Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Indera



Indera

2Kami berjalan menuju kamar dan melewati pintu rahasia dibalik lukisan rumah tua peninggalan Kakek Indra, lalu keluar dari lemari kamar workshop dengan hati-hati.     

"Bukannya kamu yang nyari tau soal mereka? Udah ada hasilnya?" aku bertanya.     

"Aku udah minta Kyle kirim email ke kamu. Dia udah nyari info soal mereka beberapa hari ini. Kamu harus ambil keputusan."     

Entah kenapa aku merasakan firasat buruk. Apakah benar Vinny berbahaya?     

Aku meletakkan borgol dan cambuk di laci lemari saat Astro berkutat dengan ranselnya, "Kamu pulang jam berapa?"     

"Nanti aku kabarin. Kayaknya agak sore." ujarnya sambil memberi isyarat padaku untuk keluar kamar.     

Aku mengikuti langkahnya dan menutup pintu kamar. Sebetulnya aku tahu jam kuliahnya tak selalu pagi hari, tapi dia selalu berangkat pagi dan mengerjakan sebagian deadlinenya di kampus sekaligus membantu teman-temannya yang kesulitan dengan materi kuliah. Andai dia adalah seorang laki-laki biasa, mungkin dia sedang berusaha menjadi asisten dosen atau semacamnya.     

Kami baru sampai di pertengahan anak tangga saat aku menghentikan langkah. Astro menoleh padaku dan menatapku dalam diam seolah sedang bertanya apa yang membuatku berhenti.     

"Aku punya pertanyaan."     

Astro terus diam dan menunggu. Entah kenapa melihat tatapannya padaku membuat jantungku berdetak kencang.     

"Gimana kalau rencana kita sama Opa gagal?" aku bertanya.     

Astro mengernyitkan alisnya dan menyentil dahiku pelan, "Awalnya itu kan rencana kamu. Jangan bikin pengandaian rencana itu tiba-tiba gagal atau rencana kita bisa bener-bener gagal. Perencana harus punya rencana cadangan. Kamu harus cari rencana cadangannya."     

Dia benar. Aku tersenyum manis dan mengecup bibirnya, tapi dia menarikku lebih dekat dan mencumbu bibirku perlahan. Wajah kami merona merah sekali saat kami saling melepaskan diri.     

"I trust you, Honey." ujarnya sambil mengelus wajahku.     

Aku hanya menggumam mengiyakan sambil mengangguk. Aku menatapnya dalam diam karena aku tahu dia mengatakannya dengan tulus.     

"Hati-hati ya. Jangan keliaran keluar workshop sendirian walau cuma ke kampus. Tunggu aku pulang." ujarnya dengan tatapan serius.     

"Iya, Tuan Bawel." ujarku sambil mengecup pipinya dan mengajaknya melanjutkan langkah kaki menuruni tangga.     

Astro mengusap puncak kepalaku dengan gemas hingga kami sampai di depan pintu. Suara bel yang mirip dengan lonceng menyambut kami saat pintu terbuka dan tertutup. Aku mengantarnya hingga dia memakai helm dan menaiki motor. Menatapi laki-laki di depanku yang begitu tampan membuatku tak rela melepasnya pergi, tapi aku harus melakukannya.     

"Video call kalau udah sampai kampus ya." ujarku saat dia menyalakan mesin motor.     

"Aku belum pergi aja kamu udah kangen?" dia bertanya dengan senyum menggodanya yang biasa.     

Aku tersenyum manis, "Ga tau ya aku kangen terus?"     

"Apanya yang kangen terus? Kamu kan sering ga ngabarin kalau udah keasikan kerja."     

Aku menatapnya sebal, "Aku kan ketularan kamu, dasar Tuan Gila Kerja."     

Astro tertawa, "Enak aja nyalahin aku. Kamu kan emang selalu fokus kerja dari dulu. Kamu ga mau kalah aja dari aku makanya nambah kerjaan terus. Hahaha ..."     

Sial .. lagi-lagi dia benar.     

Aku menurunkan kaca helm untuk menutupi wajahnya, "Bawel ih. Sana berangkat."     

Alih-alih menghentikan tawanya dia justru tertawa semakin kencang. Laki-laki ini benar-benar menyebalkan. Aku mengabaikannya dan berjalan menuju gerbang, lalu membuka gerbangnya dan menunggu Astro tepat di samping jalan raya.     

Astro mengarahkan motornya ke luar sambil terus tertawa, tapi dia melepas helmnya saat sampai di sebelahku dan mengecup dahiku dengan tersenyum lebar. Beberapa orang di seberang jalan sempat menoleh untuk melihat kami dan mereka mengalihkan tatapannya saat aku balas menatap mereka terang-terangan.     

Aku sudah tak merasa canggung dengan perhatian banyak orang padaku atau merasa risih dengannya. Aku hanya masih merasa tak semestinya kami bermesraan di area publik walau sebetulnya tak apa jika hanya sebatas mengecup dahi.     

"Tunggu aku pulang. Kamu denger?" Astro bertanya sambil memakai kembali helmnya.     

"Iya aku denger."     

Astro mengelus puncak kepalaku, "Aku berangkat ya."     

Aku hanya mengangguk dan dia menghilang dari pandanganku sesaat setelahnya. Aku menyadari Rilley ada di ujung pandanganku tepat saat Astro menghilang. Rilley sedang duduk di trotoar sambil menatap jalan raya yang mulai padat, tapi aku akan mengabaikannya dan kembali menutup gerbang.     

Ada bel yang berbunyi seperti lonceng saat aku membuka pintu workshop, membuatku menyadari aku akan merindukan bunyi bel ini jika kami pindah nanti. Aku bahkan sempat berpikir akan memasang bel yang sama untuk kupasang di apartemen kami nanti.     

Aku membalik papan pengumuman tanda buka di pintu dan bergegas ke lantai dua. Aku memasuki kamar dan berjalan masuk ke lemari, lalu keluar di kamar rumah rahasia untuk mengambil handphone dan laptop. Aku mencari nama Cacha di deretan kontak sambil berjalan kembali ke kamar workshop. Cacha menerima teleponku setelah aku menutup kamar dan menguncinya.     

"Pagi, Nona, ada yang bisa aku bantu?"     

"Kamu ga ikut pindah kan?" aku bertanya sambil menuruni tangga.     

"Ga, Nona."     

"Kamu sibuk sekarang?"     

"Aku ada kerjaan khusus dari tuan buat jaga Donny sementara waktu. Nona butuh bantuanku?"     

"Kamu jagain Donny? Berarti Donny di Surabaya sekarang?" aku bertanya sambil duduk di salah satu kursi di lantai satu yang menghadap ke pintu dan meletakkan laptop di meja.     

"Betul, Nona."     

Aku berpikir sesaat sebelum bertanya, "Kamu tau Donny ngapain di Surabaya?"     

"Sejauh ini dia cuma bolak-balik dari hotel ke beberapa restoran ngurusin tender bisnis."     

Aah begitukah?     

"Kamu jagain Donny selama dia di Surabaya aja kan?"     

"Iya, Nona."     

"Tugas dari Kakek buat kamu selama di sini apa?"     

"Jaga workshop sama rumah rahasia Nona. Bareng sama Aisley."     

"Aisley sama kamu sekarang?"     

"Aisley ada tugas buntutin Hubert sementara waktu."     

"Om Hubert ada di Surabaya?" aku bertanya dengan jantung berdetak kencang.     

"Lebih tepatnya mau ke Madura."     

Aku menghela napas lega, "Kabarin aku kalau tugas kamu jaga Donny selesai. Aku butuh bantuan."     

"Siap, Nona. Ada yang lain yang bisa aku bantu?"     

"Itu aja. Hati-hati ya."     

"Baik, Nona."     

Aku mematikan sambungan telepon kami dan menyandarkan punggung pada punggung kursi. Aku benar-benar harus waspada. Aku menyalakan laptop dan wifi, lalu melirik ke jam di ujung laptopku, pukul 08.39. Astro pasti sampai di kampusnya sebentar lagi.     

Ada notifikasi email masuk dari Kyle. Aku membukanya dan membaca semua isi laporan investigasinya mengenai Gon dan Vinny. Apa yang dikatakan Astro beberapa hari yang lalu adalah benar. Gon dan Vinny adalah sepupu jauh dari Nenek Buyut Donny.     

Dari semua riwayat yang ada, sepertinya mereka cukup dekat dengan Abidzar Pranoto, juga dengan Donny. Yang menjadi masalah adalah di mana mereka meletakkan kesetiannya? Pada Abidzar atau Donny?     

Dari informasi yang kudapatkan dari Gon dan Vinny sendiri berbulan-bulan yang lalu, mereka adalah saudara kembar yang terpisah karena orangtuanya bercerai. Gon pindah kembali ke area yang dekat dengan Vinny karena ingin hidup mandiri dan ingin mendapatkan uang untuk berkuliah.     

Aku tahu sepupu dari nenek buyut bisa saja berbeda nasib. Abidzar Pranoto mewarisi bisnis dan berhasil mengembangkannya hingga bisa diwariskan kembali pada Donny. Sedangkan orang tua Gon dan Vinny sepertinya tak terlalu lihai berbisnis hingga merugi, bahkan hingga keutuhan keluarganya terkena imbas.     

Aku terdiam dan berpikir lama sekali. Apakah mereka mengetahui tentang tombak yang diwariskan di keluarga Astro? Jika Donny mengetahuinya, bukan hal yang aneh jika Gon dan Vinny juga mengetahuinya, bukan?     

Aku mengecek CCTV toko lavender dan memperhatikan gerak gerik semua orang. Semuanya terlihat biasa saja. Bagaimana jika mereka berdua memang begitu lihai berpura-pura?     

Aku sudah bersama dengan Astro selama bertahun-tahun dan aku baru mengetahui bagaimana dia lihai berpura-pura setelah kami menikah. Aku akan membutuhkan waktu untuk mempelajari gestur tubuh dan kalimat seseorang untuk mengetahui apakah dia sedang berpura-pura atau tidak.     

Bagaimana pula aku akan bisa menilai hal itu dari rekaman kamera CCTV? Aku harus meneliti sendiri dengan kedua mataku. Aku juga membutuhkan inderaku yang lain untuk dapat memutuskan tentang hal itu, bukan?     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.