Ketahuan
Ketahuan
"Kenapa sih?" Ibu bertanya.
Aku menatap Astro dalam diam. Aku berharap dialah yang akan menutupi kecurigaan ibunya, tapi sepertinya dia sama bingungnya denganku. Astaga ... apa yang harus kukatakan sekarang?
Aku memberanikan diri menatap Ibu walau canggung, "Faza ... pernah ketemu sama anak kecil di makam beberapa bulan lalu. Ibu kan kadang ke sana, Ibu pernah liat?"
"Anak kecil?" Ibu bertanya dengan bingung.
Aku mengangguk, "Faza pernah dikasih permen coklat. Kayaknya umurnya lima atau enam tahun. Faza pernah nanya namanya, tapi dia ga jawab sih."
"Kapan Faza ketemu dia?" Ibu bertanya.
"Ga lama abis Astro ngelamar." ujarku.
Ibu terdiam sambil menatap Astro dan Ayah bergantian. Aku tahu Ibu pasti mencurigai sesuatu.
"Kalian pernah liat?" Ibu bertanya. Baik Astro maupun ayahnya, keduanya menggeleng. Ibu mengalihkan tatapannya kembali padaku. "Ibu juga ga pernah liat. Faza yakin dia manusia?"
Aku terkejut, "Manusia kok, Bu. Permen coklatnya aja bisa dimakan."
Ibu menatapku lama sebelum memberi Astro tatapan tajam, "Kenapa kamu ga mau Ibu tau soal yang kayak gitu?"
Astro terlihat salah tingkah, "Astro pikir ... Faza mau bilang yang lain."
"Apa?" Ibu bertanya dengan tatapan menyelidik.
"Itu ... udah ah, Bu, ga usah dibahas. Astro salah ngira."
Aku memberi Astro tatapan sebal, tapi tak mengatakan apapun. Beruntung aku bisa membelokkan apa yang baru saja akan kukatakan.
"Maaf." ujar Astro sambil menatapku dengan canggung.
Aku mengalihkan tatapanku dari Astro, tapi aku mendapati tatapan Ayah yang terlihat antusias. Kurasa Ayah akan mengajakku bicara jika Ibu tak ada di sekitar kami.
"Mm ... bener ga ada yang lain dari data peninggalan Bunda yang bisa kita dapet?" aku bertanya.
Ayah menggeleng, "Faza bisa cari sendiri. Mungkin ada sesuatu yang Ayah ga sadar. Gimana pun Faza anaknya Ana, mungkin Faza lebih ngerti."
"Yang tadi Ayah kirim ke Astro, beneran?" tiba-tiba saja Astro bertanya.
Saat kami baru saja beranjak dari galeri tadi, Ayah mengirimkan sebuah gambar robot burung empat dimensi. Aku sangat terkejut saat melihatnya karena aku tak menyangka Ayah akan benar-benar mengerjakan salah satu blueprint robot milik Astro dalam waktu sesingkat ini.
Saat Ayah meminta blueprint berbagai robot dari Astro di rumah rahasia kami di Surabaya, Ayah dan Ibu baru saja pulang berbulan madu. Itu adalah bulan lalu, tepat saat Astro masih mengira aku sedang hamil.
"Bener dong. Robot ekspedisi bawah lautnya kan udah selesai. Kita tinggal nyari donatur dan kita bisa produksi massal. Ayah mau robot burung itu jadi proyek kita selanjutnya." ujar Ayah.
Aku menoleh untuk menatap Astro. Ada senyum lebar terkembang di bibirnya. Aku tahu dia senang sekali.
"Tapi Ayah belum ngasih liat itu ke anak-anak lab kan? Mereka ga ngomong apa-apa ke Astro."
"Belum, Ayah sengaja nunggu kalian pulang. Besok kita ke sana pagi-pagi. Kalian ke Surabaya sore kan?"
Astro mengangguk, "Tapi kita bisa pulang malem kalau butuh waktu banyak buat prepare robot itu."
"Ga boleh gitu. Kalau niat pulang sore, harus pulang sore. Ibu ga mau anak perempuan Ibu kecapekan lagi. Kerjaannya kan banyak, pasti capek." ujar Ibu.
Astro memberiku senyum menggodanya yang biasa, "Kalau capek nanti aku manjain."
Astaga ... yang benar saja? Alih-alih melepas lelah, kurasa aku akan lebih lelah karena menemaninya bercinta. Aatro memang sudah merubah ritme bercinta kami. Dia akan berhenti tanpa aku harus memintanya, tapi terkadang dia kesulitan menahan diri. Hanya beberapa kali, tapi sanggup membuatku tak habis pikir.
Staminaku masih sebagus sebelum kami menikah, tapi bercinta memang membutuhkan energi yang tak sedikit. Walau harus kuakui aku menyukainya. Bercinta bersama Astro selalu terasa menyenangkan. Dia benar-benar tahu bagaimana harus memperlakukanku dengan cara yang kusukai.
Aku mengalihkan tatapanku dari Astro karena tak sanggup membalas kalimatnya. Aku memilih menatap ke arah gorden yang masih memantulkan gambar dari layar laptop. Foto Om Hubert masih terpampang di sana.
Aku sempat mendengar Ibu menyebut sesuatu mengenai cheesecake yang disimpan di kulkas dan akan memotong beberapa untuk kami sebelum kami menonton video pernikahan kami di Gili Meno beberapa bulan lalu, tapi aku mengabaikannya. Menatap foto Om Hubert membuat sesuatu di perutku menggeliat tak nyaman.
Astro memeluk pinggangku erat, membuatku menoleh ke sekeliling. Tak ada siapapun di sini kecuali kami berdua.
"Ayah sama ibu ke dapur ngambil cheesecake." ujarnya seolah bisa membaca pikiranku. "Aku sempet curiga sama om Hubert. Gimana dia waktu ngeliat kamu di pameran om Hanum waktu itu?"
Ingatanku melayang saat aku sedang berada di sebuah ruang penuh buku di pameran Om Hanum. Aku, Zen, Kak Sendy dan Om Hanum sedang bercakap tentang galeri baru miliknya. Om Hanum menawariku dan Zen untuk mengisi sesi lukis di galeri sambil mencari anggota baru yang lain.
Om Hubert terlihat antusias saat berkenalan denganku dan Zen, tapi sepertinya dia tak menyadari aku mungkin saja mirip dengan bundaku. Aku lupa. Aku sedang berdandan tak biasanya saat itu.
"Dia kayaknya ga nyadar aku mungkin mirip Bunda. Aku emang pake scarf panjang gitu sih, tapi ... kenapa Gerard bisa nebak aku mirip sama temen kecilnya?"
Kami saling bertatapan dalam diam. Aku baru saja berpikir mungkin saja Om Hubert pandai berpura-pura. Namun entah kenapa kurasa dia memang benar-benar tak menyadari bahwa wajahku mungkin saja mirip dengan bundaku.
Tunggu sebentar....
"Menurut kamu, aku mirip Bunda atau mirip ayahku?" aku bertanya.
Astro meneliti wajahku dengan teliti, "Kamu blasteran ayah sama bunda."
Aah begitukah?
"Tapi sifat kamu lebih mirip ayah kayaknya." ujar Astro tiba-tiba, yang membuatku mengingat ibunya pun pernah mengatakan hal yang sama.
"Aku ga yakin. Sebelum kecelakaan itu aku kayak kamu. Ga mau diem, bercanda terus. Aku sering iseng juga ke Fara sama Danar. Abis kecelakaan jembatan itu aku berubah kayak bukan aku."
"Sekarang?"
Aku menaikkan bahu, "Aku ga tau. Aku cuma berusaha belajar lebih banyak biar bisa pegang banyak kerjaan yang biasanya di handle Opa. Aku selalu mikir Opa udah tua. Aku mau gantiin Opa ngerjain itu semua."
Hening di antara kami.
"Menurut kamu, aku gimana?" aku bertanya untuk memecah keheningan.
Astro tersenyum lembut, "Aku cinta kamu. Aku ga peduli kamu gimana. Aku suka semuanya."
Aku memberinya tatapan sebal dan mencubit pipinya, "Pinter banget ngerayu."
Astro mengecup dahiku, "Aku serius. Kita pasti berubah. Aku kan udah pernah bilang. Lagian kamu juga bilang kamu tetep cinta aku walau aku berubah."
Aku tahu dia benar. Kurasa aku tak dapat menyembunyikan senyum di bibirku.
Entah bagaimana tiba-tiba dia sudah mencumbu bibirku perlahan. Aku hampir saja lupa kami sedang ada di rumahnya karena aku sempat menyusupkan kedua tanganku ke perutnya. Aku mendorong wajahnya menjauh dengan kedua tanganku. Kurasa wajahku memerah sekarang.
"Ayah sama Ibu bisa mergokin kita di sini." ujarku sambil berusaha mengatur napas.
"Mau ke kamar?" Astro bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa.
Aku memukul bahunya, "Kita mau liat video pernikahan kita, Astro. Kamu mau Ayah ngamuk ya kalau kita tinggal ke kamar jam segini? Ini masih jam delapan."
"Nanti aku tagih ya." ujarnya sambil mengecup bibirku.
Entah bagaimana, tapi sudah bisa menduganya sejak kami menginjakkan kaki di rumah ini. Bagaimanapun kamarnya kedap suara. Dia tak akan melepas kesempatan untuk bercinta denganku walau hanya sekali.
Dia baru saja akan mencumbuku lagi saat ada segumpal tisu melayang dan mengenai kepalanya. Saat kami menoleh, Ayah sedang menatap kami dengan tatapan kesal. Sedangkan ibu sedang tersenyum tertahan.
Astaga ... kami ketahuan.
=======
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-