Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Terancam



Terancam

1"Nanti Faza kabarin oma sebelum Faza berangkat besok malem. Faza belum ngobrol sama Astro soalnya." ujarku pada oma melalui sambungan telepon kami.     

Setelah menelepon Teana, aku langsung menelepon oma. Oma berpikir aku mungkin saja lupa meneleponnya hari ini karena terlalu sibuk hingga tak begitu mengharapkan telepon dariku, yang justru membuatku merasa bersalah dan memutuskan akan merayu Astro untuk berangkat besok malam.     

"Kalau emang ga bisa ga pa-pa kok. Jangan terlalu maksain diri. Astro pasti capek, kerjaannya juga banyak kan?"     

"Iya, Oma. Faza tau kok. Besok pagi Faza kabarin ya atau paling telat besok sore."     

"Iya. Ya udah, Oma ga bisa lama-lama. Sebentar lagi giliran Opa check up. Faza baik-baik sama Astro ya."     

"Iya, Oma. Nanti kabarin Faza gimana hasil check up nya ya."     

"Iya. Oma tutup ya."     

Aku hanya menggumam mengiyakan dan sambungan telepon kami berakhir begitu saja. Aku menatap jam di sudut layar handphone, pukul 11.14.     

Astro berkata akan mengakhiri pekerjaannya dalam waktu satu jam. Sekarang sudah satu jam lebih. Dia pasti sedang terlalu fokus bekerja hingga lupa atau ada sesuatu yang terjadi.     

Aku bangkit dan beranjak ke dapur untuk mengambil dua gelas susu dingin dan setoples sus kering, lalu meletakkannya di atas nampan dan berjalan menaiki tangga menuju studio. Entah kenapa aku merasa rumah ini terasa sepi sekali.     

Saat aku sampai di depan pintu studio, Astro sedang menelepon seseorang dengan raut wajah serius sekali. Aku menghampirinya dan meletakkan nampan di meja, lalu duduk di sebelahnya.     

"Putus aja kontraknya. Kita bisa cari tender baru." ujarnya sambil mengelus puncak kepalaku. Tatapannya terlihat lebih lembut walau masih terlihat sangat serius. Dia menepuk pangkuannya, memintaku untuk berbaring di sana. Aku menurutinya.     

Dari layar handphonenya yang terlihat samar, aku bisa melihat Astro sedang menelepon Ray. Entah kontrak mana yang sedang mereka bicarakan.     

Aku mengelus wajahnya hanya untuk membuatnya tak terlalu tegang sambil bicara tanpa suara, "Jangan marah-marah."     

Astro hanya menggeleng dan mengelus rambut di ujung dahiku. Lalu mengalihkan tatapannya ke layar laptop.      

Aah laki-laki ini benar-benar gila bekerja....     

"Okay, kasih kesempatan dua hari. Kalau ga bisa kita cabut kontraknya." ujarnya, yang entah bagaimana tiba-tiba menutup teleponnya begitu saja.     

"Kontrak apa?" aku bertanya saat dia meletakkan handphonenya di meja.     

Astro mengambil gelas susu dan meneguknya sebelum bicara, "Suplier bahan makanan ke resto. Udah seminggu bahan makanan yang dikirim ga sesuai. Katanya karena ganti supir pengirim jadi ketuker sama tempat lain, tapi kalau seminggu pasti ada yang ga beres."     

"Jangan marah-marah terus, nanti gantengnya ilang." ujarku sambil mencubit pipinya.     

Astro mengamit tanganku yang mencubitnya dan mengecupnya, "Aku pikir kamu yang ngambek karena ga naik-naik udah satu jam lebih."     

Aku memberinya tatapan sebal, "Aku abis nelpon Teana sama oma."     

"Teana?" Astro bertanya dengan kedua alis mengernyit mengganggu.     

Aku mengangguk, "Nunggu kamu ngasih tau laporan sidang kemarin kelamaan. Jadi aku nanya Teana."     

Tiba-tiba Astro menatapku dengan tatapan khawatir, "Jadi kamu udah tau?"     

Aku mengangguk, "Kamu bilang kita akan baik-baik aja kan? Aku percaya sama kamu."     

Aku memang mengatakannya, tapi di dalam hatiku masih tersisa kegelisahan yang sejak tadi tak beranjak pergi. Aku hanya berusaha untuk tak terlalu memikirkannya.     

Astro tersenyum tipis, "Thank you, Honey."     

Aku hanya menggumam mengiyakan dan menggeser posisi berbaringku. Aku menyingkap kaos yang menutupi perutnya dan mengelusnya.     

"Segitu sukanya sama perutku?" Astro bertanya setengah tertawa.     

"Otot perut kamu bagus. Aku suka." ujarku tanpa menoleh.     

Entah bagaimana aku tak malu-malu lagi untuk mengatakannya. Walau aku masih belum berani menatap matanya saat bicara.     

Astro mengangkat tengkukku dan mengecup bibirku, "Kalau aku suka semuanya. Aku boleh ciumin semuanya semauku kan?"     

Sepertinya wajahku memerah sekarang. Bahkan kurasa aku baru saja menahan napasku sendiri.     

"Kamu imut banget kalau lagi malu-malu begitu." ujarnya sambil mengelus bibirku.     

Aku mengerjapkan mataku beberapa kali, hanya untuk memastikan pada diriku sendiri aku sedang tidak salah melihat. Entah bagaimana, tapi dia terlihat lebih tampan dari biasanya.     

Aku memaksa tubuhku bangkit dan duduk, "Kenapa kamu rahasiain soal laporan sidang itu?"     

"Aku ga mau kamu mikir berlebihan. Kerjaan kamu banyak dan kamu juga baru mulai buka workshop. Aku ga mau kamu mikirin sidang itu terus. Apalagi kalau tau aku yang mungkin kena masalah."     

Aku menatapnya dalam diam sebelum bicara, "Tapi kamu justru bikin aku mikir aneh-aneh karena ga ngasih tau. Teana sempet mikir kita punya masalah karena aku nanya sama dia."     

Astro memberiku tatapan sebal, "Kan aku bilang tunggu satu jam lagi sampai aku selesaiin kerjaanku. Kenapa ga sabar? Satu jam kan ga lama."     

"Aku nanya Teana karena aku punya firasat kamu mau nyembunyiin fakta. Harusnya aku udah baca laporan itu beberapa hari yang lalu."     

Astro menghela napas, "Lain kali sabar sebentar. Aku punya alasan buat ngasih tau kamu atau ga ngasih tau. Bagus kamu nanya ke Teana, bukan nanya ibu. Kalau kamu nanya ibu, aku bisa kena ceramah seharian. Atau kalau kamu nanya opa, opa bisa mikir aku ga ngajak kamu diskusi."     

Dia benar. Walau aku tidak menyukai fakta itu, tapi dia memang benar. Aku memang seharusnya bisa menunggu.     

"Sorry."     

Astro menatapku dalam diam dan mengangkat tubuhku ke pangkuannya, menghadap ke arahnya. Lalu mengelus puncak kepalaku dan mengecup dahiku.     

"Aku udah bilang kan apapun masalah kita, kita selesaiin sendiri? Kecuali kita bener-bener butuh bantuan orang lain." ujarnya dengan tatapan tenang dan mantap.     

Aku hanya sanggup mengangguk.     

"Kita udah jadi satu sekarang. Kita harus bisa usahain jalan kita searah, kamu tau?"     

"Aku tau. Aku minta maaf."     

Astro mengangguk, "Kamu udah ngabarin Putri? Dia bisa khawatir kalau ga dapet kabar langsung dari kamu."     

Aku menggeleng, "Nanti aku kabarin kalau mereka istirahat. Mm ... bisa kita pesen tiket pesawat pulang besok malem?"     

Astro menatapku penuh minat, "Kenapa?"     

"Oma kangen banget. Aku pengen bisa ngobrol sama oma lebih lama. Bisa ya?"     

Astro hanya terdiam, entah apa yang sedang dia pikirkan.     

"Kalau aku bisa lebih lama di rumah, mungkin aku bisa dapet lebih banyak informasi." ujarku untuk memberinya ide menyetujui permintaanku.     

Astro masih terdiam.     

"Kamu sibuk banget ya besok?" aku bertanya pada akhirnya.     

Astro menggeleng, "Kalau aku ga setuju walau alasanku ga masuk akal, kamu akan tetep nurut sama aku?"     

"Kenapa harus begitu? Kan kamu bisa kasih aku alasan yang masuk akal."     

Astro menaikkan bahu dan mengelus bibirku perlahan, "Aku mau ngetes seberapa kamu akan setia sama permintaanku."     

Astaga ... pernyataan macam apa yang baru saja kudengar?     

Aku menatapnya tak percaya, "Harus banget begitu? Kamu kan bisa pakai cara lain buat ngetes aku setia atau ga. Lagian apa yang mau kamu buktiin?"     

"No idea? Mungkin aja aku lagi pengen liat kamu ga ngebantah omonganku?"     

Aku berpikir beberapa lama sebelum bicara, "Kamu lagi berusaha ngerubah aku sekarang?"     

Astro hanya terdiam.     

Selama bertahun-tahun aku mengenalnya, kami selalu berdebat tentang apapun. Sekarang dia menginginkanku menuruti semua perkataannya tanpa membantah. Yang benar saja?     

"Kamu bercanda kan?" hanya itu yang bisa keluar dari bibirku setelah keheningan kami yang terasa seperti selamanya.     

Astro masih terdiam. Dia benar-benar membuatku bingung harus bersikap bagaimana. Bahkan kurasa kepalaku mulai berdenyut mengganggu.     

Entah apakah pembicaraannya dengan Ray sesaat lalu membuatnya kesal atau memang hormonnya yang belum stabil masih membuatnya mengatakan hal itu begitu saja. Namun permintaannya padaku egois sekali, bukan?     

Atau ... mungkin aku lah yang sebetulnya sedang membentengi diri karena merasa terancam?     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.