Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Amis



Amis

0Aku memang tak mengharapkan Astro memberitahu segala rahasianya padaku sejak dia mengajakku ke persembunyian rahasia di bawah bukit kecil di mansion. Aku bahkan mengatakannya dengan jelas padanya, bahwa dia tak perlu memberitahuku apapun yang tak semestinya dia beritahukan padaku. Namun kalimatnya di bianglala beberapa hari lalu masih mengusik pikiranku.     

Aku ingin sekali bertanya padanya saat pikiran itu kembali muncul. Namun aku selalu membatalkannya karena aku tak ingin dia berpikir aku begitu mudah berubah pendirian.     

Aku sedang memandangi wajahnya yang terlelap di sebelahku. Aku tak berani bergerak walau hanya sedikit sejak aku membuka mata beberapa saat yang lalu karena tak ingin membangunkannya. Laki-laki ini sensitif sekali akan keberadaanku.     

Aku bisa melihat langit masih gelap dibalik jendela resort. Entah sudah jam berapa sekarang, aku tak dapat melihat jam karena Astro melepas jam dinding di kamar ini seperti saat pertama kali kami menikah.     

Saat ini kami berada di kamar resort ini lagi, yang baru kuketahui kemarin malam bahwa kamar ini adalah kamar khusus milik Astro yang tak disewakan pada pengunjung lain. Yang juga membuatku mengetahui fakta bahwa dia tak menyembunyikan jati dirinya sebagai pemilik resort ini. Tak seperti dia yang menyembunyikan fakta untuk resortnya yang lain.     

Aku setuju untuk ikut dengannya ke Gili Meno jumat siang karena dia mengabulkan permintaanku. Kami bercinta dengan lembut setelah kencan kami yang terasa sangat menyenangkan.     

Aku menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan mengikuti gerak napasnya yang masih memelukku erat dibalik selimut. Aku tahu tubuh kami masih telanjang walau kami memang sudah membersihkan diri sebelum beristirahat berjam-jam yang lalu. Setiap senti dari tubuhnya yang menempel padaku meninggalkan sensasi hangat yang menenangkan.     

Aku memejamkan mata kembali, berharap akan tertidur dan terbangun saat dia sudah membuka matanya. Aku ingin sekali berbisik aku mencintainya, tapi kurasa kalimat itu bisa menunggu esok hari. Aku tak ingin mengganggu tidur lelapnya karena hanya ini yang bisa kulakukan untuk mengganti kerja kerasnya selama ini.     

Mataku menangkap sesosok anak kecil penuh luka dan beraroma amis. Dia tersenyum padaku, lalu menghilang.     

"Honey."     

Aku hanya menggumam. Aku tahu aku sedang menggumam.     

"Sarapan dulu." ujar sebuah suara yang kurindukan.     

Aku memaksa mataku terbuka. Sinar matahari memenuhi setiap sudut kamar, meninggalkan sensasi hangat dan lembut. Dengan sesosok laki-laki tersenyum padaku.     

"Pagi, Cantik." ujarnya sambil mengelus wajahku.     

Aku meraih wajahnya dan mengelusnya perlahan, "Pagi, Ganteng."     

"Ayo bangun, kita sarapan dulu. Ini udah jam delapan."     

Aku menatapnya dalam diam sambil tersenyum. Entah bagaimana senyumku terlihat saat ini, aku tak begitu yakin.     

"Ngerasa ada yang aneh?" Astro bertanya dengan tatapan menyelidik yang hampir tak terdeteksi.     

Aku hanya menggeleng.     

"Yakin?"     

Aku mengangguk, "Kamu ngerasa ada yang aneh?"     

Astro hanya diam sambil menatapku lekat, seolah tak rela satu ekspresi pun terlepas darinya. Tatapannya membuatku salah tingkah.     

"Kenapa?"     

Astro menggeleng sambil membantuku duduk dan meletakkan beberapa bantal di punggungku sebagai tempat bersandar, "Aku ambilin sarapannya ya."     

Aku mengangguk sambil merapatkan selimut untuk menutupi dadaku. Aku menatap Astro yang beranjak turun dari tempat tidur. Dia hanya memakai celana boxer selutut, dengan dada telanjang. Dia sedang berjalan cepat menuju meja makan dan memindahkan piring-piring, juga alat makan ke troli dorong, lalu membawanya ke tepi tempat tidur.      

Dia mengambil sesuatu yang terlihat seperti papan dari samping meja kecil, lalu berkutat dengannya yang adalah sebuah meja pendek yang cukup lebar sebagai alas makan kami di tempat tidur. Dia meletakkannya di tengah-tengah kami dan memindahkan semua makanan ke atasnya.     

Aku menatapnya sambil terus tersenyum, "Baik banget sih suamiku."     

Astro menatapku lekat sambil menyodorkan pisau dan garpu, "Untung kamu milih aku kan?"     

Aku mengangguk sambil terus tersenyum, "Aku beruntung."     

Astro menyodorkan beberapa potong baby buncis yang ditumis dan beraroma harum padaku, aku menerimanya. Aku memotong daging ayam yang sangat lembut dan menyodorkannya padanya, dia menerimanya. Kami makan dalam diam sambil saling menyuapi hingga semua makanan kami habis tanpa sisa.     

"Mau nambah?" Astro bertanya.     

Aku hampir saja mengangguk. Namun aku membatalkannya, "Nanti aja kalau laper lagi kita ke resto."     

Astro menatapku dalam diam.     

Sebetulnya aku masih lapar, entah kenapa. Padahal aku sudah makan cukup banyak. Aku menolak tawaran Astro hanya karena aku ingin segera mandi dan berpakaian. Aku merasa tak nyaman hanya menutupi tubuh yang telanjang dengan sehelai selimut.     

"Boleh bantu beresin?" aku bertanya sambil melirik ke arah piring kotor di atas meja kecil di atas tempat tidur kami.     

Astro memindahkan semua piring dan alat makan kembali ke troli dorong dalam diam, lalu melipat meja kecil dan meletakkannya kembali ke tempatnya semula. Kemudian menatapku lekat lama sekali hingga terasa seperti selamanya.     

"Kenapa sih?"     

"Kamu yakin ga ada yang aneh?"     

Aku terdiam sebelum bicara, "Kamu yang aneh."     

Astro menghela napas, "Maksudku ... kamu ga ngerasa badan kamu berasa beda atau semacamnya?"     

Aku menatapnya lekat dan menggeleng.     

Sepertinya dia menyerah karena menghela napas dengan keras, lalu merebahkan kepalanya di pangkuanku dan memeluk pinggangku erat sekali.     

Aku mengelus rambutnya yang berantakan dan menguarkan aroma green tea walau samar, "Kamu kenapa, Honey?"     

Astro hanya menggeleng.     

Aah laki-laki ini benar-benar....     

Aku mengamit wajahnya dan memintanya menatapku, "Kamu kenapa?"     

Astro terdiam lama sekali sebelum bicara dengan nada pelan, "Aku pikir berhasil."     

"Apanya yang berhasil?" aku bertanya penuh rasa ingin tahu.     

"Kalau kamu ga ngerasa yang aneh berarti belum. Nanti kamu tau kalau emang beneran berhasil."     

Aku berpikir dalam diam lama sekali sambil terus mengelus rambutnya yang terasa lembut di antara jari-jariku. Laki-laki ini aneh sekali. Apa yang sebenarnya dia bicarakan sejak tadi?     

Astro mengelus ujung dahiku dan menatapku lekat, "Nanti aku mau keliling sebentar. Kamu bisa ikut kalau kamu mau, tapi jangan maksain diri. Kamu bisa istirahat di kamar atau jalan-jalan ke pantai deket sini."     

"Kamu mau ke mana?"     

"Cuma mau ketemu beberapa orang yang punya lahan sebelah. Aku mau beli lahannya kalau mereka mau jual."     

"Kamu mau lebarin resort?"     

Astro mengangguk, "Mau nambah fasilitas spa sama satu ruangan olahraga indoor."     

Aku berpikir sesaat sebelum bicara, "Liat nanti ya. Aku mau mandi dulu."     

Astro mengangguk dan kami hanya bertatapan dalam diam. Sebetulnya aku merasakan sesuatu, tapi aku tak yakin apa itu. Apakah itu yang sejak tadi dia coba tanyakan padaku? Bagaimana caraku memastikannya?     

"Kamu ga keberatan aku begini kan?" tiba-tiba saja dia bertanya.     

Aku menggeleng, "Ga. Kita kan udah sering begini. Kenapa tiba-tiba kamu pikir aku keberatan?"     

Astro terlihat berpikir dan menghela napas perlahan, "Bukan itu maksudnya, Honey. Rrrgh!"     

"Apa sih? Kamu kan tinggal bilang aja. Jangan main-tebak-tebakan begitu. Aku ga ngerti."     

"Kamu beneran udah ngerasa kenyang? Perasaan kamu biasa aja? Bisa ... erm ..."     

"Bisa apa?"     

Astro menatapku lekat, "Beneran udah kenyang?"     

Aku menatapnya tak percaya, "Aku masih laper, tapi aku mau mandi dulu. Kamu bisa ikut aku ke resto kalau kamu mau makan lagi."     

Entah bagaimana tiba-tiba ada senyum mengembang di bibirnya, "Beneran?"     

Aku mengangguk.     

Astro kembali duduk dan mengecup bibirku. Namun dia menatapku dengan tatapan lembut bercampur penasaran, juga menyelidik, terlihat antara yakin dan tidak. Entah apa yang sedang dia pikirkan sekarang, tapi aku tak akan bertanya.     

"Kamu bisa bilang apapun yang kamu mau bilang. Kamu bisa nanya apapun yang mau kamu tanya." ujarku hanya untuk membuatnya yakin aku tak akan menghakimi apapun yang sedang dia pikirkan.     

Astro menggeleng dan bangkit. Dia menyibakkan selimut yang menutup tubuhku dan mengangkatku. Dia membawaku menuju kamar mandi dan mendudukkanku ke dalam bath tub berisi air hangat beraroma lavender. Dia ikut bergabung bersamaku, duduk tepat di belakangku dan mengecup tengkukku.     

"I love you, Mafaza Marzia. Get your self ready."     

=======     

Chapter selanjutnya adalah volume baru yaaa..     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : iamno     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.