Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Manager



Manager

0"Faza ini o ..."     

Aku memberi Umar sebuah isyarat untuk menghentikan apapun yang akan keluar dari bibirnya dan Umar benar-benar berhenti. Aku tersenyum dan menatap mereka bergantian.     

"Tunggu ya. Aku panggilin manager kita." ujarku sambil bangkit dan kembali ke lantai dua.     

Aku menjelaskan keadaan di bawah secara singkat pada Putri dan meminta Putri turun bersamaku. Alih-alih mengikuti Putri ke meja yang tadi kutinggalkan, aku justru ke dapur untuk membuat seteko sirup dingin. Aku memindahkannya ke nampan, dengan empat gelas lain di sisinya.     

Aku meletakkan nampan di tengah-tengah mereka dengan tenang dan menuang air ke dalam masing-masing gelas, lalu menaruh masing-masing satu di depan setiap orang. Aku tersenyum dan naik ke lantai dua untuk mengambil laptop, lalu turun kembali dan duduk di meja di sebelah mereka sambil mulai mengerjakan pekerjaanku yang lainnya.     

Kurasa inin adalah cara yang paling baik yang bisa kulakukan. Aku bisa menyelesaikan pekerjaanku dan mengawasi mereka dari jarak yang cukup. Aku akan mengabaikan tatapan tak suka dari kekasih Sato, juga tatapan bersalah yang diberikan Sato padaku, bahkan tatapan segan di mata Umar.     

Aku mendengar semua pembicaraan mereka sambil mengecek laporan dari Pak Bruce yang kutinggalkan setengah jadi semalam. Konsentrasiku masih belum sebaik yang biasanya, tapi kurasa ini cukup. Aku tak bisa mengharapkan yang lebih baik dari ini, tidak saat wajah opaku terus terbayang di mataku.     

Umar dan Putri membantu Sato dan kekasihnya memilih desain kalung dan dan tiara untuk acara pertunangan mereka. Aku harus mengakui, kepercayaan diri Umar harus kuberi nilai lebih.     

Aku mendapati berkali-kali lirikan mata dari Sato dan kekasihnya. Walau sebetulnya itu terasa mengganggu, tapi aku terus mengabaikannya karena aku memiliki berbagai pekerjaan lain yang menanti.     

Handphoneku di dalam saku bergetar. Aku mengambilnya. Ada pesan dari Giana.     

Giana : Kak aku udah di toko ya. Abis briefing sama Sari     

Aku : Okay. Inget tugas tambahan yang aku kasih ke kamu ya. Itu rahasia. Kamu ga boleh sampai ketahuan     

Giana : Okay, Kak     

Aku baru saja akan menaruh handphone ke saku saat tiba-tiba saja ada pesan dari Denada. Aku membukanya.     

Denada : Mama bilang Opa masuk rumah sakit. Kamu udah tau kabar itu?     

Aku : Aku tau. Oma nelpon aku semalem, tapi aku ga bisa pulang sekarang. Workshopku ga bisa ditinggal sekarang     

Aku : Aku baru bisa pulang kamis sore. Aku emang udah bikin jadwal itu dari minggu lalu     

Denada : Aku mau ke rumah sakit abis cek salon pagi ini. Kamu mau titip sesuatu buat Opa?     

Aku : Kabarin aku kalau kamu sampai. Nanti aku video call     

Denada : Itu aja?     

Aku : Iya. Aku belum bisa video call sekarang. Ada kerjaan yang harus aku selesaiin dulu     

Denada : Okay. Kamu belum ngasih tau Mayang soal ini     

Aku : Belum. Aku ga tau gimana harus ngasih taunya. Aku ga mau bikin orang lain panik     

Denada : Biar aku yang bilang. Sana kerja lagi. Nanti aku video call kalau aku sampai rumah sakit     

Aku : Thank you, Denada     

Denada : Apaan sih. Kayak sama siapa aja     

Denada : Oh iya, mama titip salam buat kamu sama Astro     

Aku : Salam balik buat Mama ya     

Denada : Okay     

Aku menarik napas perlahan dan memasukkan handphone kembali ke saku. Aku baru saja akan mengetik pesan untuk Pak Bruce saat Putri menyentuh lenganku, membuatku menoleh untuk menatapnya.     

Putri menyodorkan kertas hasil sketsa padaku, "Bisa bantu ini?"     

Aku menerima kertas itu dan memperhatikannya dengan teliti. Aku tahu itu adalah hasil desain Umar karena dia memiliki kecenderungan desain yang khas. Terlihat antik dan berbeda.     

"Bantu apa?" aku bertanya.     

"Mereka kurang cocok sama desain bagian ini. Katanya terlalu norak." ujar Putri sambil menunjuk ke arah desain tepi tiara yang memang berukir rumit.     

"Tapi Nona Cantik itu ga mau kalau aku yang layanin. Kamu atur aja gimana." ujarku sambil mengembalikan kertas sketsa itu pada Putri.     

"Kamu kok ga sopan banget sih sama atasan?" ujar kekasih Sato dengan nada yang sama ketusnya dengan saat dia bicara denganku tadi.     

"Sstt ga boleh gitu." ujar Sato yang segera menoleh untuk menatapku. "Sorry ya, dia emang jutek banget. Aslinya baik kok."     

"Ngapain sih kamu? Kamu kan tau temenku kemarin berdarah banyak gara-gara suaminya."     

Kurasa aku mengerti kenapa sikapnya begitu buruk padaku. Astro memang pernah lepas kendali dan melukai seseorang di kampus karena dia diolok-olok karena membawa bekal makanan. Mungkin kekasih Sato ini adalah salah satu temannya, mungkin juga dia melihat saat kejadian itu berlangsung.     

"Aku minta maaf kalau Astro bikin temen Nona luka. Aku yakin Astro ga sengaja." ujarku dengan tenang dan mantap.     

Kekasih Sato mendesis dengan keras, "Apanya yang ga sengaja? Temenku berdarah banyak dan langsung di bawa ke klinik, brengs*k!"     

Aku memberinya tatapan empati, "Astro ga akan ganggu orang lain kalau dia ga diganggu. Mungkin temen Nona ganggu Astro duluan, bukan begitu?"     

Kekasih Sato menatapku nyalang, "Berani banget ya sama pelanggan ngomongnya ga sopan? Ini karyawannya diajarin yang bener dong, Mbak. Jangan mentang-mentang suaminya orang kaya dia bisa ga sopan begini kelakuannya."     

"Maaf sebelumnya, tapi Mbak yang bersikap ga sopan lebih dulu." ujar Putri dengan tatapan tajam. "Workshop ini dipasangi kamera CCTV. Aku bisa buktiin siapa yang lebih ga sopan sejak awal tadi. Kita udah berusaha bersikap profesional sama Mbak, tapi Mbak justru ngomong kasar."     

Kekasih Satoru terkejut dengan sikap Putri yang berubah tiba-tiba. Bahkan Satoru juga terlihat bingung harus melakukan apa.     

"Aku bisa bantu Nona dapetin desain yang Nona mau kalau Nona bersikap sopan. Aku bahkan bisa kasih Nona diskon kalau Nona mau berusaha jaga mulut." ujarku.     

Kekasih Satoru menatapku tak percaya, "Emangnya kamu siapa bisa seenaknya ngasih diskon sama pelanggan? Aku aja ga yakin kamu bisa bikin desain!"     

"Gimana kalau aku bisa bikin desain yang kalian mau?"     

"Ga mungkin!"     

"Aku akan minta maaf dan bikin pernyataan tertulis. Aku juga akan posting hasil perhiasan buatan workshop ini dan promosiin workshop kalian." ujar Satoru tiba-tiba, disambut tatapan tajam kekasihnya. "Sebelumnya, aku kenalin dulu. Ini calon tunanganku, Wina. Kamu Faza kan? Jeanny pernah ngasih tau nama kamu."     

Aku tersenyum pada Satoru, "Deal?"     

"Deal."     

Wina mendengus dengan keras sambil menatapku tajam. Namun Putri bangkit untuk memberi ruang bagiku duduk di antara sepasang kekasih berbeda pendapat itu. Dari yang bisa kutangkap, Satoru menginginkan desainnya klasik dan sederhana. Berbeda dengan Wina yang menginginkan desain chic dan modern.     

Aku mendengarkan semua permintaan mereka dengan teliti dan membuat beberapa sketsa desain di kertas yang berbeda. Aku membiarkan mereka memilih sendiri desain yang mereka inginkan dan mereka sepakat akan memilih desain ketiga.     

Aku tahu ada raut lega di wajah Satoru walau Wina terlihat masih angkuh dengan pendapatnya yang sudah bisa dipastikan adalah salah. Aku hanya perlu menunggu desain ini selesai dibuat dan aku akan mendapatkan satu pengakuan dari pelanggan yang merepotkan.     

"Kapan bisa selesai?" Satoru bertanya.     

Aku menoleh pada Umar, "Rabu?"     

Umar mengangguk, "Rabu sore selesai."     

"Okay. Maaf udah bikin ribut di workshop kalian." ujar Satoru.     

"Ga pa-pa. Wajar kok." ujarku sambil tersenyum dan menatap Wina penuh arti. "Salam buat temennya yang berdarah ya, Nona. Aku minta maaf suamiku udah bikin dia sakit."     

Wina mendengus kesal, "Ini diskon kan?"     

"Diskon ga, Bu Manager?" aku bertanya pada Putri.     

"Kesepakatannya akan dikasih diskon kalau Mbak mau berusaha jaga mulut, tapi karena Mbak masih juga jutek jadi diskonnya ga berlaku." ujar Putri dengan tenang.     

Umar hampir saja tertawa, tapi dia segera mendapatkan tatapan tajam dari Wina. Umar berdeham dan mengalihkan tatapan sesaat setelahnya.     

Wina menatapku kesal, "Suami kamu kan kaya. Ngapain kamu kerja di tempat begini? Tinggal rebahan juga duit ngalir kan?"     

Aku menghela napas perlahan dan berusaha tersenyum manis, "Kalau aku ga kerja workshop ini ga akan pernah ada, Nona. Kasihan Bu Manager sama semua perajinku kalau workshop ini tutup."     

Mulut Wina terbuka dan matanya terbelalak saat menatapku. Kurasa dia sudah tahu siapa aku sebenarnya dan aku tidak menyesali keputusanku untuk memberitahukannya. Entah kenapa hatiku terasa lega.     

=======     

Semoga readers sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow nou di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, juga tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.