur yang sama dengan bertahun lalu, dengan sebuah seprai dan sarung bantal yang baru. Sepertinya Opa meminta seseorang mempersiapkannya sebelum kami datang. Kurasa aku hanya akan menemukan kenangan di rumah ini dan tak menemukan petunjuk yang lain karena Opa pasti sudah membersihkan semuanya.
Alih-alih beranjak mandi, aku justru merebahkan tubuh di tempat tidur dan menatapi berbagai perkakas di kamar ini. Meja rias milik Bunda yang biasanya terisi beberapa produk kecantikan, kini kosong. Lemari yang berada tepat di sebelahnya masih terlihat sama, walau dengan warna cat yang terlihat baru. Aku memaksa tubuhku bangkit dan menghampiri lemari itu. Aroma khas pakaian tua menari di hidungku saat pintu terbuka.
Aku menyusuri tumpukan pakaian tua yang tersusun rapi untuk mencari sebuah kemeja berwarna biru laut dengan motif kerang milik Bunda. Aku cukup yakin tumpukan pakaian ini sudah disusun ulang oleh orang suruhan Opa dan entah kenapa sesuatu yang sesak menyusup di dadaku.
Bukankah barang-barang ini seharusnya bersifat pribadi? Aku mengerti jika merawat benda peninggalan adalah hal yang penting, tapi ... bukankah tak seharusnya benda-benda ini diotak-atik tanpa izin pemiliknya?
Keluargaku memang sudah meninggal dan Opa lah yang memiliki wewenang akan diapakan semua benda-benda ini. Namun ... mungkin memang salahku karena aku tak terlalu peduli dengan rumah ini dan percaya saja Opa akan mempekerjakan orang yang bisa dipercaya.
Aku menghela napas saat menemukan kemeja berwarna biru laut bermotif kerang milik Bunda. Kemeja ini masih terlihat sama, walau memiliki aroma yang berbeda. Aroma khas barang tua.
"Cobain." ujar Astro.
Aku menoleh padanya, dia sedang membereskan barang-barang dari koper kami. Sepertinya dia sengaja memberiku waktu untuk mengenang keluargaku sesaat lalu.
"Kayaknya cocok kalau kamu pakai."
Aku menatapi kemeja di pelukanku ragu-ragu. Aku ingin sekali menyimpannya untukku sendiri, tapi ini adalah kemeja yang Oma inginkan. Oma berkata kemeja ini adalah kemeja buatan Oma.
Aku menghampiri tepi tempat tidur dan duduk sambil menatap Astro, "Oma minta kemeja ini karena katanya mau disimpen. Nanti aku cari yang lain, mungkin ada yang cocok buatku. Lagian semua barang ini punyaku sekarang."
"Aku temenin kamu bongkar barang-barang peninggalan ayah sama bunda abis istirahat aja ya. Aku capek banget."
"Besok juga ga pa-pa kok. Kita masih punya waktu."
Astro mengelus puncak kepalaku, "Okay. Kamu harus mandi trus istirahat."
Aku mengangguk dan meletakkan kemeja Bunda di dalam koper. Aku baru saja akan beranjak ke kamar mandi saat Astro mengamit lenganku.
"Bareng." ujarnya dengan senyum menggodanya yang biasa sambil mengamit dua handuk dan perlengkapan mandi kami dari koper.
Aku mencubit pipinya walau membiarkannya mengikutiku masuk ke kamar mandi. Kami memang sudah biasa mandi bersama, tapi mandi bersama di rumah ini terasa aneh bagiku. Entah kenapa terasa seolah tatapan Ayah akan mengikuti langkah kaki kami dan menatap kami dengan tatapan tak ramah. Aku bahkan baru saja bergidik saat membayangkannya.
Astro menarikku ke dalam pelukannya setelah menutup pintu dan berbisik, "Hati-hati ngomong di sini. Aku curiga ada kamera."
=======
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-