Menggantung
Menggantung
Terasa ada sesuatu jatuh ke dasar perutku. Aku ingin sekali berlari menghampiri mobil dan bergegas ke bandara, tapi kakiku terasa lemas sekali. Otakku bahkan berkhianat padaku dengan memikirkan segala kemungkinan yang mungkin saja terjadi dan semuanya adalah kemungkinan bahwa Opa akan baik-baik saja.
Aku menatap jam di dinding dapur, pukul 21.23. Jika benar Opa kelelahan, mungkin karena ada suatu tempat yang Opa datangi hari ini.
"Faza ga perlu khawatir, Opa cuma butuh istirahat. Udah ya, Oma cuma mau ngabarin itu ke Faza. Oma mau telpon Nia dulu."
Sambungan telepon kami terputus dan meninggalkanku yang masih merasa bingung harus melakukan apa. Aku bahkan tak yakin dengan perasaanku sendiri. Terasa seperti amarah, sedih, tak berdaya, pasrah, dan bingung di saat yang sama.
Aku menggigit ujung bibirku saat meletakkan handphone ke atas meja makan. Pikiranku terasa kosong. Aku bahkan tak dapat mengingat apa yang akan kulakukan dengan laporan dari Pak Bruce yang sesaat lalu kutinggalkan.
"Kenapa?" Astro bertanya.
Aku menoleh padanya dan terdiam sebelum bicara, "Opa masuk rumah sakit. Oma bilang cuma kecapekan. Aku harus percaya Opa beneran kecapekan?"
Astro mengambil handphonenya dari saku. Dia mengetik entah apa dan terdengar suara dering telepon sibuk di ujung sana. Dia melakukannya beberapa kali hingga teleponnya tersambung.
"Oma udah bilang Opa masuk rumah sakit kan?" terdengar suara Ibu di ujung sana bahkan sebelum Astro sempat mengatakan apapun. "Ibu baru mau jalan ke sana. Nanti Ibu kabarin lagi ya."
Ibu memutuskan sambungan telepon dan meninggalkan kami yang bertatapan dalam diam. Aku tahu Astro sedang merasa khawatir padaku.
"Kita ga bisa pulang sekarang. Jadwal kita pulang kamis sore nanti, Honey."
Aku mendorong laptopku menjauh dan merebahkan kepala di meja, dengan kedua tangan memeluk kepala yang mulai berdenyut mengganggu. Sial ... kenapa harus di saat seperti ini?
Aku tahu akan memiliki keterbatasan untuk bisa pulang terutama dalam keadaan yang buruk. Aku hanya tak ingin membayangkan bagaimana rasanya. Ternyata rasanya lebih buruk dari yang mungkin pernah kupikirkan.
Astro bahkan sudah memesan dua kamar resort untuk kami menginap jika kami pulang nanti. Dengan kondisi kesehatan Opa yang memburuk, bagaimana kami akan merealisasikan rencana kami?
Aku bisa merasakan elusan tangan Astro di puncak kepalaku. Tepat saat dia mengelusku, air mataku meleleh satu-persatu dan aku terlalu malas untuk sekadar menyekanya.
Aku membenahi posisi dudukku tiba-tiba dan mengambil handphone di meja. Aku mencari nama Giana di kontak dan memberinya panggilan telepon.
"Aku mau minta tolong. Aku kasih kamu bonus kalau berhasil." ujarku setelah Giana mengangkat telepon. Astro mengelap air mataku dalam diam sambil terus menatapku lekat.
"Minta tolong apa, Kak?" Giana bertanya.
"Besok kamu pasti ketemu sama Vinny. Aku minta kamu pura-pura lupa sama dia ya."
"Okay, Kak, tapi ... aku boleh tau kenapa?"
"Aku mau minta kamu perhatiin gerak-gerik Vinny sama Gon. Kasih aku laporan setiap pulang toko. Nanti aku yang telepon kamu."
"Emangnya mereka bikin ulah di toko, Kak? Kakak curiga sama mereka?"
"Aku cuma mau jaga-jaga. Kalau kamu denger atau liat apapun yang bikin kamu curiga. Laporin semuanya ke aku. Jangan sampai kamu ketauan, kamu ngerti?"
"Iya, Kak." ujar Giana ragu-ragu.
"Aku bener-bener butuh bantuan kamu. Bisa ya?"
"Iya, Kak. Aku usahain."
"Thank you. Sorry ganggu kamu malem-malem."
"Ga pa-pa, Kak. Aku juga belum tidur. Masih bikin desain baru buat aku bahas sama Sari besok."
"Okay. Aku cuma mau bilang itu aja kok. Aku tutup ya."
"Iya, Kak."
Aku memutus sambungan telepon dan menghela napas panjang. Apa lagi yang harus kulakukan sekarang? Pekerjaanku masih menunggu, tapi konsentrasiku menguap entah ke mana. Aku bahkan tak menyadari sejak kapan air mataku berhenti mengalir.
Aku menatap layar handphone yang gelap sebelum mengalihkan tatapanku dan menatap Astro, "Aku harus gimana?"
"Kamu harus istirahat sekarang." ujarnya dengan tatapan khawatir yang jelas sekali.
Astro menutup semua bar pekerjaanku, lalu mematikan wifi dan laptop. Dia melakukan hal yang sama dengan laptopnya dan memeluk kedua laptop kami sambil bangkit. Dia mengulurkan tangan padaku dan memintaku mengikutinya.
Aku terlalu lelah untuk berdebat. Bahkan untuk sekadar menolak, maka aku menurutinya.
Kami berjalan ke kamar dalam diam. Aku tahu dia tak ingin mengganggu apapun di dalam pikiranku. Bahkan aku cukup yakin dia tak akan mengatakan apapun hingga aku benar-benar tertidur nanti, mungkin sampai besok pagi.
Aku tahu masih ada percakapan dengan Putri melalui akun Dara yang dibiarkan menggantung oleh Astro. Kurasa aku akan membiarkannya saja dan melihat bagaimana reaksi Putri besok pagi. Aku akan memutuskan apa yang akan kulakukan besok setelah memastikan dugaanku pada Putri.
Astro melepasku di tepi tempat tidurku sebelum memutar ke sisi tempat tidurnya, lalu meletakkan kedua laptop kami di meja kecil di sebelah sana. Aku merebahkan tubuh dan mencoba menghirup aroma lavender yang kemarin dia belikan untukku dalam perjalanan kami ke apartemen karena aku sedang menstruasi. Aku sudah memasukkannya ke vas dan meletakkannya di atas meja kecil di sisi sebelah tempat tidurku kemarin.
Astro duduk memintaku merebahkan kepala di pangkuannya, tapi aku menolak. Aku justru memintanya berbaring di sebelahku karena aku ingin memeluknya. Dia menuruti permintaanku. Dia meletakkan kepalaku di lengannya dan mengelusnya perlahan. Dugaanku tepat sekali, dia tak mengatakan apapun lagi.
Aku menarik napas panjang sambil mencoba menghirup aroma hangat dari tubuh yang sedang memelukku. Aku memejamkan mata dan mencoba berpikir Opa akan baik-baik saja.
Saat napasku mulai berat dan lambat, aku merasakan sesuatu bergetar. Suara Astro muncul samar-samar sesaat setelahnya, tapi aku tak dapat menangkap kalimatnya dengan jelas. Sepertinya semua ucapannya berhenti saat aku mendengarnya berbisik dia mencintaiku, juga meminta maaf.
Aku merasakan hangat tubuhnya menjauh. Aku ingin menggapainya, tapi tubuhku lemas sekali dan tiba-tiba terasa ada aliran sejuk di kakiku. Aku mencoba memperhatikan sekitarku, tapi yang ada hanya gelap. Hitam pekat. Aku bahkan tak dapat mendengar apapun. Sepertinya aku sedang bermimpi lagi dan terasa hening lama sekali.
"Honey."
Akhirnya terdengar suara seseorang yang kukenal setelah rasanya selamanya. Aku hanya menggumam. Entah apa yang kugumamkan, aku sendiri tak yakin.
"Ayah mau ngomong sama kamu."
Aku mencoba membuka mata yang terasa berat. Saat aku menyadari keberadaanku, sepertinya masih malam karena udara khas malam hari menyapa indera penciumanku. Astro memberi isyarat padaku ke arah handphonenya dan mendekatkan handphone itu padaku.
"Faza udah bangun?" suara Ayah menyapaku di ujung sana. Sepertinya Astro menyalakan mode speaker karena suara Ayah terdengar jelas.
"Iya, Yah."
"Maaf ya Ayah bangunin malem-malem. Ayah lagi nemenin Opa di rumah sakit. Opa baik-baik aja kok, cuma butuh istirahat beberapa hari. Faza ga perlu kawatir ya."
Tiba-tiba saja ingatan tentang telepon Oma datang padaku dan mengumpulkan semua kesadaranku yang sesaat lalu mengendap entah di mana. Aku bangkit dan duduk sambil menatap handphone Astro yang tergeletak.
"Opa kenapa, Yah?"
"Cuma butuh istirahat karena belakangan ini Opa sibuk. Faza ga perlu khawatir."
Yang benar saja? Bagaimana mungkin aku tak mengkhawatirkan opaku?
"Dokter bilang apa?"
Ayah terdiam sesaat sebelum bicara, "Cuma kecapekan. Ga pa-pa kok."
"Ga mungkin cuma itu. Opa kenapa, Yah? Kasih tau Faza."
Ayah menghela napas, "Kemarin malem Opa pingsan waktu mau jalan ke kamar. Oma khawatir ada apa-apa jadi Opa langsung dibawa ke rumah sakit. Dokter bilang Opa cuma kecapekan, tapi dokter ngelarang Opa kerja lagi. Faza tau kan beberapa waktu terakhir Opa bantu koleganya ngurusin bisnis?"
"Faza tau, Yah."
"Dokter bilang bagus pembuluh darah Opa ga pecah waktu jatuh pingsan, makanya sekarang dirawat dulu sementara waktu sampai Opa pulih. Opa tadi sempet ngobrol sama Ayah sebentar, katanya kangen sama Faza."
Aku ingin sekali menemui Opa sekarang juga.
=======
Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-
Kalian bisa add akun FB ku : nou
Atau follow akun IG @nouveliezte
Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..
Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..
Regards,
-nou-