Penikmat Senja-Twilight Connoisseurs

Asuh



Asuh

0"Kamu sibuk?" aku bertanya pada Paolo melalui telepon setelah menyelesaikan makan siangku. Entah kenapa tiba-tiba aku berpikir mungkin akan lebih baik jika aku mencari informasi dari Paolo lebih dulu.     

"Sibuk sedikit. Aku lagi coding, tapi bisa break sebentar. Ada yang bisa aku bantu, Boss?"     

Aku baru saja akan menegurnya karena memanggilku "boss", tapi kurasa aku akan memprotesnya nanti saja. Ada hal lain yang lebih penting untuk kubahas dengannya sekarang.     

"Kamu lagi sendiri?" aku bertanya untuk memastikan percakapan kami tak didengar siapapun.     

"Lagi berdua sama Revi. Penting banget ya?"     

Aku hanya menggumam mengiyakan.     

"Aku pindah ke balkon dulu. Tunggu sebentar."     

Aku menunggu Paolo dengan gelisah. Aku sedang menatap ke luar jendela dari ruang tamu dan berharap Astro pulang lebih cepat, tapi kurasa aku baru saja menyadari sebetulnya aku hanya merasa kesepian di rumah sebesar ini.     

"Aku udah di balkon. Ada yang bisa aku bantu?" terdengar suara Paolo di ujung sana.     

"Aku mau kamu janji dulu, ini rahasia."     

"Okay."     

Aku terdiam sesaat sebelum bicara, "Kamu tau dari mana kalau opaku agen rahasia?"     

"Ah itu ... papaku pernah bilang, dulu banget. Waktu aku masih SD. Erm, when your family passed away, I guess (Waktu keluarga kamu meninggal kayaknya)."     

Begitukah?     

"Apa opa sama papa kamu deket?"     

"Oh bukan deket. Opa Dewanto pernah kerja bareng papa dulu. Seingetku waktu kamu mau nikah sama Astro, opa sama oma kamu ke rumah. Papa udah nebak sih kalian pasti nikah muda." ujar Paolo yang entah kenapa membuatku membayangkan dia sedang tersenyum.     

"Maksud kamu papa kamu pernah pakai jasa opa?"     

"Kind of (Semacem itu)."     

Kurasa aku mengerti. Opa adalah mantan agen rahasia yang bekerja untuk negara, sedangkan papanya adalah seorang Jendral TNI AL. Opa mungkin saja pernah bekerjasama dengan papanya dalam beberapa kesempatan.     

"Kamu inget waktu itu papa kamu bilang apa aja?" aku bertanya.     

"Aku lupa detailnya, tapi papa kayaknya ga tau kamu masih hidup. Papa cuma bilang opa Dewanto kasihan banget karena ditinggal pergi keluarga dari anak satu-satunya. Papa taunya keluarga kamu meninggal semua. Termasuk kamu."     

"I see."     

Aku tahu opa memang menyembunyikanku selama ini sejak pertama kali aku menghadiri acara pertemuan. Terbukti saat kebanyakan orang di sana terkejut saat mengetahui siapa aku.     

Tunggu sebentar....     

Jika opa bisa menyembunyikanku dari semua orang selama itu, bukan tidak mungkin opa juga menyembunyikan bunda, bukan? Bagaimana caranya? Dan kenapa?     

Oma tak mungkin tidak tahu jika bunda masih hidup. Kecuali jika oma memang membantu opa menyembunyikan bunda selama ini. Atau sesungguhnya oma memang sama sekali tak tahu?     

"Erm, are you okay?" Paolo bertanya.     

"I'm okay. Aku boleh tau, apa aja yang kamu tau soal opaku?"     

"Selain dari opa mantan agen dan punya perusahaan senjata api, aku ga tau lagi. Kalau kamu butuh informasi lengkap, kamu bisa tanya Kyle. Kamu tau kan?"     

"Aku tau. Aku cuma ga mau opa tau aku nyari informasi. Kyle pasti lapor."     

"Ah kalau gitu kamu mau minta aku cari informasi? Mungkin ga secepet Kyle, tapi mungkin aku bisa dapetin yang kamu butuh."     

Pertanyaan Paolo membuatku berpikir. Aku ingin mencoba, tapi aku tak ingin melibatkannya dalam masalah. Opa bisa mendapat informasi dengan mudah dan Paolo bisa saja tertangkap basah saat sedang membantuku.     

"Ga perlu. Aku cuma mau nanya itu aja kok, tapi ... obrolan ini rahasia. Okay?"     

"Okay. Ada lagi yang bisa kubantu?"     

"Itu aja. Thank you."     

"Oh iya, kamu dateng ke pertemuan nanti kan?"     

"Kayaknya aku dateng. Kenapa?"     

"Aku saranin kamu bawa alat recorder. Erm, alat yang kecil, yang bisa kamu simpen di kantong. Buat rekam semua obrolan kamu nanti."     

"Astro yang minta kamu bilang gini?" aku bertanya untuk memastikan dugaanku.     

"Bukan, ini saran dari aku. Aku tau dikit soal insiden di resepsi kamu waktu Zenatta ngasih lukisan. Honestly (Sejujurnya), aku ga tau lengkapnya, tapi akan lebih bagus kalau kamu bisa rekam obrolan semua orang yang ngobrol sama kamu. Kamu bisa denger pendapat mereka, tapi aku saranin kamu buat hati-hati kalau dateng nanti."     

"Kenapa?"     

Paolo terdiam sesaat sebelum bicara, "Zenatta punya image bagus selama ini dan kamu ... baru masuk ke lingkungan itu, Za. Let's say (Kita bilang aja) orang-orang belum kenal kamu baik, tapi tiba-tiba aja kamu nikah sama Astro. Jangan lupa soal kamu yang pakai baju seadanya waktu pertemuan, banyak yang ngomongin kamu di belakang soal itu. Mereka ga berani ngomong langsung di depan kamu karena khawatir Astro ngambil tindakan. Pokoknya aku saranin kamu lebih jaga sikap."     

Kurasa aku tahu apa maksudnya. Saat pertama kali datang ke pertemuan, aku mengikuti aturan tak tertulis yang ada dengan memakai pakaian yang "pantas". Namun Astro memintaku untuk memakai pakaianku yang biasa sejak sebelum dia berkuliah di sini. Aku memang mendapatkan pandangan dan image buruk dari anggota. Mereka hanya tak mengatakannya langsung karena tak ingin mengusik Astro.     

"Okay, aku lebih hati-hati lagi nanti."     

"Kamu bisa minta bantuanku kapan aja kamu butuh. Ga perlu ngerasa sungkan."     

"Thank you. Kamu udah banyak bantu selama ini. Aku cuma mau nanya itu aja kok. Kamu bisa lanjutin kerjaan kamu. Sorry ya, ganggu."     

"Ah ga ganggu kok, tapi aku emang harus balik kerja atau suami kamu bisa ngamuk nanti. See you di pertemuan nanti ya."     

"Okay."     

Paolo memutus sambungan telepon kami dan meninggalkanku yang masih menatap ke luar jendela dengan tatapan hampa. Aku tak mendapatkan informasi yang kubutuhkan.     

Bukan.     

Aku bahkan tak tahu apa yang kuharapkan saat menelepon Paolo beberapa saat lalu. Aku hanya merasa aku perlu melakukannya.     

Aku memutar handphone di tanganku dengan gelisah. Kenapa aku merasa serba salah? Aku bisa saja bertanya langsung pada opa, bukan?     

Aku menghela napas sebelum berjalan ke sofa. Aku membereskan laptop di sofa dan meletakkannya di meja sebelum merebahkan tubuh. Kurasa aku akan menunggu Astro di sini.     

Handphoneku bergetar, ada pesan dari Paolo.     

Paolo : Sorry aku lupa, papaku pernah nyebut soal oma yang ga bisa punya anak lagi karena rahimnya kena tembak, tapi papa bilang opa punya banyak anak asuh     

Anak asuh? Seperti Nino dan teman-temannya yang menjadi anak asuh dari ibu dan mama Denada? Kenapa aku tak pernah mengetahui hal ini?     

=======     

Semoga readers selalu sehat, lapang rejeki, selalu menemukan solusi terbaik apapun masalah yang sedang dihadapi dan bahagia bersama keluarga tersayang. Terima kasih banyak atas antusias kalian baca lanjutan novel Penikmat Senja -Twilight Connoisseurs-     

Kalian bisa add akun FB ku : nou     

Atau follow akun IG @nouveliezte     

Akan ada banyak spoiler bertebaran di dua akun di atas, jadi kalian bisa follow aku di sana yaa..     

Dukung nou dengan vote powerstone & gift setiap hari, kasih rank di setiap chapter, tulis komentar & review tentang kesan kalian setelah baca novel ini yaa.. Luv u all..     

Regards,     

-nou-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.