Perjuangan
Perjuangan
Astro yang menjawab kalimat mereka satu per satu, sedangkan aku menatap lukisanku yang sudah dipasang di dinding galeri beberapa saat lalu. Lukisan sepasang kekasih yang berdansa di tepi pantai saat senja tiba di hari pernikahan mereka. Lebih tepatnya bukan mereka, tapi kami.
Lukisan itu adalah lukisanku dan Astro saat kami menikah di tepi pantai pulau Gili Meno. Aku memutuskan membuat lukisan itu sebagai sebuah pengingat untuk teman-temanku yang lain, bahwa kami menikah di tempat yang sangat cantik dan sempurna. Juga sebagai simbol bahwa pernikahan kami adalah pernikahan yang kami berdua inginkan, dengan berbagai perjuangan di baliknya.
Denada mengamit wajahku dan memintaku untuk menatapnya. Matanya berkaca-kaca. Dia mungkin sedang menyayangkan keputusanku.
"Nanti kalau aku pulang, kamu harus sempetin waktu ketemu aku." ujarku sambil tersenyum manis.
Denada memelukku erat sekali, "Kamu pasti belum kasih tau Mayang kan?"
Aku menggeleng sambil menepuk punggungnya.
"Mayang pasti heboh banget nanti kalau tau kamu pindah." ujarnyaa dengan air mata yang mulai mengalir. Aku tahu karena punggungku terasa basah.
"Nanti aku telpon. Kamu jangan bilang apa-apa dulu."
Denada hanya mengangguk. Aku terus menepuk punggungnya perlahan untuk menenangkannya karena teman-teman kami sedang memperhatikan kami dengan berbagai ekspresi. Zen bahkan terang-terangan menatapku dengan tatapan sendu.
"Masih lama kok. Beberapa bulan lagi. Kita masih bisa ketemu beberapa kali sebelum aku pindah."
Denada mengangguk dan melonggarkan pelukannya. Aku mengusap air mata di pipinya dan tersenyum, lalu menoleh pada Astro untuk memberi isyarat kami harus segera pergi.
"Sorry, kita ga bisa lama-lama di sini. Ada janji." ujar Astro pada semuanya.
"Beneran cuma nganter lukisan trus pergi ya?" Reno bertanya dengan raut wajah tak rela.
Aku mengangguk, "Sorry. Kalau aku punya waktu nanti aku main lagi."
Denada memeluk lenganku erat sekali sambil memberiku tatapan sebal, "Aku mau nagih refleksi kita yang waktu itu ga jadi."
"Kita bikin jadwal dulu sama Mayang. Dia pasti sibuk banget. Dia ga akan rela kita refleksi berdua aja."
Denada mendengus kesal, tapi tak mengatakan apapun. Kurasa aku akan membawanya bersamaku sampai ke parkiran, maka aku menundukkan bahu pada teman-temanku yang lain sebagai tanda salam.
"Aku pamit ya. Sorry udah bikin kalian ke sini weekend gini. Padahal kalian pasti punya acara sendiri-sendiri." ujarku sambil menggenggam tangan Denada.
"Kamu selalu terlalu sungkan. Aku yang makasih kamu mau mampir bawa lukisan buat kita. Semoga kuliah kalian nanti di Jerman lancar." ujar Kak Sendy.
Aku hanya mampu mengangguk walau sebetulnya hatiku terasa berat meninggalkan galeri ini. Aku rindu melukis di sudut dekat jendela ruangan ini, dengan Zen yang duduk di sampingku.
Aku menatap Zen dan menganggukan kepala padanya. Kuharap dia mengerti maksud isyaratku walau dia masih menatapku dalam diam dengan tatapan sendu. Aku menoleh pada Astro. Sepertinya dia menyadari isyarat yang kuberikan pada Zen, tapi dia terlihat tenang.
"Aku duluan ya." ujarku sambil menundukkan bahu pada semuanya.
Aku membiarkan Astro berpamitan pada yang lain. Entah apa yang dia katakan di belakang sana, aku sengaja mengambil langkah lebih dulu karena khawatir aku akan berubah pikiran dan meminta Astro tinggal di sini lebih lama.
Aku menepuk lengan Denada sambil membawanya menjauh ke luar ruangan, "Kamu mau pulang?"
Denada menggeleng, "Mau nganter kamu. Ada titipan dari mama di mobil."
"Titipan?"
"Mama nitip cheesecake strawberry sama jaket buat kamu."
Aku menatap Denada tak percaya. Aku tahu itu mungkin adalah salah satu bentuk rasa terima kasih dari mamanya padaku, tapi itu benar-benar tak perlu.
"Thank you." ujarku pada akhirnya.
Denada menggeleng dengan tatapan sendu, "Kalau aku bisa bantu kamu apapun, kasih tau aku."
Aku hanya mampu mengangguk dan tersenyum. Entah bagaimana, aku senang mendengarnya. Bukan karena aku berniat akan memanfaatkannya, aku hanya merasa senang melihat Denada berubah menjadi lebih baik. Jauh lebih baik.
Kami sampai di sebelah mobil Denada. Denada membuka pintu tengah mobilnya sambil menatap Kyle yang sedang duduk di kap mobil Opa. Kyle hanya memberi kami senyumnya yang menawan pada kami sambil menundukkan bahu.
Aku tersenyum melihat interaksi keduanya. Kurasa aku akan membiarkan yang terjadi di antara mereka dengan lebih natural. Walau Kyle pernah berkata dia tak berminat membangun hubungan kekeluargaan seperti Opa, tapi aku tahu dia bisa saja berubah.
Seseorang mengelus puncak kepalaku. Saat aku menoleh, Astro sedang tersenyum lembut padaku.
Denada menyodorkan satu kotak berisi cheesecake strawberry padaku dan sebuah paper bag berisi jaket pada Astro sambil menatapnya tajam, "Semuanya buat Faza. Bukan buat kamu."
"Yeah, right." ujar Astro dengan suara yang sengaja dibuat mengesalkan.
Aku menepuk bahu Astro pelan, "Jangan mulai."
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa. Namun senyumnya segera lenyap saat menoleh pada Denada, "Udah? Kita mau balik. Udah ditungguin."
"Udah. Aku titip sahabatku baik-baik. Awas kamu kalau sahabatku lecet." ujar Denada sambil memeluk lenganku.
"Kamu yang bikin istriku lecet terakhir kalian ketemu. Ga ngaca ya?" Astro bertanya dengan tatapan sebal.
Denada menatap kami bergantian dengan tatapan canggung, "Aku minta maaf soal itu."
"Udah. Ga usah dibahas. Kita harus buru-buru." ujarku sambil melirik jam di lenganku.
Astro mengangguk dan menarikku menjauh dari Denada, "Kalau punya waktu kamu harus main ke Surabaya."
Denada salah tingkah saat menatap kami yang berjalan menjauh menuju mobil kami, "Nanti aku minta ijin mama dulu."
Astro hanya mengangguk, lalu membuka pintu tengah mobil Opa dan memintaku masuk lebih dulu.
"See you, Denada. Salam buat Mama ya. Nanti aku telpon kalau aku punya waktu." ujarku sambil masuk. Aku sempat melihat Denada mengangguk sebelum aku duduk.
Astro masuk dan duduk di sebelahku, disusul Kyle di balik kemudinya. Mereka melambaikan tangan pada Denada sebelum mobil yang kami naiki bergerak ke luar parkiran.
Aku menoleh untuk menatap Denada yang berdiri mematung di depan galeri. Mungkin dia akan menunggu kami hingga kami benar-benar menghilang dan kembali masuk ke dalam.
Astro mengecup dahiku, membuatku menoleh padanya. Dia sedang merentangkan jaket pemberian Mama Denada di depan kami. Jaket berwarna hijau tua berbahan denim dengan aksen bordir bunga lavender yang manis di sebelah lengan yang menjalar ke punggung.
"Bagus, aku suka." ujarku.
Astro menggumam dan melipat jaket sebelum mengembalikannya ke paper bag, "Tapi tipis kalau kamu pakai musim salju."
"Aku bisa pakai di musim semi."
Astro mengamit kotak cheesecake strawberry yang berada di pangguanku dan memindahkannya ke sebelahnya. Dia memeluk pinggangku dan meletakkan dagunya di kepalaku sambil menatap Kyle, "Kyle kamu langsung ke rumah opa abis nganter kita."
Kyle menatap kami dari spion tengah dan mengangguk, "Besok kabarin Kyle kalian pulang jam berapa. Kyle kawal kalian ke Surabaya, bareng Rilley."
Aah....
"Ga bisa Rilley nyusul aja? Aku ga mau terlalu mencolok." ujarku.
"Nona tenang aja. Dia bisa jaga jarak dari kita."
Aku hanya mampu diam. Satu syarat dari Opa yang tak bisa kutolak tadi pagi. Kami akan menerima tambahan pengawal yang bernama Rilley. Dia adalah seorang mata-mata profesional seperti Kyle yang Opa pekerjakan untuk kami.
Aku memang sudah meminta agar Rilley menjaga jarak dengan kami. Namun tak bisa dipungkiri aku juga merasa khawatir jika dia terlalu sering berada di sekitar kami, maka seseorang mungkin saja menyadari dia bekerja untuk kami. Sedangkan aku dan Astro sedang berusaha untuk terlihat senatural mungkin dalam bersikap.
"Misi kamu aman kan? Opa belum tau aku nyari jejak bunda?" aku bertanya.
"Aman, Nona, tapi Kyle butuh waktu lebih lama."
Aku hanya mengangguk. Aku tahu pekerjaan Kyle banyak sekali. Menekannya untuk mencari jejak bundaku lebih cepat mungkin akan merusak ritme kerjanya.
Astro mengambil handphone dari saku, lalu memperlihatkan layar handphonenya padaku. Astaga ... yang benar saja?
"Kamu pasti bercanda." ujarku dengan tatapan tak percaya.
=======
Selamat puasa Ramadhan bagi kalian yang menjalankan readers.. nou minta maaf atas semua khilaf yaaa, semoga puasa kita berkah & mampu menempa diri kita menjadi lebih baik. Aamiin ♡
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-