Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Realisme



Realisme

1Bastian berusaha menarik tangannya dari Astro, tapi sepertinya Astro sengaja menggenggamnya lebih kuat. Kak Sendy hampir saja tertawa, tapi menahannya saat Astro menatapnya dengan tatapan tajam.     

"Udah, Honey. Kasihan itu tangannya sakit." ujarku sambil mengelus wajah Astro.     

Astro berdecak kesal sambil melepaskan genggaman tangannya pada Bastian, "Kenal Faza, tapi ga tau aku suaminya Faza? Ga mungkin banget kan?"     

Bastian mengelus tangannya dan memperhatikannya seolah tangannya mungkin saja patah, "Maaf."     

Aku hampir saja tertawa melihatnya. Entah apakah dia sedang meminta maaf pada tangannya atau dia begitu takut untuk menatap Astro hingga tangannya lah yang dia perhatikan.     

"Makanya lain kali liat-liat." ujar Kak Sendy sambil menepuk bahu Bastian. "Ini sepupuku. Tinggalnya di Jogja. Dia sempet bilang mau nemuin aku di sini, tapi aku ga terlalu nanggepin karena dia PHP (pemberi harapan palsu). Sorry ya ga bilang kalian dulu."     

Bastian memukul bahu Kak Sendy sambil menatapnya kesal, "Siapa yang PHP?"     

Kak Sendy tersenyum dan merangkul bahunya, "Jangan deket-deket sama mereka kalau ga mau babak belur. Sampai jam berapa kamu tadi? Kenapa ga chat?"     

"It should be a surprise (Tadinya mau ngasih kejutan)." ujar Bastian sambil melirik ke arahku.     

"Hai." ujarku sambil tersenyum.     

"H-hai ..." ujar Bastian dengan wajah memerah dan tatapan malu-malu, tapi segera mengalihkan tatapannya dariku.     

Aku menoleh untuk menatap Astro. Dia sedang menatap Bastian dengan tatapan tajam seolah tak suka Bastian berbincang denganku. Laki-laki ini benar-benar menyebalkan.     

"Masuk yuk, ini udah sore." ujarku sambil mengelus lengan Astro yang melingkar di pinggangku dan beranjak mendekati gedung galeri.     

"Awas aja kalau macem-macem." desis Astro sambil terus menatap Bastian walau langkah kakinya mengikutiku.     

Kurasa aku akan mengabaikannya kali ini dan memilih diam saja. Aku bisa mendengar Kak Sendy memperkenalkan Bastian sebagai sepupu yang sulit diam pada Astro. Dia memberitahu Astro bahwa saat dia menunjukkan lukisan buatanku dan Zen saat SMA dulu, Bastian sedang ada di kantor papanya dan tiba-tiba merasa tertarik pada seni melukis. Kak Sendy juga menyebutkan Bastian sangat ingin bertemu denganku dan Zen.     

Entah apa lagi yang mereka bicarakan karena aku tak terlalu memperhatikan. Perhatianku terpaku pada semua benda seni di galeri ini. Galeri ini memiliki banyak benda pusaka, atau mungkin replikanya. Ada banyak pedang, belati, tombak, keris, juga berbagai panah dan busurnya. Semuanya tersimpan rapi di dalam lemari kaca yang sepertinya selalu dibersihkan secara berkala.     

Aku secara teliti mencari ujung tombak yang mungkin mirip dengan ujung tombak milik Astro, tapi aku tidak menemukannya. Mungkin tak ada orang lain yang mengetahui tentang ujung tombak itu selain keluarga Astro, Zenatta dan Donny.     

Kami sampai di sebuah ruangan luas tempat berbagai lukisan dipajang. Di satu sudut, aku menemukan lukisan dengan goresan nama Suzu di ujung sebelah kiri atas. Entah kenapa dia menempatkan semua namanya di sisi itu.     

Sepertinya dia pelukis beraliran realisme. Dia banyak melukis orang dan kejadian. Lukisannya bagus sekali dengan goresan yang mantap, yang entah kenapa mengingatkanku pada Zen. Pemilihan warna yang dipakai olehnya juga adalah pemilihan warna yang biasanya akan Zen pakai.     

"Kayak Zen ya." ujar Kak Sendy.     

Saat aku menoleh padanya, dia hanya sendiri. Bastian sedang memperhatikan lukisan lain dan berjarak sekitar tiga meter dari kami. Entah kenapa kami memiliki pendapat yang sama, tapi ini berarti pendapatku sesaat lalu sepertinya memang benar.     

Aku menoleh pada Astro yang masih memeluk pinggangku, dia terlihat biasa saja. Tak ada tanda-tanda kecemburuan atau semacamnya dan aku merasa lega.     

"Ini dijual ga sih?" Kak Sendy bertanya.     

"Dijual katanya." ujarku yang mengingat ucapan Dokter Alena. "Kakak mau beli?"     

"Aku suka yang ini." ujar Kak Sendy sambil menunjuk ke sebuah lukisan hutan dengan beberapa orang anak sedang bermain petak umpet. "Aku coba cari pengurus galerinya dulu deh. Nanti kabarin aku kalian ada di mana."     

Aku hanya mengangguk sambil memperhatikan Kak Sendy yang berjalan menjauh. Dia mengajak Bastian ikut dengannya dan mereka menghilang dari pandanganku sesaat setelahnya.     

"Kamu mau beli juga?" Astro bertanya.     

Aku menggeleng, "Aku lebih pengen ketemu sama pelukisnya kalau bisa."     

"Dokter Alena bilang ke kamu soal penyakitnya Suzu?"     

Aku menatapnya lekat, "Dokter Alena ga bilang apa-apa soal itu. Kenapa?"     

"Ga pa-pa. Lukisannya bagus. Keren kan bisa ngelukis sebagus ini padahal lagi sakit?"     

Astro benar. Dokter Alena memang tak pernah mengatakan apapun tentang penyakit dan diidap oleh Suzu, tapi mampu melukis sebagus ini saat sedang sakit memang luar biasa.     

Dokter Alena memang dokter spesialis obgyn yang biasa menangani ibu hamil, tapi penyakit di rahim dan kemaluan ada banyak jenisnya, dan Dokter Alena juga menangani itu. Aku tak tahu dan tak ingin mengambil kesimpulan mendadak tentang penyakit apa yang diidap oleh Suzu. Aku hanya ingin sekali bertemu dengannya, jika memungkinkan.     

Aku mengajak Astro melihat-lihat lukisan lain. Tiba di satu lukisan, aku membeku. Aku menatapi sebuah lukisan beberapa orang perempuan sedang minum teh di atas sebuah kain besar yang dibuat menjadi alas. Ada berbagai penganan di tengah-tengah mereka.     

Entah apakah aku salah melihat, atau aku memang begitu merindukan bundaku hingga menatapi satu sosok yang sangat mirip dengannya. Senyum dan sorot matanya terlihat sama hingga membuat beberapa tetes air mataku meleleh tanpa bisa kukendalikan.     

Astro mengelap air mata yang turun di pipiku, "Kamu mau beli yang ini?"     

Aku menggeleng sambil menatapnya, "Fotoin aja. Aku mau foto sama lukisan ini."     

Astro mengangguk dengan senyum lembut, lalu mengamit handphone dari sakunya. Dia memintaku berdiri tepat di samping lukisan dan mengambil foto, lalu dia berdiri di sisiku dan mengambil sebuah foto yang lain.     

"Thank you." ujarku sambil menatapi foto kami.     

Astro menggumam mengiyakan dan mengecup puncak kepalaku, "Mau cetak?"     

"Nanti aja kalau kita pindah."     

Astro mengangguk dan menaruh handphonenya kembali ke saku. Entah dari mana tiba-tiba Kak Sendy dan Bastian datang dengan seorang perempuan. Mereka berkerumun di depan sebuah lukisan yang sudah berniat akan dibeli oleh Kak Sendy, lalu mereka menghampiri kami.     

Perempuan itu menatapiku dan lukisan di depan kami bergantian, "Mbak mau beli lukisannya?"     

Aku menggeleng, "Kalau bisa saya mau titip salam buat Suzu, dari anaknya Ana."     

Perempuan itu hanya mengangguk dan tersenyum padaku, lalu mengajak kami beranjak ke sebuah kantor untuk memproses pembelian lukisan. Entah apakah aku sudah bersikap dengan tepat, tapi hatiku terasa lega.     

Aku tak tahu apakah Suzu mengenali bundaku atau memang hanya melukis seseorang yang mirip dengannya. Yang manapun tak ada bedanya karena aku sudah berniat akan mencari bundaku bagaimana pun caranya, dengan menggunakan bantuan dari Kyle dan Rilley walau mereka belum memberi data yang kubutuhkan.     

Aku menatap keluar jendela kantor saat Kak Sendy sedang memproses jual beli lukisan. Aku menemukan sosok Kyle di dekat gerbang sedang menelepon seseorang. Raut wajahnya tak terlihat dari sini, tapi aku cukup yakin Kyle sedang menelepon seseorang yang penting.     

"Mau dikirim atau dibawa, Mas?" perempuan yang memproses jual beli lukisan bertanya.     

"Muat ga di mobil? Cuma 80 senti sih." ujar Kak Sendy pada Astro.     

"Bawa aja, tapi packing dulu. Aku ga mau lukisannya kenapa-napa." ujar Astro sambil mengelus jariku.     

"Okay. Bawa aja, Mbak." ujar Kak Sendy dan mereka mulai sibuk mengepak lukisan.     

Aku hanya duduk dan memperhatikan mereka bekerja. Jika aku sedang menjadi salah satu pengurus di galeri Om Hanum, mungkin kegiatan seperti ini akan terjadi setiap hari.     

Handphone di sakuku bergetar. Aku mengambilnya.     

Kyle : Rilley nemuin satu orang yang buntutin kita. Dia maksa ketemu sama Nona. Nona mau ketemu sama dia?     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.